Dada dan perut pemuda itu terkena pukulannya yang mengandung racun, akan tetapi ada hawa sin-kang kuat yang membuat kedua tangannya terpental kembali dan kedua lengannya seperti lumpuh seketika. Dan sebelum dia sempat bergerak lagi, tahu-tahu kaki pemuda itu telah menyambar kakinya sendiri dan sekali lagi Ceng Ceng roboh terguling!
"Keparat, kau sudah bosan hidup!"
Bentaknya sambil meloncat bangun dan dengan pedang Ban-tok-kiam di tangan dia menyerang lagi. Akan tetapi sebelum dia sempat menusuk, tiba-tiba pemuda itu sudah mendahuluinya, dengan gerakan aneh sekali kedua lengannya bergerak, rantai belenggu mengeluarkan bunyi berdencing nyaring menulikan telinga, lenyap bentuk rantainya dan berubah menjadi sinar hitam yang menyambar dahsyat didahului oleh angin pukulan yang amat kuat ke arah kepala Ceng Ceng. Tentu saja Ceng Ceng menjadi terkejut sekali melihat serangan maut yang amat dahsyat ini, secepatnya dia mengelak ke samping akan tetapi tiba-tiba lengan tangannya yang memegang pedang menjadi lemas, pedangnya terlepas dan jatuh ke lantai guha karena entah bagaimana caranya, pergelangan tangannya telah kena ditotok oleh jari tangan pemuda itu.
"Aihhh....!"
Ceng Ceng menjerit akan tetapi kembali sinar hitam rantai belenggu menyambar ke bagian tubuhnya. Dia membuat gerakan mengelak ke belakang, namun tiba-tiba dia sudah roboh tertotok dalam keadaan lemas dan telentang di atas lantai. Dan pemuda itu dengan mata mengeluarkan sinar mengerikan lalu menubruknya, memeluk dan menciumi mukanya. Dapat dibayangkan betapa ngeri dan takut rasa hati Ceng Ceng, bercampur dengan rasa malu yang membuat dia hampir pingsan. Dia tidak mampu melawan lagi, tubuhnya sudah lemas dan menjadi lebih lemas dan gemetar saking tegangnya ketika dia merasa betapa hidung dan bibir yang amat panas itu, yang mendengus-denguskan napas yang memburu, merayapi seluruh mukanya.
Lehernya, telinganya, matanya, dahinya, hidungnya dan kemudian bibirnya diciumi oleh pemuda itu! Jerit tertahan mencekik leher Ceng Ceng. Selama hidupnya, belum pernah dia dicium pria, apalagi dicium bibirnya seperti itu, ciuman penuh nafsu yang seolah-olah membetot semangat dari tubuhnya! Dalam keadaan setengah pingsan Ceng Ceng memejamkan matanya ketika bibir yang panas itu mencium mulutnya, kemudian mendadak muka orang itu terangkat dan menjauh. Dia memaksa diri memicingkan mata dan melihat betapa pemuda itu berlutut, menutupi muka dan seperti orang menangis! Kemudian pemuda itu mendengus aneh dan meloncat berdiri, menurunkan kedua tangannya, memandang kepada Ceng Ceng dengan sinar mata penuh duka, lalu sekali meloncat dia lenyap berberkelebat ke luar guha!
Ceng Ceng mengeluarkan keluhan panjang dan air matanya bergerak menuruni kedua pipinya. Hatinya lega bukan main. Nyaris dia mengalami hal yang amat mengerikan dan yang hanya dapat dia bayangkan di dalam mimpi buruk saja. Ngeri dia membayangkan hal itu, dan kegelapan hatinya untuk sementara menghapus bayangan pengalaman tadi ketika dia diciumi oleh pemuda itu. Akan tetapi dia masih tidak berdaya, dia masih tidak mampu menggerakkan kaki tangannya. Dia tidak tahu apakah bahaya sudah tidak ada lagi. Baru saja dia terbebas dari bahaya yang leblh mengerikan daripada kematian, akan tetapi bagaimana kalau para pengejar, ketua lembah dan orang-orangnya secara tiba-tiba muncul di situ selagi dia masih belum mampu bergerak? Bagalmana kalau orang-orang lembah yang ganas dan kejam itu mengganggunya.
"Uhuuuhhh...."
Ceng Ceng terisak penuh rasa takut. Selama hidupnya baru tadi ketika dia dipeluk dan diciumi dia merasa ngeri dan ketakutan yang lebih hebat lagi. Sukar untuk membayangkan dia diganggu oleh orang-orang lembah. Lebih hebat daripada tadi!
