Halo!

Patung Emas Kaki Tunggal Chapter 31

Memuat...

Setelah sekian lama bekerja keras perahu akhirnya bisa mendarat.

Waktu itu hari sudah terang tanah.

Setelah berada di atas darat, kelihatan Lau Sam-thay lebih gelisah dari Koan San-gwat tanyanya: "Nona Lok, dimanakah rumahmu ?" Lok Siau-hong celingukan mencari arah lalu berkata : "Tempat ini sudah jauh dari rumahku, kuda kalian hilang lagi, bagaimana melanjutkan perjalanan?" "Tidak jadi soal, kau naik kuda saja, kami berlari menguntit di belakangmu." Lok Siau-hong menepuk kudanya, katanya : "Kukira kau salah perhitungan bila hendak lomba lari dengan tungganganku ini, bila dia sudah lari, anginpun dapat dikejar olehnya.

Kata ibu kuda ini kelahiran Tay-hoan yang pilihan dalam dunia cuma ada beberapa ekor saja"." Sebagai orang yang dibesarkan di padang pasir sudah tentu Koan San-gwat kenal kwalitet kuda.

Kalau bukan kuda jempolan masa berlaku tenang dan tidak bergeming di kala perahu oleng dan hampir terbalik.

Lau Sam-thay angkat pundak, katanya "Bagaimana baiknya, apa tiga orang menunggang satu kuda ?" "Ya, terpaksa, begitulah, asal bisa duduk sepuluh orang pun dia kuat ?" Karena tiada pilihan lain terpaksa Koan San-gwat setuju, Koan San-gwat pegang kendali, Lau Sam-thay duduk di tengah sementara Lok Siau-hong duduk di pantat kuda, kuda merah besar itu bisa berlari bagaikan angin, tidak lama kemudian mereka sudah jauh meninggalkan orang-orang yang berdiri keheranan di pinggir jalan, setelah membelok ke sebuah jalan datar berdebu kuning, hutan menghijau rimbun di depan sana sudah kelihatan, di depan pohon itulah tampak beberapa petak bangunan.

Sambil menuding ke depan Lok Siau-hong berteriak girang : "Lihatlah !

Itulah rumah Si-yang-ceng !" Begitu sampai di luar perkampungan, si merah segera menghentikan larinya.

Seorang perempuan pertengahan umur tampak berdiri di ambang pintu dengan muka dingin dan masam.

Begitu turun Lok Siau-hong lari ke hadapan perempuan tua itu seraya berseru: "Bu!

Aku membawa seorang teman, dia bernama Koan San-gwat!" Bergegas Koan San-gwat melompat turun, sapanya sambil bersoja: "Apakah aku berhadapan dengan Hiat-lo-sat Lok Heng-kun Locianpwe ?" Perempuan tua itu mengipat tangan Lok Siau-hong serta berkata dengan bengis: "Siau-hong masuk, kenapa kau membawa pulang mereka, orang-orang Kangouw lagi".." Lok Siau-hong tertegun melihat sikap ibunya, segera ia merengek : "Ma, Koan-toako bukan orang biasa, kepandaiannya hebat, dia" dia mampu menandingi Ling-coapianku." Berubah air muka perempuan itu, mulutnya bersuara lirih, dengan pandangan tajam mengawasi Koan San-gwat sesaat baru berkata dengan dingin: "Bagus sekali!

Kau mampu melawan Ling-coa-pian Siau-hong, mungkin kau ingin menjajal kepandaianku juga, bukan!" Cepat Koan San-gwat berkata: "Aku yang rendah tidak punya maksud demikian, cuma dari cerita puterimu, kudapat tahu adanya seorang Bulim Cianpwe yang semayam di tempat ini, maka sengaja kami kemari, sebagai Wanpwe kami mohon petunjuk belaka!" "Mana kami berani terima, kami menetap disini dengan tenang dan aman, selamanya tidak pernah berhubungan dengan orang Kang-ouw, kalau saudara tidak punya urusan lain, harap maaf, aku tidak bisa melayani lebih lanjut!" Sikap dingin dan keras ini membuat Koan San-gwat serba runyam dan kikuk, habis berkata perempuan tua itu putar tubuh masuk kampung, segera Lok Siau-hong berteriak: "Ma!

