Halo!

Jodoh Rajawali Chapter 129

Memuat...

"Aku akan menggabungkan tenagaku dengan Paman Kian Bu, Kai-ong, dan tentang penggunaan jarum emas, kebetulan sekali aku telah mempelajarinya dari guru suamiku."

"Bagus sekali kalau begitu!"

Sai-cu Kai-ong berseru girang dan kagum. Juga Kian Bu merasa girang sekali dan cepat-cepat dia membantu Ceng Ceng membuka baju Kian Lee, kemudian pemuda itu duduk bersila di atas pembaringan. Ceng Ceng lalu mengeluarkan empat batang jarum emas. Dengan gerakan hati-hati namun cekatan, dia lalu menancapkan jarum-jarum itu pada dahi di antara kedua mata, di tengkuk, dan di kedua pundak Kian Lee yang sama sekali tidak merasakan nyeri. Kemudian, Ceng Ceng menyuruh Kian Bu duduk bersila di belakang Kian Lee,

Sedangkan dia sendiri duduk bersila di depan pemuda yang diobati itu, kemudian mereka berdua mengulur lengan, menempelkan telapak tangan di punggung dan dada Kian Lee menurut petunjuk Ceng Ceng. Mulailah mereka mengerahkan tenaga sinkang mereka dari pusar, sesuai dengan petunjuk nyonya muda yang lihai itu. Di dalam Kisah Sepasang Rajawali telah dituturkan bahwa sebelum menjadi isteri Kao Kok Cu, Ceng Ceng pernah menjadi murid Ban-tok Mo-li, seorang nenek iblis ahli racun yang amat lihai dalam hal ilmu tentang racun dan dari nenek ini Ceng Ceng telah mempelajari ilmu-ilmu yang mujijat tentang segala macam racun yang dipergunakan oleh dunia persilatan. Tentu saja, selain pandai menggunakan racun, dia pandai pula mengobati segala macam penyakit akibat racun.

Setelah dia menjadi isteri Kao Kok Cu, melihat keahliannya ini. Dewa Bongkok Bu Beng Lojin dari Istana Gurun Pasir lalu menurunkan pelajaran ilmu pengobatan dari golongan putih yang mempergunakan sinkang dan jarum emas untuk mengubah keahlian yang berdasarkan ilmu kaum sesat itu menjadi ilmu yang bersih pula. Karena hawa pukulan yang melukai tubuh Kian Lee adalah penggabungan antara tenaga yang sifatnya panas dan dingin seperti yang dilatih oleh Kian Bu, maka cara pengobatannya juga menyalurkan dua macam tenaga. Ceng Ceng menyuruh Kian Bu menggunakan inti tenaga Swat-im Sin-ciang sedangkan dia sendiri mempergunakan sinkang yang berhawa panas. Dengan dua macam hawa sakti itu, mereka berdua mengalirkan tenaga mereka ke dalam tubuh Kian Lee.

Dan jarum-jarum emas itu melakukan tugasnya untuk mencegah masuknya hawa-hawa yang amat kuat ini ke bagian-bagian tertentu yang lemah dan untuk mengurung tenaga sinkang Kian Lee sendiri agar jangan bangkit melakukan perlawanan. Terasalah oleh Kian Lee betapa tubuhnya disusupi dua macam hawa yang amat dingin dan amat panas, dua hawa yang saling bertentangan dan yang mula-mula membuat tubuhnya kadang-kadang menggigil kedinginan dan kadang-kadang berkeringat kepanasan, akan tetapi lambat-laun dua tenaga itu seperti dapat bersatu dan membuat dia merasa nyaman sekali. Tanpa disadarinya, Kian Lee tertidur dan melihat ini, Ceng Ceng memberi tanda kepada Kian Bu untuk perlahan-lahan menarik kembali tenaganya. Kemudian nyonya muda ini dibantu oleh Kian Bu merebahkan Kian Lee yang pulas itu ke atas pembaringan setelah dia mencabuti kembali empat batang jarum emas tadi.

