Halo!

Naga Sakti Sungai Kuning Chapter 103

Memuat...

Hong San menyerang lagi, dan sekali ini karena dia tidak lagi memandang rendah lawan, serangannya hebat karena dia sudah mainkan ilmu silat Koai-liong-kun (Silat Naga Siluman). Kedua tangannya itu mencakar-cakar dan mengeluarkan suara bercicitan mengerikan. Terkesiap juga Giok Cu melihat serangan kedua tangan yang dahsyat itu. Ia mengelak dengan langkah mundur menjauhkan jarak. Akan tetapi betapa kagetnya ketika tiba-tiba kedua tangan itu mulai panjang dan melanjutkan cakarannya yang tadi dielakkan dengan mundur sehingga tidak sampai. Kedua lengan pemuda itu dapat mulur!

Hampir saja pundak Giok Cu terkena cakaran tangan Hong San dan sambil menangkis, ia sempat terhuyung. Kesem patan ini dipergunakan oleh Hong San untuk mencoba mendesak gadis itu dengan jurus-jurus berikutnya dari ilmu silat Koai-liong-kun yang disertai ilmu dengan mulur itu. Giok Cu menjadi gemas. Pemuda itu mempergunakan ilmu dari golongan sesat. Biarpun sejak menjadi murid Hek-bin Hwesio ia tidak pernah lagi melatih ilmu-ilmu golongan hitam yang pernah ia pelajari dari Ban-tok Mo-li, akan tetapi menghadapi ilmu sesat dari lawan, ia pun menangkis sambil balas mencakar dan kini ia sudah mengerahkan ilmu dari Ban-tok Mo-li.! Kedua tangannya berubah kehitaman, terutama kuku jari tangannya. Kuku itu mengandung hawa beracun yang mematikan! Melihat itu, Hong San terbelalak. Kiranya gadis itu memiliki ilmu silat golongan sesat yang demikian dahsyat dan berbahaya. Dia maklum betapa berbahayanya kuku menghitam seperti itu dan sebentar saja dia sudah terdesak hebat dan selalu mengelak sambil berlompatan mundur dengan hati ngeri.

Karena tidak mampu lagi menahan desakan lawan, tanpa malu-malu lagi Hong San mencabut suling dan pedangnya, memutar kedua senjata ini, sulingnya memapaki lengan lawan dan menotok ke arah pergelangan, sedang pedangnya membabat ke arah leher!

"Tranggggg. !" Kembali Hong San terkejut karena

begitu pedangnya bertemu dengan pedang buruk di tang gadis itu yang menangkisnya, bunga api berpijar dan pedangnya terpental keras. Namun, dia sudah dapat mengatur ! seimbangan tubuhnya dan kini dia m nyerang dengancepat dan gencar, mengeluarkan semua kepandaiannya dan mengerahkan seluruh tenaga karena Hong San kini yakin betapa lihainya gadis ini dan kalau dia tidak berhati-hati, tidak mengeluarkan seluruh yang ada padanya, Akan sukarlah baginya mencapai kemenangan.

Terjadilah perkelahian yang amat seru dan dahsyat. Semua orang yang berada di situ memandang bengong, kaget dan kagum melihat betapa gadis jelita itu bukan saja mampu menandingi Hong San, bahkan agaknya membuat pemuda perkasa itu kewalahan! Can Hong San adalah putera Cui-beng Sai-kong Can Siok, seorang datuk sesat, seorang yang bahkan memiliki ilmu hitam dan mendirikan aliran agama baru penyembah Thian-te Kwi-ong. Hong San bukan saja telah mewarisi semua ilmu ayahnya, bahkan tingkatnya sudah melampaui ayahnya dan Jika pun dalam perkelahian antara ayah Jan anak yang aneh telah berhasil membunuh Cui-beng Sai-kong! Hal ini saja sudah membuktikan bahwa Hong San amat lihai. Kalau saja lawannya, Bu Giok Cu, hanya menjadi murid Ban-tok Mo-li, mustahil gadis ini akan mampu menandingi Hong San. Bahkan andaikata. Ban-tok Mo-li sendiri yang maju, iblis betina itu pun tidak akan mampu mengalahkan Hong San!

Akan tetapi, Giok Cu telah digembleng oleh Hek-bin Hwesio, seorang pendeta dan pertapa yang sakti. llmu-iilmu yang diberikan oleh Hek-bin Hwesio kepada gadis ini adalah ilmu-ilmu tingkat tinggi yang jauh lebih ampuh di bandingkan dengan ilmu-ilmu yang sesat seperti yang dipelajari Hong San. Oleh karena itu, dalam penghimpunan tenaga murni pun Giok Cu masih lebih bersih dan masih menang setingkat. Apalagi ditambah bahwa Giok Cu pernah menjadi murid tokoh sesat, maka ia mengenal ciri-ciri ilmu yang dimainkan Hong San, atau setidaknya ia tidak akan kaget menghadapi tipu-muslihat dalam ilmu golongan hitam itu.