Mana boleh kau bersikap begitu pada mereka, akulah yang mengundang mereka!" "Siau-hong!" damprat perempuan tua itu.

"Kau memang semberono, sudah wanti-wanti aku berpesan padamu, jangan bergaul dengan orang Kang-ouw, kau justru mengundang mereka kemari, agaknya kau harus diberi sedikit hajaran!" "Ma!

Koan-toako bukan orang Kang-ouw sembarangan, namanya besar kepandaiannya tinggi, dia adalah Bing-tho Ling-cu!" Bahwasanya Lok Siau-hung tidak tahu sampai dimana pengaruh dan kebesaran nama Bing-tho- ling-cu, karena gugup ia berteriak mencari-cari alasan, tak kira ibunya tertegun oleh keempat nama yang disebut itu, tiba-tiba ia membalik serta bertanya: "Bukankah Bing-tho-ling-cu adalah Tokko Bing" Bagaimana bisa ganti bocah muda seperti dia?"" Tergerak hati Koan San-gwat, diam-diam ia membatin: "Suhu tidak pernah menyebut nama orang ini, tapi dia kenal nama guru," sejenak berpikir ia lantas menjawab: "Insu (guru berbudi) sudah wafat, wanpwe mendapat pesan untuk meneruskan jabatan Bing-tho-ling." "Tokko Bing sudah mati?"tukas perempuan itu sambil tertawa dingin, "Anak muda, jangan membual terhadapku." Mencelos hati Koan San-gwat, pikirnya: "Perihal kematian guru, Peng Kiok-jin juga menyatakan tidak percaya, Hiat-lo-sat juga berpendapat demikian, besar kemungkinan mereka dulu kenal dengan Unsu"..

Sesaat bimbang lalu jawabnye dengan sungguh-sungguh: "Darimana Cianpwe tahu bila Unsu belum wafat?" Perempuan ini tertawa dingin, ujarnya: "Tahu yang tahu, kenapa harus kujelaskan" Kalau dia benar-benar sudah ajal, pasti aku sudah memperoleh berita dukanya itu, kalau tokh dia sudah menyerahkan Bing-tho-ling-cu pada kau, tentu dia sudah berangkat ke tempat itu!" Mendengar keterangannya sama dan persis dengan apa yang dikatakan Peng Kiok-jin seolah-olah sangat jelas segala seluk-beluk Tokko Bing, cepat Koan San-gwat bertanya: "Ke tempat mana?" "Dia tidak beritahu kepada kau?" "Sebenarnya wanpwe tidak tahu menahu"." Perempuan tua itu manggut-manggut, ujarnya: "Ya" kau tidak tahu, Tokko bing tidak akan berani memberitahukan kepada kau".

Apa boleh buat, kalau kau memang ahli waris Tokko Bing, aku harus melanggar kebiasaan menerima kedatanganmu, silahkan masuk!" Lok Siau-hong tidak tahu apa yang mereka bicarakan, tapi melihat ibunya sudah mau menerima Koan San-gwat, ia jadi senang, katanya tertawa: "Ma!

Kali ini sungguh menyenangkan, bukan saja bertemu dengan Koan-toako, tadi akupun bentrok dengan orang yang paling kau kuatirkan itu.

Di atas sungai kuning tadi dia kupersen sekali pecutan, Koantoako menambahkan sebuah pukulan pula, kontan ia terjungkaL ke dalam air!" Berubah hebat air muka perempuan tua itu, tanyanya: "Apa, semalam kau ketemu Ouw hay -ih-siu, bagaimana dia".." "Ibu dan bibi biasanya mengagulkan dia tapi menurut pandanganku tidak lebih dia itu sebuah gentong nasi belaka," demikian ujar Lok Siau-hong tertawa geli.

"Jangan membual, cepat ceritakan pengalamanmu, tak mungkin ia mati kelelep karena serangan kalian itu." "Ya, dia muncul di permukaan air, ketika dia menyebut namamu, baru aku tahu siapa dia.

Maka sesuai dengan pesanmu kutantang dia.

Semula dia berkata hari ini sebelum lohor"." Perempuan itu makin gugup, katanya : "Wah celaka.