"Keparat kau.... keparat kau....!"
Dia memaki-maki pemuda itu yang meninggalkan dia seperti itu. Dia telah menolong pemuda itu, kenapa pemuda itu berbalik memperlakukannya seperti itu? Dan kini meninggalkannya dalam keadaan tertotok dan sama sekali tidak berdaya?
"Hekkk....!"
Napas Ceng Ceng terhenti dan matanya memandang terbelalak ke luar guha. Tampak bayangan orang di luar guha, bayangan yang perlahan-lahan datang mendekat! Bayangan orang lembah? Makin dekat bayangan itu makin ngeri rasa hati Ceng Ceng. Dia berusaha mengerahkan sin-kangnya untuk membebaskan diri dari totokan, namun sia-sia belaka. Dia tidak berani bersuara bahkan napas pun ditahan agar jangan mengeluarkan bunyi. Akhirnya bayangan itu muncul di depan guha dan ternyata adalah pemuda tadi! Rambutnya awut-awutan, mukanya merah dan matanya kembali mengeluarkan sinar aneh yang berapi-api. Dengan langkah satu-satu pemuda itu menghampiri Ceng Ceng, langkah yang seolah-olah terjadi di luar kehendaknya.
"Jangan.... ah, jangan...."
Ceng Ceng merintih perlahan sambil memandang dengan muka penuh ketakutan. Pemuda itu kelihatan bingung, menjadi makin beringas dan sudah berlutut di dekat Ceng Ceng. Sampai hampir pecah rasa dada Ceng Ceng karena jantungnya berdebar keras penuh ketegangan. Pemuda itu menggerakkan tangannya sehingga rantai belenggu berdencingan, lalu jari-jari tangannya mengelus pipi Ceng Ceng. Dara ini mengeluh dan memejamkan matanya lagi, kemudian dikeraskan hatinya dan dia membuka mata lalu memaki.
"Keparat laknat! Apa yang akan kau lakukan? Tidak malukah engkau? Aku telah berusaha menolong-mu dan kau membalasnya dengan penghinaan seperti ini? Manusia macam apa engkau? Laki-laki macam apakah engkau ini?"
Kemarahan mengusir semua rasa takut dan ngeri dan kini Ceng Ceng memandang dengan mata bersinar-sinar. Pemuda itu seperti terpukul oleh dampratan itu, dia bangkit berdiri lagi, meragu dan tiba-tiba tangannya bergerak menampar kepalanya sendiri, lalu membalikkan tubuh dan terhuyung pergi ke pintu guha.
Hati Ceng Ceng menjadi lega. Tiba-tiba Ceng Ceng menjadi pucat. Sampai di pintu guha, pemuda itu berhenti, perlahan-lahan membalikkan tubuhnya, memandang kepada Ceng Ceng dengan sinar mata penuh gairah berahi, kemudian mengeluarkan suara keluhan dalam di kerongkongannya lalu.... meloncat seperti seekor harimau menerkam ke arah tubuh Ceng Ceng! Ceng Ceng menjerit akan tetapi mulutnya tersumbat ciuman dan ketika jari-jari tangan pemuda itu bekerja, Ceng Ceng merintih dan pingsan tidak ingat apa-apa lagi! Apa bedanya manusia dengan binatang kalau kesadarannya lenyap? Kesadaran lenyap menghilangkan pengertian, dan yang tinggal hanyalah kekerasan berdasarkan dorongan kebutuhan jasmaniah belaka, seperti binatang. Naluri yang ada hanyalah naluri kebutuhan badan.
Demikian pula dengan keadaan pemuda itu. Terpengaruh oleh racun yang amat hebat, yang bagi orang lain tentu mendatangkan akibat maut yang tak mungkin dapat dihindarkan lagi, pemuda ini kehilangan kesadarannya. Biarpun dia sudah berusaha melawannya dengan sedikit ingatan yang masih ada, namun hawa racun itu akhirnya menang, merampas seluruh kesadarannya dan membuat dia bertindak seperti binatang dan menurutkan dorongan kebutuhan jasmani yang pada saat itu dikuasai oleh nafsu berahi yang amat dahsyat sebagai akibat pengaruh racun yang memenuhi tubuhnya. Maka terjadilah hal yang tak mungkin dapat terelakkan lagi oleh Ceng Ceng dan tak mungkin dapat dipertahankan lagi oleh pemuda itu. Beberapa lama kemudian, tampak pemuda itu melangkah keluar dari guha, berkali-kali menampar kepalanya sendiri, dengan wajah muram namun tidak liar lagi, dan mulutnya mengeluarkan kata-kata berulang-ulang,
"Terkutuk....! Terkutuk....!"