Pedang di tangan Giok Cu boleh jadi amat kasar dan buruk, lagi tumpul. Namun itu bukanlah senjata sembarang saja, melainkan sebuah senjata pusaka yang amat ampuh. Hek-bin Hwesio mengatakan kepada muridnya bahwa pedang itu disebutnya Seng-kang-kiam (Pedang baja Bintang) dan menurut dongengnya, pedang kuno itu terbuat dari baja yang terkandung dalam batu bintang yang turun dari langit! Pedang terbuat dari semacam baja yang teramat keras dan kuat dan agaknya itulah yang menyebabkan mengapa pedang itu tidak dapat dibuat dengan baik, melainkan kasar dan tumpul. Akan tetapi keras dan kuatnya sungguh luar biasa sekali sehingga setiap kali pedang di tangan Hong San bertemu dengan Seng- kang-kiam maka pedang pemuda itu terpental keras! Padahal, pedang yang dipergunakan pemuda itu pun bukan pedang biasa, melainkan pedang yang cukup ampuh, peninggalan dari Cui-beng Sai-kong.

Pertandingan itu semakin seru dan kini bayangan kedua orang itu lenyap terbungkus sinar pedang mereka, juga saking cepatnya gerakan mereka sehingga tubuh mereka hanya menjadi bayangan. Namun, sesungguhnya walaupun kelihatan seimbang, diam-diam Hong San mulai bermandi keringat dingin karena dia terdesak hebat dan beberapa kali hampir saja sinar pedang Seng-kang-ku menyentuh tubuhnya. Dengan penasaran dan juga marah, tiba-tiba dia mengeluarkan suara melengking dan tubuhnya nampak melayang ke atas. Giok Cu juga loncat dan mereka mengadu senjata udara.

"Tranggg. ! Trakkk!!" Keduanya melayang turun dan ternyata suling di tangan Hong San telah remuk bertemu dengan pedang tumpul. Pemuda ini membalik dan memandan lawan dengan marah, lalu dia mengeluarkan suara melengking lagi, tubuhnya meloncat ke atas seperti seekor burung garuda hendak menyambar mangsanya Namun, Giok Cu juga meloncat ke atas menyambut serangan itu dan kembali terdengar suara nyaring bertemunya pedang diikuti percikan bunga api. Ketika keduanya turun, semua orang melihat betapa pundak Hong San berdarah, bajunya robek. Dia telah terluka karena pundak kirinya diserempet pedang yang nyaris membabat leher tadi!

Dengan wajah pucat Hong San memandang lawannya, keringat membasahi dahinya. Hampir dia tidak dapat menerima kenyataan ini. Dia telah dikalahkan oleh seorang perempuan! Seorang gadis muda. Hampir tak masuk akal ini! Akan 'tetapi dia pun amat cerdik. Dia tahu bahwa kalau dilanjutkan, dia pasti akan kalah, bahkan bukan mustahil dia akan roboh dan tewas di tangan gadis cantik jelita yang amat lihai itu. Tanpa malu-malu lagi dia menoleh kepada para pimpinan Pouw-beng-pang dan sekutunya.

"Kawan-kawan, mari kita bunuh mata-mata pemerintah ini!" Kim-bwe-eng Gan Lok memberi isyarat kepada kawan-

kawannya, lalu dia sendiri sudah mengeluarkan senjatanya yang nampak dahsyat, yaitu sebatang golok yang berkilauan saking tajamnya, dan pada gagang golok itu terpasang tantai. Mula-mula, begitu tangan kanannya memegang golok, tangan kirinya tiba-tiba bergerak ke arah pinggangnya dan begitu tangan itu membuat sentakan tiba-tiba tiga batang Hui-to (pisau terbang) menyambar ke arah leher, dada dan perut Giok Cu! Pisau-pisau terbang itu menjadi tiga sinar emas yang meluncur cepat dan mengeluarkan bunyi berdesing. Bukan main berbahayanya serangan itu dan nama besar ketua ini pun karena pisau-pisau terbangnya. Pisau itu berbentuk ekor burung garuda kuning emas. Biarpun ia bersikap tenang dan waspada, tak urung Giok Cu terkejut juga ketika ada tiga sinar meluncur cepat menyambar tubuhnya di tiga bagian itu. Namun, dengan cekatan, ia memutar pedang tumpulnya menjadi gulungan sinar seperti perisai lebar menutupi tubuhnya. Terdengar suara berdentingan dan tiga buah Hui-to (pisau terbang) itu pun terpental ke kanan kiri. Akan tetapi pada saat itu, sinar putih yang terang menyilaukan telah menyambar dari depan. Kembali Giok Cu harus memutar pedangnya menangkis. Belum pernah berhadapan dengan senjata golok sepert itu, dapat disambitkan seperti golok terbang dan kalau ditangkis lawan atau dielakkan, golok itu dapat ditarik kembali dengan rantai yang diikatkan pada gagangnya. Sungguh merupakan senjata yang berbahaya sekali.

