Halo!

Kisah Pendekar Bongkok Chapter 111

Memuat...

Namun, biar masih muda, Sie Liong adalah murid yang dikasihi dan digembleng oleh Pek Sim Sian-su, maka tentu saja dirinya sudah "berisi"

Dan segala macam kekuatan sihir tidak akan mudah mempengaruhi batinnya yang sudah kuat. Dia merasakan getaran ilmu sihir itu, namun cepat Sie Liong mengerahkan sin-kang melindungi dirinya dan sekali tongkatnya berkelebat, dua lutut kaki lawan telah dicium ujung tongkatnya. Thay Bo Lama mengeluarkan seruan kaget ketika tiba-tiba kedua kakinya menjadi lumpuh dan tanpa dapat dicegah lagi, diapun jatuh berlutut! Ternyata jeritannya mengandung perintah tadi disusul dengan dirinya sendiri yang berlutut, bukan lawannya.

"Thay Bo Lama, tidak berani aku menerima penghormatan itu!"

Kata Sie Liong sambil melangkah mundur dan menghadap ke samping. Sikapnya wajar dan sedikitpun tidak menunjukkan ejekan. Justru sikap ini yang membuat Thay Bo Lama menjadi malu dan marah bukan main. Setelah rasa kesemutan yang membuat kedua lututnya lumpuh tadi lenyap, diapun bangkit berdiri dengan muka merah dan matanya mencorong memandang pemuda bongkok itu penuh kebencian.

"Hyaaatt-ahh....!"

Tiba-tiba Thay Bo Lama, pendeta mata satu itu sudah menyerang Sie Liong dengan senjatanya yang ampuh, yaitu sebatang rantai baja yang panjang dan berat sekali. Rantai itu menyambar ganas ke arah kepala Sie Liong. Pendekar Bongkok sudah mengenal sejak dahulu akan kelihaian Tibet Ngo-houw ini, maka melihat rantai menyambar ganas, diapun merendahkan tubuhnya dan rantai itu lewat di atas kepalanya, kemudian diapun melangkah maju mendekat. Rantai itu panjangnya ada tiga meter sehingga kalau berkelahi jarak jauh, dia akan rugi. Rantai lawan dapat mencapai dirinya sedangkan tongkatnya yang hanya satu setengah meter panjangnya tidak akan dapat mencapai lawan.

Akan tetapi, Thay Bo Lama sudah menyambutnya dengan dorongan tangan kiri yang terbuka. Ada angin yang berbau amis manyambar ke arah Sie Liong. Pemuda ini meloncat ke kiri, maklum bahwa itu adalah pukulan yang mengandung racun. Memang, pendeta Lama yang matanya buta sebelah itu, selain amat lihai memainkan rantai bajanya yang panjang dan berat, juga terkanal memiliki pukulan beracun, juga pandai mempergunakan racun sebagai senjata atau alat untuk mengalahkan lawannya. Sambil melangkah maju, Sie Liong juga menggerakkan tongkatnya menusuk ke arah perut lawan baru ini. Namun tiba-tiba rantai baja itu ditekuk menjadi dua dan ternyata pendeta Lama itu kini memegang rantai di bagian tengah dan rantai yang tadinya tunggal dan panjang itu berubah menjadi dua rantai pendek karena dipegang bagian tengahnya!

Dan dua batang rantai itu berputar menangkis tongkat, bahkan membalas dengan serangan dari kanan kiri, dua helai rantai baja itu melakukan gerakan menggunting. Kembali Sie Liong melangkah ke belakang untuk menghindarkan diri dari guntingan sepasang rantai baja itu. Akan tetapi, dia mendengar angin bersiut ke arah kepalanya dari belakang. Cepat dia merendahkan tubuh sambil memutar tongkat untuk menyambut penyerangnya dari belakang itu. Kiranya Thay Bo Lama yang sudah menyerangnya dengan curang sekali. Thay Bo Lama yang tadi menghantamkan tombaknya ke arah kepala Sie Liong, kini berbalik malah diancam tongkat yang menusuk ke arah lambungnya dari samping. Cepat dia melempar tubuhnya mengelak, akan tetapi kaki Sie Liong menyambar dan diapun terpelanting! Untung bahwa tendangan itu tidak mengenai dengan tepat sehingga tubuh Thay Bo Lama hanya terpelanting saja dan tidak terluka.