"Biarkan dia tidur. Pengobatan ini diulang sekali lagi dan dia akan sembuh sama sekali,"

Kata Ceng Ceng setelah mereka semua meninggalkan kamar itu dan menutupkan daun pintunya. Bukan main girangnya hati Kian Bu mendengar ini. Dia memegang tangan Ceng Ceng, mengepalnya erat-erat dan berkata,

"Terima kasih, engkau benar-benar keponakanku yang amat hebat!"

Katanya. Ceng Ceng hanya tersenyum akan tetapi merasa betapa matanya menjadi basah. Sambil menanti sehari semalam lamanya untuk mengobati Kian Lee lagi, mereka semua bercakap-cakap di ruangan tamu yang luas. Kesempatan ini mereka pergunakan untuk saling menceritakan pengalaman mereka dan tentu saja masing-masing menjadi terkejut, marah, penasaran dan berduka sekali ketika mendengar malapetaka yang menimpa diri masing-masing. Bekas Jenderal Kao mengepal tinju dan matanya yang lebar terbelalak.

"Brakkk!"

Untung meja itu tidak pecah oleh hantaman tinjunya ketika orang tua ini dengan gemas menampar dengan tangannya ke atas meja di depannya.

"Jahanam manakah berani menculik cucuku? Aihhh, jangan-jangan cucuku itu bukan diculik orang melainkan pergi sendiri dan hilang seperti yang dialami oleh ayahnya di waktu kecil?"

Ceng Ceng menggeleng kepalanya.

"Tidak, Ayah. Kami berdua sudah menyelidiki dan beberapa kali kami menemukan jejak Cin Liong diajak seseorang. Akan tetapi anehnya, orang yang mengajaknya itu selalu berganti-ganti sehingga kami menjadi bingung dan sampai sekarang kami berdua belum berhasil menemukannya."

Nyonya muda itu mengusap air mata yang menetes turun. Betapapun gagahnya Ceng Ceng, namun sebagai seorang ibu, tentu saja hatinya seperti disayat-sayat oleh kekhawatiran kalau dia nengingat akan puteranya yang hilang. Kini tiba giliran Kao Liang menceritakan tentang keadaannya yang dipecat atau istilah halusnya dipensiun dan betapa ketika dia sekeluarga hendak pulang ke kampung halaman, di tengah jalan terjadi malapetaka sehingga harta bendanya dicuri orang dan semua anggauta keluarganya diculik orang.

"Ehhh....!"

Kini Ceng Ceng yang bangkit berdiri dengan muka pucat.

"Siapakah mereka yang begitu jahat?"

Dia duduk kembali dan mendengarkan penuturan ayah mertua dan dua orang adik iparnya itu dan dia menggeleng-geleng kepala ketika mendengar betapa ayah mertuanya dan dua orang adik iparnya pernah menyangka keluarga Pulau Es yang melakukannya, bahkan mereka pernah menyerang Suma Kian Lee dan Suma Kian Bu karena mengira bahwa mereka inilah yang melakukan semua kejahatan terhadap keluarga mereka.

"Akan tetapi, baru kemarin kami bertemu dengan Sicu Suma Kian Bu dan kami sadar bahwa bukan mereka yang melakukannya, bahkan mereka berjanji hendak membantu kami."

Kakek itu menutup penuturannya sambil menarik napas panjang. Ceng Ceng mengerutkan alisnya.

"Memang tidak mungkin kalau kedua orang Paman Suma yang melakukan kejahatan seperti itu. Ayah, kini timbul dugaanku bahwa sangat boleh jadi hilangnya Cin Liong ada hubungannya dengan penculikan terhadap keluarga kita itu!"

"Ahhh....!"

Kao Liong dan dua orang puteranya berseru kaget.

"Saya dan puteramu telah mengunjungi semua orang yang agaknya dipandang sebagai orang-orang yang memusuhi Istana Gurun Pasir, akan tetapi tidak seorang pun di antara mereka yang melakukan penculikan atas diri Cin Liong. Oleh karena itu, agaknya hanya orangorang yang memusuhi Ayah saja yang akan melakukannya, tahu bahwa Cin Liong adalah cucu Ayah. Mengingat akan kedudukan Ayah dahulu, tentu banyak sekali orang-orang yang memusuhi Ayah."