Pada saat itu, Kim-kauw-pang Pouw In Tiong juga sudah maju menyerang, dan berturut-turut ketiga orang Kim-bwe- houw dan para pembantu lain ikut mengeroyok, hanya Yalami Cin yang berdiri bertolak pinggang dan hanya menjadi penonton. Dia adalah seorang suku Hui, bahkan menjadi kepala suku bangsa. 'seperti lajimnya, para kepala suku adalah orang-orang yang tinggi hati dan menganggap diri sendiri sebagai raja. Oleh karena itu, dia merasa amat rendah kalau harus mengeroyok seorang wanita, mengandalkan demikian banyaknya orang yang terdiri dari laki-laki yang menjadi pemimpin dan yang kesemuanya memiliki ilmu kepandaian tinggi. Juga, dia rasa yakin bahwa dikeroyok belasan orang yang demikian lihainya, sudah pasti bahwa gadis itu akan kalah dan dapat dirobohkan.

Dugaan Yalami Cin memang tidak berlebihan. Betapapun lihainya Giok Cu betapapun ampuhnya pedang Seng-kan kiam di tangannya itu, menghadapi pengeroyokan demikian banyaknya lawan yang rata-rata memiliki kepandaian tinggi membuat ia repot bukan main. Masih untung baginya bahwa ia tadi mempergunakan perhitungan tepat, yaitu sudah khawatir akan terjadinya pengeroyokan sehingga ia memilih tempat yang penuh pohon itu, bukan di tempat terbuka. Kalau ia harus menghadapi pengeroyokan seperti itu di tempat terbuka, tentu tidak akan mampu bertahan terlalu lama. Akan tetapi, dengan adanya pohon-pohon itu, ia dapat menyelinap di antara pohon- pohon dan pengeroyokan itu tidak dapat terlalu ketat karena tubuhnya terlindung dari serangan yang datang dari belakang pohon. Dan ia memiliki gin-kang (ilmu meringankan tubuh) yang baik sekali membuat tubuhnya bagaikan seekor tupai saja berloncatan dan menyelinap di antara pohon-pohon dan berputaran di situ. Dengan akal seperti itu, untuk sementara ia mampu mempertahankan diri, bahkan mampu kadang-kadang membalas serangan para pengeroyok. Akan tetapi agaknya tidak ada kemungkinan sama sekali baginya untuk meloloskan diri dari kepungan.

Hong San sudah mulai tertawa-tawa lagi dengan senang. "Nona manis, lebih baik engkau menyerah dengan tubuh yang mulus dan utuh daripada harus menyerah dengan tubuhmu hancur menjadi bahan bakso!"

Akan tetapi, Giok Cu menjawab ejekan ini dengan tusukan kilat dari balik pohon yang membuat Hong San harus cepat meloncat ke belakang. Giok Cu tidak mampu mengejar karena begitu ia muncul dari balik pohon itu, empat batang senjata yang sudah siap telah menyambarnya dari berbagai penjuru, la meloncat dan cepat menyelinap kembali ke balik sebatang pohon besar, menghadapi serangan tiga orang pengeroyok lain dan bagian belakangnya terlindung sebatang pohon yang besar.

Biarpun keadaan tempat perkelahian yang penuh pohon- pohon besar itu membantunya, tetap saja Giok Cu terdesak terus dan tidak mungkin dapat melepaskan diri dari kepungan yang ketat, keadaannya berbahaya sekali karena dianggap sebagai mata-mata pemerintah yang harus dibunuh, karena kalau tidak akan merupakan bahaya besar bagi persekutuan pemberontak itu. "Tring-tring-tranggg !" Kembali Giok Cu berhasil

menangkis dan memukul runtuh tiga batang pisau terbang yang dilontarkan Kim-bwe-eng Gan Lok, pang-cu dari Pouw- beng-pang. Pada saat itu dua batang golok menyambar dari kanan kiri dan sebatang pedang menusuk dari depan. Giok Cu yang berdiri membekangi pohon besar, segera memutar tubuhnya. Kembali terdengar suara dentingan nyaring dan nampak bunga berpijar ketika pedangnya berhasil menangkis tiga serangan itu sekaligus. Akan tetapi ketika ia menyelinap ke belakang pohon, ia agak terhuyung karena kakinya tersandung akar pohon. Kesempatan ini dipergunakan oleh Can Hong untuk menyerangnya dengan capingnya yang lebar. Caping itu dilontarkannya, berpusing dan menuju ke arah Giok Cu. ketika gadis itu menggerakkan pedangnya menangkis, caping itu terpental akan tetapi pada saat itu, pedang di tangan Hong San sudah menusuk ke arah tenggorokanl Giok Cu terkejut akan tetapi masih sempat merendahkan tubuh dan miring.