Pada saat itu, Thay Hok Lama sudah pula menyerang dengan rentai bajanya. Ketika Sie Liong menggerakkan tongkat menangkis, ujung rantai yang panjang itu melibat tongkat! Maksud Thay Hok Lama tentu saja untuk merampas tongkat. Dia membetot keras untuk membuat tongkat di tangan pemuda itu terlepas. Akan tetapi Sie Liong mempertahankan dan dengan pengerahan sin-kangnya, diapun membalas, menarik dan..... tubuh Thay Hok Lama melayang terbawa tarikan itu, melambung ke atas sehingga terpaksa Thay Hok Lama pelepaskan belitan rantainya dan dia meloncat turun dengan muka berubah merah. Melihat betapa dua orang rekan mereka masih terdesak oleh Pendekar Bongkok, Thay Ku Lama memberi isyarat kepada dua orang sutenya, yaitu Thay Si Lama dan Thay Pek Lama.

Tiga orang ini serentak berloncatan turun ke gelanggang dan merekapun sudah menggerakkan senjata masing-masing melakukan pengepungan. Thay Ku Lama yang bermuka codet dan berperut gendut itu telah memegang goloknya, Thay Si Lama yang bermuka bopeng mempergunakan senjata cambuknya, sedangkan Thay Pek Lama yang barmuka pucat memegang sepasang pedang! Lengkaplah kini Tibet Ngo-houw (Lima Harimau Tibet) mengepung Pandekar Bongkok Sie Liong! Sie Liong tersenyum dan terbayanglah peristiwa beberapa tahun yang lalu ketika dia masih kecil. Ketika itu, diapun melihat Tibet Ngo-houw ini bertanding melawan tiga orang gurunya atau juga dapat disebut suhengnya, yaitu Himalaya Sam Lojin. Mereka adalah gurunya karena dia menerima gemblengan silat pertama dari mereka bertiga, akan tetapi merekapun kakak-kakak seperguruannya karena dia adalah murid Pek Sim Sian-su yang terhitung susiok (paman guru) dari Himalaya Sam Lojin.

Masih terbayang olehnya betapa Tibet Ngo-houw ini bertanding melawan Himalaya Sam Lojin, lima orang melawan tiga orang! Suatu pertandingan yang amat hebat dan dahsyat dan dia masih ingat betapa Himalaya Sam Lojin terdesak oleh Tibet Ngo-houw yang lihai itu. Untung ketika itu muncul Pek Sim Sian-su dan juga sute dari kakek sakti itu, Koay Tojin yang aneh dan Tibet Ngo-houw dapat dikalahkan dan diusir. Dan kini, dia seorang diri harus menghadapi pengeroyokan lima orang Lama yang amat lihai itu! Namun, dia sudah monerima gemblengan lahir batin dari Pek Sim Sian-su dan dia tidak merasa gentar sedikitpun juga.

"Hemm, aku datang mewakili para tosu yang dimusuhi hanya untuk minta keterangan mengapa mereka yang tidak berdosa itu dimusuhi, dan ternyata se-karang Tibet Ngo-houw juga berusaha keras untuk mengeroyok aku! Apakah inipun termasuk perintah Yang Mulia Dalai Lama? Ataukah nama beliau itu hanya kalian pergunakan untuk menjatuhkan nama Dalai Lama? Bukankah ini juga merupakan suatu muslihat dalam pemberontakan kalian terhadap Dalai Lama? Sungguh bagus sekali!"

Sie Liong berkata. Karena maklum bahwa dia telah masuk sarang harimau dan tidak dapat mengharapkan lolos, maka diapun tidak menyembunyikan perasaan dan dugaannya. Ucapan ini membuat lima orang pendeta Lama itu saling pandang dan tentu saja mereka merasa betapa janggalnya dan memalukan keadaan mereka di saat itu. Lima orang datuk besar persilatan yang namanya sudah menjulang tinggi, lima orang kakek sakti yang usianya sudah mendekati enam puluh tahun dengan senjata-senjata pusaka andalan mereka di tangan, kini mengepung seorang pemuda yang cacat tubuhnya, bongkok dan hanya memegang senjata sebatang tongkat kayu pula!

Betapa memalukan keadaan ini. Akan tetapi mereka berada di sarang sendiri, tidak ada orang luar yang menyaksikan peristiwa memalukan itu. Yang hadir di situ hanyalah para rekan mereka, yaitu Kin Sim Lama, yang tentu maklum bahwa mereka harus maju bersama menghadapi musuh yang demikian lihainya, meskipun masih amat muda dan bongkok pula. Betapapun juga, ucapan Sie Liong tadi menyentuh perasaan harga diri mereka dan kini mereka berdiri berjajar, tidak lagi mengepung. Hal ini mereka lakukan atas isyarat Thay Ku Lama orang pertama di antara mereka. Mereka hendak menggunakan tenaga gabungan mereka untuk mengalahkan Sie Liong sehingga tidak akan kelihatan terlalu mengepung dan mengeroyok!

