Bacokan golok yang ke dua sama sekali tidak dia lakukan, begitu senjatanya saling beradu dengan senjata kaitan, ia manfaatkan tenaga pantulan itu untuk melejit ke udara, bersalto beberapa kali kemudian menubruk ke arah Thio Poan-oh yang sedang melarikan diri Perubahan yang terjadi kali ini sama sekali diluar dugaan To Kiu-shia, buru buru hardiknya: "Mau lari ke mana kau!
" cepat tubuhnya meluncur ke depan dan menyusul di belakang lawan Sungguh cepat gerakan tubuh si kelelawar, dalam sekali lompatan ia sudah berada sejauh delapan kaki, lalu kakinya kembali menutul ke tanah dan tubuhnya melesat sejauh tiga kaki, sekarang jaraknya dengan punggung Thio Poan-oh tinggal tujuh langkah Tubuhnya yang meluncur ke bawah kembali mencelat ke depan, dalam waktu singkat ia sudah berhasil menyusul Thio Poan-oh, diiringi suara pekikan nyaring, golok kelelawarnya langsung dibabatkan ke tubuh lawan.
Mendengar datangnya desingan angin tajam dari belakang tubuhnya, Thio Poan-oh jadi amat terperanjat Apakah secepat itu To Kiu-shia akan tewas diujung golok kelelawar" Tanpa terasa ia berpaling, tapi segera To Kiu-shia merasa sedikit lega Tentu saja dia pun menyaksikan golok bersama si kelelawar sedang merangsek ke arahnya.
Dengan selisih jarak sedemikian dekat, sulitlah bagi dia untuk membendung datangnya ancaman tersebut, masih untung disaat dia berpaling tadi, golok toa-huan-to milik Thio Poan-oh sudah siap melancarkan serangan.
Tak ayal lagi satu bacokan dilontarkan untuk menyambut datangnya babatan maut lawan "Traaangl" bentrokan nyaring bergema di udara, Thio Poan-oh tergetar hingga mundur selangkah, sementara si kelelawar kembali melambung ke udara, dari sana ia bertekuk pinggang lalu golok lengkungnya lagi lagi melancarkan bacokan.
Dalam sekali bacokan dia lancarkan dua puluh delapan buah serangan, semua gerakan membawa desingan angin dan kilatan cahaya yang menyilaukan mata, hampir semua ancaman itu ditujukan ke tubuh Thio Poan-oh Menghadapi ancaman sehebat ini, Thio Poan-oh balas membentak, secara beruntun dia sambut ke dua puluh enam bacokan lawan dengan putaran golok Toa-huan-to miliknya.
Sayang sisanya yang dua bacokan sukar dibendung lagi, bacokan ke dua puluh tujuh membuat pertahanan golok Toa-huan-to nya jebol hingga terbuka, sementara bacokan ke dua puluh delapan merangsek masuk ke arah tubuhnya.
Ditengah kilatan cahaya golok, terdengar suara pakaian tersambar robek, menyusul terbelahnya baju Thio Poan-oh bagian dada, segumpal darah segar pun menyembur keluar membasahi lantai.
Bacokan itu tidak terlampau dalam hingga tidak sampai menimbulkan kematian, namun tak urung cukup membuat Thio Poan-oh seperti kehilangan sukma Biar ngeri dan ciut hatinya, orang ini sama sekali tidak mundur, malah kembali teriaknya: "Lo-To, cepat kabur!
" Golok toa-huan-to nya dibacok kian kemari secara gencar, saat ini dia hanya punya satu ingatan, menyerang si kelelawar semaksimal mungkin agar To Kiu-shia punya kesempatan untuk melarikan diri.
Waktu itu sebetulnya To Kiu-shia sudah siap berbalik ke arena pertarungan untuk mengerubuti sang kelelawar, tapi setelah mendengar teriakan Thio Poan-oh, lagipula dia pun sadar akan penting dan dan gawatnya persoalan, maka setelah menghela napas, tanpa sangsi lagi dia putar badan dan berlalu dari situ.
Betapa leganya perasaan Thio Poan-oh setelah menyaksikan rekannya pergi dari situ, tanpa sadar serangan golok yang dilancarkan ikut bertambah gencar dan dahsyat. Secara beruntun si kelelawar menyambut tujuh belas bacokan lawan, kemudian sambil tertawa dingin jengeknya: "Jangan harap kalian berdua bisa lolos dari tanganku, roboh!