"Ahhh.... kiranya benar dugaanmu itu, mantuku. Benar sekali! Bahkan tempo hari kami bertiga pun hampir celaka oleh puteri mendiang pemberontak Kim Bouw Sin. Sama sekali tidak pernah kusangka-sangka sebelumnya bahwa Kim Bouw Sin meninggalkan seorang anak yang kini hendak membalaskan kehancuran keluarganya kepadaku. Mungkin.... mungkin sekali musuh-musuhku yang selain melakukan penculikan atas diri keluarga kita juga telah menculik anakmu. Akan tetapi siapa? Para penjahat dan pemberontak yang jatuh olehku ketika aku masih menjadi panglima begitu banyak, ratusan, mungkin ribuan. Kemana kita harus menyelidiki?"

"Saya dan Kok Cu koko berjanji akan bertemu di Pao-ting sepekan lagi. Mari kita berunding dengan dia untuk mengambil keputusan."

Girang sekali hati ayah dan dua orang puteranya itu mendengar bahwa dalam waktu sepekan lagi mereka dapat bertemu dengan Kao Kok Cu karena hanya kepada pendekar inilah mereka menggantungkan harapan. Mereka lalu meneruskan percakapan, menceritakan pengalaman masing-masing.

Sementara itu, atas kemauannya sendiri yang keras, Hweee Li minta agar dia diperkenankan menjaga Kian Lee di kamarnya. Sai-cu Kai-ong dan Kian Bu tidak bisa melarang gadis yang keras kepala ini sehingga akhirnya dia diperkenankan menjaga Kian Lee di dalam kamarnya, ditemani oleh Kian Bu. Adapun Sai-cu Kai-ong sendiri sibuk memasak obat karena dia hendak memberi kesempatan kepada Ceng Ceng dan ayah mertuanya untuk bercakap-cakap urusan kekeluargaan mereka yang tentu saja tidak boleh dicampuri atau didengarkan oleh orang luar. Siauw Hong membantu gurunya ini dengan tekun. Pada keesokan harinya, kembali Ceng Ceng dan Kian Bu mengerahkan sinkang mengobati Kian Lee yang ternyata benar saja sudah hampir sembuh sama sekali setelah menerima pengobatan pertama itu.

Dibantu pula dengan obat-obat Sai-cu Kai-ong, maka setelah pengobatan ke dua yang dilakukan Ceng Ceng dibantu oleh Kian Bu, maka boleh dibilang keadaan Kian Lee sudah pulih kembali! Dia sudah sehat kembali, juga tenaganya sudah pulih dan hanya tubuhnya saja masih kurus dan mukanya masih agak pucat. Namun, dia telah sembuh sama sekali! Tentu saja Kian Bu girang bukan main. Demikian pula Sai-cu Kai-ong menjadi girang dan raja pengemis ini lalu memerintahkan para muridnya untuk mempersiapkan masakan dan minuman karena dia hendak menjamu para tamu yang terhormat itu. Semua orang bergembira dan mengucapkan selamat kepada Kian Lee yang tersenyum dengan wajah cerah di antara mereka yang mengelilingi meja perjamuan yang besar dan penuh dengan masakan dan minuman.

"Terima kasih.... terima kasih,"

Kata Kian Lee dengan terharu setelah dia minum arak menyambut ucapan selamat mereka.

"Terutama sekali terima kasih kuhaturkan kepada Paman Yu Kong Tek yang berjuluk Sai-cu Kai-ong yang telah menyelamatkan saya. Terima kasih kepada keponakan saya Ceng Ceng yang telah mempercepat kesembuhan saya dengan kepandaiannya yang tinggi, dan juga kepada Nona Hwee Li yang telah membantu adik saya memperoleh jamur panca warna. Kepada Paman Kao Liang dan kedua Saradara Kao, saya juga berterima kasih atas kunjungan mereka."

Semua orang tersenyum dan merendahkan diri. Kemudian Kian Bu berkata,

Post a Comment