Mereka berdiri berjajar sambil bergandeng tangan, Thay Ku Lama di ujung kanan sebagai kepala dan Thay Si Lama di sebelah kiri paling ujung sebagai ekor. Mereka membentuk suatu barisan yang mereka ciptakan sendiri dan nama barisan ini adalah Siang-thouw-coa (Ular Berkepala Dua). Memang barisan atau "tin"

Ini mirip garakan ular yang berkepala dua. Mereka berlima dengan bergandeng tangan menghadapi lawan dengan gerakan melingkar-lingkar dan meliuk-liuk dan yang menjadi penyerang utama hanyalah sang kepala dan sang ekor yang keduanya dapat berganti tempat. Jadi penyerang utama hanya Thay Ku Lama dan Thay Si Lama, sedangkan tiga orang Lama yang lain, karena kedua tangan mereka bergandeng untuk menyambung barisan itu, hanya membantu dengan tendangan-tendangan saja.

Menghadapi lima orang lawan yang sudah menyimpan senjata masing-masing dan kini bergandeng tangan itu, Sie Liong mengerutkan alisnya. Dia tahu bahwa Tibet Ngo-houw adalah lima orang pendeta Lama sakti yang amat berbahaya, lihai dan licik sekali. Maka, dia pun menduga bahwa mereka tentu akan mempergunakan suatu cara penyerangan yang istinewa, dan melihat cara mereka bergandeng tangan, diapun dapat menduga bahwa ini tentu semacam tin (barisan) dan cara bergandeng tangan itu menunjukkan bahwa mereka berlima tentu akan menyatukan tenaga sin-kang mereka. Ini berbahaya bukan main. Menghadapi mereka itu satu lawan satu, mungkin dia masih dapat menandingi kekuatan sin-kang mereka, bahkan mengatasi mereka. Akan tetapi kalau tenaga sin-kang mereka berlima disatukan, dia harus berhati-hati sekali, terutama kalau hendak mengadu tangan!

"Sie Liong, bocah sombong! Hendak kami lihat apakah engkau mampu menandingi barisan kami!"

Teriak Thay Ku Lama dan "barisan"

Lima orang ini mulai bergerak, melenggang-lenggok dan seperti ular berjalan mengelilingi Sie Liong! Thay Ku Lama berada paling depan sebagai kepala dan Thay Si Lama paling belakang sebagai ekor. Melihat lima orang pendeta Lama ini berjalan beriringan sambil bergandeng tangan seperti itu, sungguh merupakan penglihatan yang aneh dan lucu, seperti melihat lima orang anak kecil bermain-main saja. Akan tetapi Sie Liong sama sekali tidak menganggap demikian. Dia tetap waspada, melintangkan tongkatnya di depan dada dan pandang matanya, juga pande-ngaran telinganya, tak pernah melepaskan gerakan lima orang lawan itu.

Ketika lima orang itu mengelilinginya, dia tidak ikut memutar-mutar tubuh, hanya lenernya saja bergerak perlahan mengikuti mereka dan setelah mereka tiba di belakang tubuhnya, diapun memutar leher dari arah lain dan mengikuti gerakan mereka lagi hanya dengan menggerakkan leher. Tak pernah dia menggeser kaki yang selalu siap bergerak dengan sikap bertahan dan menjaga diri. Pancingan pertama ini saja sudah tidak berhasil. Tadinya, Siang-thouw Coa-tin (Barisan Ular Kepala Dua) ini mengelilingi lawan memancing agar lawan ikut pula berputar. Kalau lawan melakukan ini, mereka akan berlari cepat mengelilinginya, memaksa lawan berputar demikian cepat dan dengan mengubah-ubah arah, berbalik-balik, maka lawan yang berputaran di dalam lingkaran mereka tentu akan menjadi bingung dan juga pening sehingga kedudukannya menjadi lemah.

Namun, Pendekar Bongkok itu tidak mau memutar tubuh, hanya mengikuti gerakan mereka dengan leher saja. Kalau dilanjutkan seperti itu, bukan Pendekar Bongkok yang menjadi bingung, pening dan lelah, melainkan mereka sendiri. Gerakan Siang-thouw Coa-tin itu kini berubah, mereka masih mengitari Sie Liong akan tetapi berganti arah, yang tadinya ekor menjadi kepala dan kepala menjadi ekor. Berubah lagi beberapa kali, kemudian, atas isyarat Thay Ku Lama yang melihat pemuda itu tidak terpancing dan tenang saja, Thay Si Lama melakukan penyerangan pertama. Ta-ngan kirinya bergandeng dengan tangan Thay Pek Lama, kini dia mempergunakan tangan kanan untuk menghantam ke arah kepala Sie Liong.

"Wuuuuuuttt....!"