" Begitu kata "roboh" bergema, golok kelelawarnya berputar kencang, sekali lagi dia singkirkan golok toa-huan-to milik Thio Poan-oh ke sisi pertahanan, kemudian dengan gagang golok yang berbentuk sayap kelelawar dia kunci mata golok Thio Poan-oh, sekali tekuk sambil mencongkel, toa-huan-to ditangan Thio Poan-oh pun tergetar hingga lepas dari genggaman dan mencelat ke tengah udara.
Tidak berhenti sampai disitu, kembali Pian-hok-to atau golok kelelawar itu berputar sambil menghujam, ia tusuk perut Thio Poan-oh dalam dalam muncratan darah segar menyembur ke udara, diiringi jeritan ngeri, Thio Poan-oh roboh ke tanah dan merenggang nyawa Secepat kilat ia cabut keluar golok kelelawarnya kemudian disambit ke punggung To Kiu-shia kuat kuat "Nguuungg , , , , ,!
" golok kelelawar itu berpusing di udara sambil meluncur ke depan dengan kecepatan luar biasa, sedemikian cepat dan dahsyatnya hingga tak terlukiskan dengan kata.
Waktu itu To Kiu-shia telah melompat naik keatas kudanya dan siap mencemplak pergi dari situ. Sebagaimana diketahui, hampir semua kuda tunggangan para piausu ditambatkan di batang pohon tepi jalan, berhubung tadi si kelelawar menghadang ditempat tersebut, maka mautak mau terpaksa Thio Poan-oh harus kabur sambil berlarian Kini, begitu muncul kesempatan baik, To Kiu-shia pun segera memanfaatkan peluang itu untuk menaiki kudanya.
Siapa tahu baru saja dia naik ke punggung kuda, baru saja dia memutuskan tali pengikat dengan senjata kaitnya, timpukan golok kelelawar telah meluncur tiba dengan kecepatan tinggi Yang dibabat oleh Pian-hok-to bukan sang penunggang, melainkan kuda tunggangannya!
Dimana cahaya golok menyambar lewat, kaki belakang kuda tunggangan itu terbabat hingga kutung. Mimpi pun To Kiu-shia tak menduga sampai ke situ, tak ampun ia turut terjerembab bersama robohnya kuda tunggangan itu, lengan kirinya yang terluka kembali merekah, rasa sakit yang merasuk tulang seketika menyelimuti sekujur badannya.
Dalam keadaan begini, ia tak ambil peduli lagi dengan mulut lukanya yang berdarah, begitu berhasil mengendalikan diri, cepat ia melompat bangun lalu melompat ke atas punggang kuda yang lain.
Tampaknya sejak awal sang kelelawar telah menduga sampai ke situ, bersamaan dengan sambitan golok kelelawarnya, dia ikut melesat maju ke depan menghadang jalan pergi To Kiu-shia.
Gerakan tubuh orang itu masih begitu cepat dan cekatan, seakan tenaganya sama sekali tak berkurang gara-gara pertarungan sengit tadi, bagaikan seekor kelelawar yang terbang malam, begitu kakinya menutul permukaan tanah, tubuhnya sudah meluncur ke depan dengan kecepatan luar biasa.
Baru saja To Kiu-shia melompat naik ke punggung kuda ke dua, si kelelawar telah tiba disamping bangkai kuda pertama dan memungut kembali goloknya Bukan hanya begitu, sekali lagi tubuhnya merangsek maju, untuk kesekian kalinya ia lancarkan bacokan dengan kecepatan bagai sambaran kilat Kali inipun sasaran bacokannya masih bukan manusia, melainkan kuda!
"Brukkkl" mata golok dengan telak membacok punggung kuda tunggangan itu Semburan darah segar kembali menggenangi tanah, diiringi suara ringkikan panjang, kuda itu roboh terkapar Sekali lagi To Kiu-shia terjatuh dari atas punggung kuda, walaupun dia tak sempat berpaling, namun jagoan ini tahu kalau peristiwa tersebut hasil perbuatan si kelelawar, dia pun sadar keselamatan jiwanya sudah berada diujung tanduk. Maka begitu terjatuh, cepat dia menggelinding ke samping dengan ilmu Tee-thong-sinhoat (ilmu menggelinding), sementara jit-gwee-kou ditangan kanannya berputar kencang menciptakan selapis cahaya tajam untuk melindungi diri.