Jauh lebih lama kemudian, Ceng Ceng mengeluh dan siuman.
Ternyata dia sudah dibebaskan dari totokan, tubuhnya terasa sakit-sakit dan ada sesuatu yang tidak wajar. Ceng Ceng teringat akan semua pengalamannya sebelum dia pingsan. Ingatan ini mengejutkan hatinya, apalagi, setelah dia melihat betapa pakaiannya terbuka dan terdapat noda darah di pahanya, tiba-tiba dia menjerit dan roboh pingsan lagi! Perlahan-lahan dara yang tertimpa malapetaka itu siuman, merintih dan menangis dengan sedih sekali. Dia mencengkerami tanah dan batu, memukul-mukul tanah dan menangis makin sedih. Makin dikenang, makin dibayangkan, makin sakit rasa hatinya karena dia kini sudah merasa yakin bahwa dia telah diperkosa oleh pemuda itu. Tiba-tiba dia meloncat berdiri, tidak mempedulikan pakaiannya yang terbuka, kedua tangannya dikepal, lalu disambarnya pedang Ban-tok-kiam yang masih berada di lantai guha.
"Jahanam....! Keparat buruk....! Manusia laknat! Iblis keji, aku bersumpah akan membunuhmu! Aku akan menyiksamu, akan kusayat-sayat tubuhmu, kuhan-curkan kepalamu, kuremuk semua tulang di tubuhmu!"
Dia memaki-maki dengan air mata bercucuran, kemudian sambil menangis dia membetulkan pakaiannya dan lari keluar dari guha dengan pedang terhunus di tangannya. Timbul kebenciannya yang hebat kepada pemuda itu, kepada laki-laki pada khususnya, kepada manusia pada umumnya. Tanpa disadarinya, saat itu terjadilah perubahan hebat pada dirinya.
Di lubuk hatinya tumbuh perasaan benci yang amat berat, yang meracuni seluruh darahnya, yang mengakibatkan watak yang kejam di dalam dirinya. Peristiwa hebat yang mengguncangkan seluruh batinnya itu menambah dengan hebatnya perubahan yang memang mulai terjadi di dalam dirinya akibat ilmu tentang racun yang sifatnya kejam semenjak dia menjadi murid Ban-tok Mo-li. Dengan semangat berapi-api untuk mencari pemuda itu dan mengadu nyawa dengannya, Ceng Ceng kembali memasuki dusun yang menjadi sarang Lembah Bunga Hitam. Dari jauh sudah tampak olehnya serombongan orang yang jumlahnya sembilan, dan orang-orang itu menjadi terkejut ketika melihat seorang gadis dengan pedang di tangan berlari cepat mendatangi dan langsung menyerang mereka dengan ganas!
Dengan kemarahan dan kebencian meluap di dalam hatinya, Ceng Ceng merobohkan dua orang, lalu menghadapi pengeroyokan tujuh orang anggauta lembah. Pedang Ban-tok-kiam merupakan senjata ampuh yang membuat jerih para pengeroyoknya. Seorang di antara mereka lalu bersiul-siul dan datanglah lebah-lebah beterbangan. Lebah putih yang beracun! Melihat ini, Ceng Ceng yang masih memutar pedangnya, cepat mengeluarkan bubuk hijau dan menanti sampai lebah-lebah itu datang mendekat. Disebarnya bubuk hijau itu di sekeliling dirinya dan lebah-lebah yang terkena serbuk hijau ini sebagian jatuh dan mati, sebagian lagi mabok dan tidak dapat dikendalikan lagi oleh anggauta lembah yang bersiul-siul! Sebaliknya,
Ceng Ceng lalu mengeluarkan serbuk merah, sambil menyerbu ke depan dan menaburkan serbuk merah ini ke udara, kemudian dengan gerakan pedangnya yang diputar-putar sehingga mendatangkan angin, dia berhasil membuat serbuk merah yang kini berubah menjadi semacam uap merah, menyambar ke arah para pengeroyoknya! Orang-orang lembah yang kesemuanya adalah ahli-ahli racun, ternyata tidak mengenal uap merah ini. Mereka hanya menjauhkan diri lalu menghampiri Ceng Ceng dari arah lain agar tidak terkena serbuk merah. Akan tetapi mereka mencium bau tajam dan celaka bagi mereka yang terdekat, karena kelihaian racun serbuk merah ini adalah pada baunya. Begitu mencium bau keras ini, dua orang menjadi pening dan terhuyung-huyung, berseru,
"Celaka!"