Pekkut kebetulan tiada, aku seorang diri mana kuat menandingi dia".." "Aku tahu, maka kutantang dia besok lohor, waktu masih keburu untuk mengundang bibi an paman kemari.

Sebetulnya ini pun sudah berkelebihan, ada aku dan Koan-toako kukira sudah lebih cukup"." "Kau tahu apa?" semprot perempuan itu, "Lekas berangkat naik si merah, undang Pek-kut dan Coh-san-sin kemari!" "Baru saja aku pulang sudah disuruh pergi, bukankah banyak tenaga dalam rumah, kenapa tidak suruh orang lain saja?" demikian omel Siau-hong.

Belum perempuan itu menjawab, tiba-tiba didengarnya di tengah angkasa suara kelintingan burung dara, puluhan burung dara sedang terbang berputar di atas angkasa.

Kontan Lok Siau-hong berjingkrak girang, serunya sambil bertepuk tangan.

"Tidak usah pergi, paman dan bibi sudah datang sendiri".." Setelah berputar-putar sekian lamanya di tengah udara, salah satu di antara burung dara itu menukik turun dengan cepat.

Lok Siau-hong ulur cambuknya yang panjang, seraya berteriak: "Pek-ih!

Mari kemari!" Agaknya burung dara itu pandai mendengar ucapan manusia, dengan patuh ia meluncur dan hinggap di atas gagang cambuk Lok Siau-hong, dari kakinya Lok Siau-hong mengambil sebuah bumbung kecil dan mengeluarkan secarik kertas, lalu dibacanya keras: "Jejak musuh sudah muncul, adik berdua segera tiba?" Setelah membaca ia ulurkan secarik kertas itu kepada ibunya, katanya : "Bibi berdua ternyata sudah tahu." Lok Heng-kun menerima kertas itu serta memeriksanya sekian lamanya, lalu berkata kepada Koan San-gwat: "Hubungan kami dengan gurumu dulu sangat intim, seharusnya kami menjamu sekedarnya, tapi musuh tangguh kebetulan meluruk tiba, terpaksa berlaku kurang hormat kepada kau?"" Koan San-gwat tahu watak dan perangai tokoh Bulim memang aneh dan berbeda, biasanya mereka tidak mengijinkan orang lain turutcampur tangan dalam pertikaian mereka sendiri.

Jejak gurunya sangat mencurigakan.

kebetulan sumber yang dapat memberi penjelasan nyata, kesempatan tak disia-siakan, maka ia berkata tegas: "Kiranya Cianpwe adalah sababat lama Unsu, kalau Cianpwe kena perkara, adalah menjadi kewajiban Wanpwe untuk ikut menyumbangkan tenaga kami!" "Agaknya sikapmu sama dengan Tokko Bing di waktu mudanya, suka turut campur tangan urusan orang lain, tapi untuk urusan ini kau tidak akan dapat membantu!" "Bukankah Cianpwe hendak menghadapi Ouw-hay"ih-siu si kakek tua itu?" "Tidak salah!" kata Lok Heng-kun memberi keterangan, "Maka Kukatakan kau tidak akan bisa membantu, Kakek bangkotan itu sulit dilayani, kepandaian silatnya aneh sekali, jauh berlainan dengan ilmu silat umumnya?"" Agaknya Lok Siau-hong merasa berat bila ditinggal Koan San-gwat, cepat ia bicara : "Mama, kepandaian Koan Sangwat hebat sekali, tua bangka itu tadi dipukul terjungkal ke dalam sungai." Lok Heng-kun tersenyum : "Hal itu terjadi setelah dia tertusuk jarum di ujung cambukmu itu bukan?" Merah muka Koan San-gwat, dia gunakan cara menangkap dan menggenjot urat nadi hendak membekuk kakek tua itu, tapi sedikit pun tidak membawa hasil, akhirnya meski berhasil memukulnya masuk air sebabnya memang lawan sudah tertusuk jarum di ujung cambuk Lok Siau-hong itu, maka ia berkata dengan sebetulnya: "Ilmu silat Wanpwe masih terlalu cetek.

Dukungan & Donasi

Bantu kami terus update dengan memberi dukungan melalui:

BCA 7891767327
Trakteer
Post a Comment