"Srttttt!" Bajunya di pundak kiri robek dan pundaknya terluka sedikit, lecet dan berdarah. Akan tetapi, karena terlalu bersemangat dalam penyerangan, pedang di tangan Hong San yang menyerempet pundak itu menancap pada batang pohon. Selagi Giok Cu hendak mempergunakan kesempatan ini untuk menyerang, dari kanan kiri sudah datang dengan bertubi lagi sehingga terpaksa, ia mengurungkan niatnya menyerang Hong San dan sebaliknya ia meloncat lagi ke pohon lain di mana kembali ia telah diserbu. Giok Cu menjadi sibuk sekali ini ia sudah mulai merasa lelah.

Tiba-tiba nampak bayangan berkelebat dan muncul seorang pemuda tinggi besar yang berpakaian sederhana. Tangannya memegang sebatang ranting kayu, akan tetapi begitu dia memutar ranting kayu itu menyerang tiga orang yang sedang mendesak Giok Cu, tiga orang itu terhuyung ke belakang karena dari ranting kayu itu menyambar hawa pukulan dahsyat sedangkan ujung ranting nampak berubah menjadi belasan batang menyambar-nyambar dengan totokan maut ke arah jalan darah di tubuh mereka.

"Nona, cepat lari. naik ke atas pohon!" kata Pemuda

Tinggi Besar itu sambil memutar tongkatnya melindungi. Begitu tongkat diputar, timbul angin yang dahsyat dan terdengar suara bersiutan mengejutkan.

Giok Cu baru sadar bahwa jalan satu-satunya memang melarikan diri lewat pohon-pohon itu. Mengapa tadi ia tidak memikirkan hal itu? Pohon-pohon di situ besar dan bagian atasnya seperti sambung-menyambung, maka dengan jalan berloncatan dari pohon ke pohon, lebih besar harapan untuk melarikan diri. Karena ia sudah merasa kewalahan menghadapi pengeroyokan orang sedemikian banyaknya dan kesemuanya lihai, tanpa berpikir panjang lagi Giok Cu segera mengerahkan gin-kangnya dan tubuhnya sudah melayang ke atas pohon! Sementara itu, pemuda tinggi besar itu sudah mengamuk. Tongkatnya berubah menjadi gulungan sinar kehijauan yang menerjang ke sana-sini, menutup jalan bagi para pengeroyok yang hendak melakukan pengejaran terhadap Giok Cu.

Sementara itu, melihat pemuda ini, Hong San terkejut sekali. Inilah pemuda yang pernah menggagalkan dia memperkosa ibu muda yang cantik manis itu, dan ini pula orang yang menggagalkan perampokan atas diri Liu Tai-jin. Karena dia sudah merasakan kelihaian pemuda tinggi besar itu, maka dia pun berseru lantang.

"Bunuh dia! Dia antek Liu Tai-jin dari kota raja!"

Mendengar ini, mereka yang tadi mengeroyok Giok Cu kini maju mengepung pemuda tinggi besar itu. Pemuda itu agaknya juga tidak ingin melawan melainkan hanya ingin menyelamatkan Giok Cu. Buktinya, dia yang tadi mutar tongkatnya, setelah melihat gadis itu melayang naik ke atas pohon, dia segera meloncat naik ke atas pohon dengan gerakan yang indah dan cepat.

"Kejar! Bunuh dia!" Hong San seru akan tetapi pada saat itu, terdengar suara Yalami Cin yang berteriak lantang.

"Jangan kejar! Kalau kalian memusuhi Huang-ho Sin-liong, kami suku bangsa Hui tidak akan mau bekerja sama lagi!!

Mendengar ucapan ini, Kim-bwe-Gan Lok cepat berteriak. "Saudara kalian, jangan kejar. Biarkan dia pergi!

Hong San mengerutkan alisnya, akan tetapi dalam keadaan seperti itu tidak berani menentang keputusan pang-cu, apalagi mendengar ucapan kepala suku Hui. Hanya diam-diam dia merasa tidak setuju sama sekali.

"Gan Pangcu, sudah jelas bahwa orang itu adalah pembantu Liu Tai-jin kota raja, kenapa dia dibiarkan pergi?" tanyanya, penasaran dan mendengar pertanyaan itu, Kim- bwe-eng Gan Lok memandang kepada Yalami Cin, seolah- olah pertanyaan itu dia operkan kepada kepala suku bangsa Hui itu.

Post a Comment