Sie Liong cepat mengelak karena dia merasa betapa pukulan itu mengandung angin pukulan yang amat dahsyat. Ketika pukulan itu melewati atas kepalanya, tiba-tiba barisan itu membalik dan kini "ekornya", yaitu Thay Ku Lama sudah berganti kedudukan menjadi kepala dan tangan kiri orang pertama dari Tibet Ngo-houw ini sudah mencengkeram ke arah dada Sie Liong! Cepat dan tidak terduga sekali gerakan ini sehingga Sie Liong terkejut. Dia cepat membuang diri ke belakang sambil berjungkir balik.

"Brettt....!"

Ujung baju di dada Sie Liong tersentuh cengkeraman tangan kiri Thay Ku Lama dan terbukalah lubang di baju bagian dada itu, dan bekas robekan menjadi hangus! Sambil melompat menjauhi, Sie Liong yakin bahwa dugaannya benar. Lima orang itu menyatukan tenaga sin-kang dan dia seolah menghadapi seorang lawan yang memiliki kekuatan sin-kang yang amat hebat. Akan tetapi dia tidak diberi kesempatan untuk berpikir banyak karena pada saat itu, Siang-thouw Coa-tin telah bergerak lagi dan dengan dahsyat dan cepatnya, juga dengan cara yang aneh dan tidak dapat diduga sebelumnya, menyerangnya dengan hantaman-hantaman tangan yang mengandung sin-kang amat kuat.

Sukar diduga siapa yang akan menyerangnya, Thay Ku Lama ataukah Thay Si Lama. Namun, Sie Liong sudah cepat mempergunakan langkah-langkah ajaib yang pernah dilatihnya dari Pek Sim Sian-su. Langkah-langkah yang menjadi dasar dari Thian-te Sin-tung dan yang membuat tubuhnya berkelebatan bagaikan bayang-bayang saja dan biarpun dia terdesak hebat, namun sampai belasan jurus lamanya, belum pernah ada pukulan lawan yang mampu menyerempetnya lagi. Setelah dua puluh jurus dia selalu mengelak sambil memperhatikan gerakan barisan lima orang itu, akhirnya diapun tahu bahwa yang dimaksudkan dengan Ular Kepala Dua adalah karena dua orang yang berada di kedua ujung itulah yang menyerangnya secara bergantian, dan mereka itulah kepala dan ekor, akan tetapi ekor dapat pula menjadi kepala dan sebaliknya.

Justeru perubahan tiba-tiba inilah yang membingungkan lawan. Dan diapun melihat betapa tiga o-rang pendeta Lama lainnya yang menjadi penghubung dan penyalur tenaga sin-kang yang disatukan, tidak dapat banyak berbuat sebagai penyerang karena kedua tangan mereka saling gandeng. Hanya kadang-kadang saja tiga orang ini membantu dengan tendangan kaki, akan tetapi karena tubuh mereka tidak bebas, dengan kedua tangan saling bergandengan itu mereka seperti terikat oleh barisan, maka tendangan mereka itu pun tldak banyak artinya bagi Sie Liong. Dan pemuda yang cerdik inipun menemukan suatu kenyataan yang memberi harapan, yaitu bahwa di bagian "tubuh"

Atau tengah yang dimainkan tiga orang inilah bagian barisan itu yang paling lemah!

"Yaaaaattt....!"

Thay Ku Lama sudah menyerang lagi dengan hantaman telapak tangan terbuka ke arah dada Sie Liong ketika pemuda itu membalik dari elakan serangan sebelumnya. Bukan main kerasnya angin pukulan itu. Sie Liong yang sudah membuat perhitungan matang, lalu menggerakkan kedua tangan pula untuk menyambut pukulan itu dari jarak dua meter. Dia tentu saja tidak berani menyambut langsung, maklum betapa hebatnya tenaga gin-kang yang mendorong pukulan itu. Akan tetapi dalam jarak dua meter, dia berani mengambil resiko karena tidak terlalu berbahaya. Dia juga mengerahkan sin-kang yang lemas, tidak mau mengadu keras lawan keras karena tenaga sin-kang jelas jauh kalau dibandingkan tenaga lawan yang disatukan itu, jauh kalah.

"Desss....!"

Dua pasang tangan itu tidak sampai bertemu, tidak saling sentuh, akan tetapi tenaga sin-kang yang menyambar sebagai kekuatan dahsyat itu telah saling bertemu dan bertumbuk di udara. Akibatnya hebat bukan main. Sie Liong merasa seperti didorong oleh angin taufan dan diapun terlempar!

Dukungan & Donasi

Bantu kami terus update dengan memberi dukungan melalui:

BCA 7891767327
Trakteer
Post a Comment