Tak ada sergapan yang tertuju ke tubuhnya, walau masih menggelinding menjauhi arena, dalam hati To Kiu-shia sangat keheranan, dia tak habis mengerti kenapa tiada sergapan yang tertuju ke tubuhnya.
Secara beruntun dia menggelinding hingga sejauh dua kaki lebih sebelum melompat bangun, ternyata memang tiada serangan yang tertuju ke tubuhnya. Sang kelelawar betul-betul tidak menyerang lagi, bahkan dia hanya berdiri ditempat semula, mengawasi To Kiu-shia dengan sorot mata dingin, sama sekali tak bergerak. Tapi begitu To Kiu-shia menghentikan gelindingannya, dia langsung menerkam ke depan, bagaikan seekor kelelawar sungguhan dia bergerak cepat Dalam dua kali lompatan ia sudah berhenti didepan To Kiu-shia, hanya selisih tujuh langkah.
Belum lagi membalik badan, To Kiu-shia dengan senjata kaitannya sudah menerkam tiba Jit-gwee-kou membacok lurus ke bawah, To Kiu-shia sadar tiada harapan lagi baginya untuk kabur, karena itu dia ambil keputusan untuk menyerang dengan adu nyawa.
Dalam melancarkan bacokannya kali ini, dia telah menggunakan segenap kekuatan yang dimiliki, ia berharap dapat menghabisi nyawa si kelelawar dalam bacokannya tersebut. Tentu saja dia kecewa!
Selama ini si kelelawar hanya berdiri membelakanginya, menanti senjata jit-gwee-kou menyerang tiba, ia baru membalikkan badan.
Berbareng itu, golok kelelawar ikut berputar ke depan, bergerak cepat menangkis datangnya ancaman dari senjata kaitan itu "Traaaangl" percikan bunga api memancar ke empat penjuru, tubuh si kelelawar tetap berdiri tak bergerak, sebaliknya To Kiu-shia harus mundur sejauh empat langkah sebelum berhasil berdiri tegak.
Siapa menang siapa kalah dalam pertarungan ini sudah tertera jelas dalam bentrokan barusan. Begitu senjata kaitannya terbendung oleh tangkisan si kelelawar, sambil menggigit bibir To Kiu-shia memutar lagi senjata andalannya, kali ini dengan menyerempet bahaya mengancam wajah lawan.
Serangannya kali ini benar benar sudah pertaruhkan nyawa, sebab dengan begitu pertahanan tubuh bagian depannya sama sekali terbuka. Boleh dibilang dia sudah nekad, dia sudah bermain judi dengan setan pencabut nyawa, jagoan ini berharap bisa peroleh secerca harapan hidup dari tindakan nekadnya ini, karena apa yang dilakukan boleh dibilang sudah tak ambil peduli dengan keselamatan sendiri.
Si kelelawar tertawa dingin, menyaksikan kenekatan lawan dia memandang sinis, secepat kilat golok kelelawarnya menangkis datangnya sabetan itu kemudian langsung menghujam dada To Kiu-shia "Craaap!
" golok kelelawar telah menembusi dada To Kiu-shia yang bidang, darah segar menyembur ke mana-mana, membasahi seluruh tubuh korban, menggenangi permukaan tanah Pada saat bersamaan, tebasan senjata kaitan dari To Kiu-shia tiba didepan wajah si kelelawar, namun pada saat itu pula tiba tiba sang kelelawar memutar tangan kirinya, mendahului gerak senjata lawan, menjepit mata kaitan itu dengan jari telunjuk dan jari tengahnya.
Mata kait sama sekali tidak melukai jari tangannya, namun senjata itupun tak sanggup lagi melanjutkan bacokannya, terpantek mati, terjepit kaku dalam japitan ke dua jari tangan si kelelawar.
To Kiu-shia menyangka serangannya telah berhasil, biar nyawanya melayang, tak urung ia sempat tertawa tergelak, tertawa keras menjelang saat ajalnya. Sayang gelak tertawanya segera terhenti, bersamaan dengan saat ia tertawa tadi, To Kiu-shia telah menyaksikan dengan jelas semua yang telah terjadi, ia melihat dengan pasti kalau bacokan senjatanya gagal membelah tubuh si kelelawar, dia pun dapat melihat kalau senjata kaitannya terjepit dalam japitan kedua jari tangan si kelelawar.