Itulah sebabnya dia segera melompat keluar.
Kedua tojin dan seorang kawannya yang bertubuh pendek itu waktu melihat Eng Song telah tertawa gelak-gelak mengejek.
Tadinya mereka menyangka yang membentak begitu adalah seorang jago yang tentunya merupakan tokoh rimba persilatan, yang menjadi orang undangan dari Bin An Sienie.
Tetapi siapa nyana kenyataannya malah sebaliknya.
Hanya seorang anak lelaki kecil belaka.
Salah seorang Tojin telah melangkah maju menghampiri Eng Song, dengan sikap mengejek dia telah membentak : "Anak haram dari mana kau bisa muncul disini? Apakah kau anak haramnya dari salah seorang niekouw didalam kuil ini?" Mendengar perkataan si Tojin yang begitu menghina dan mengejeknya keterlaluan, Eng Song merasakan darahnya meluap, dia mengeluarkan bentakan dan mengayunkan kepalan tangan kanannya yang berukuran kecil.
Si Tojin tidak mengelakkan diri dari serangan tersebut, malah sambil tertawa gelak-gelak dia memasang perutnya, menerima tibanya serangan yang dilancarkan Eng Song.
Kepalan tangan Eng Song singgah telak sekali diperut Tojin itu, tetapi kesudahannya malah celaka buat Eng Song.
Sebab pukulan yang dilancarkan Eng Song tidak memperlihatkan hasil sedikitpun juga, tubuh si Tojin berdiri tegak ditempatnya, dan malah masih tertawa mengejek.
Dan celakanya ketika Tojin itu mengembungkan perutnya, maka segera ada serangkum tenaga yang mendorong Eng Song.
Tanpa bisa ditahan lagi oleh si bocah, tubuhnya telah terguling ditanah, dia merasakan kepalanya seperti diputar-putar, matanya berkunang-kunang karena tubuhnya seperti juga sehelai daun kering yang telah terhembus angin yang keras.
Ternyata, Tojin itu memang telah mempergunakan tenaga dalamnya yang tinggi.
Dia merupakan seorang tokoh dari rimba persilatan yang memiliki kepandaian yang tinggi sekali, maka sekali saja dia menggerakkan tenaga dalamnya, walaupun hanya tiga bagian belaka, tetap saja telah membuat Eng Song terguling-guling begitu hebat.
Dengan menahan perasaan sakit bukan main, Eng Song telah melompat berdiri.
Karena si bocah sendiri terkejut waktu dia teringat bahwa malam ini mungkin juga penyerbuan yang dilakukan oleh Ong Peng Hin dan orang-orangnya terhadap Gobie Pay.
Dan disaat itulah Eng Song baru teringat, mungkin juga Thio Sun Kie dan Bin An Sienie, bersama beberapa niekouw dari Gobie-pay tengah sibuk menghadapi penyerbuan ini.
"Bocah! Lebih baik kau menggelinding pergi dari mata Pinto (aku) sebelum Pinto merobah pikiran dan menginginkan selembar jiwamu itu!" bentak si Tojin dengan suara yang bengis.
Tetapi tidak terduga, dengan nekad, justeru Eng Song telah melompat menerjang lagi, dia bermaksud akan memukul lagi dengan kedua tangannya.
Pukulan yang dilancarkan oleh Eng Song mana dipandang sebelah mata oleh Tojin itu.
Sambil tertawa-tawa mengejek, dia malah telah mengibaskan lengan jubahnya, dan tanpa ampun lagi malah telah membuat tubuh Eng Song jadi terguling-guling keras sekali diatas tanah.
Namun Eng Song benar-benar kedot, dia telah bangun kembali biarpun telah jontor terantuk batu waktu dia terguling diatas tanah.
Dengan mengeluarkan suara teriakan yang sangat nyaring, dengan kalap Eng Song telah menerjang lagi.
Si bocah pikir, memang biar bagaimana dia harus berusaha agar ketiga orang ini 68 Kolektor E-Book tidak sempat untuk membakar kuil dan ruang sembahyang Gobie-pay.
Tanpa memperdulikan keselamatan jiwanya lagi, Eng Song malah bermaksud akan memukul lagi.
Tetapi, si Tojin sendiri rupanya telah habis sabar.
Obor ditangan kirinya telah di lemparkannya kesamping, keatas tanah, lalu ketika tubuh si bocah she Ma itu telah menerjang lagi, dengan cepat tojin ini telah mencengkeram baju bagian dada dari Eng Song, dia mengangkatnya tinggi-tinggi tubuh si bocah, lalu dia telah membantingnya dengan keras.
"Bukkkkk!" Tubuh Eng Song telah terlempar tinggi ketengah udara dan terbanting keras diatas tanah dengan mengeluarkan suara menggabruk keras.
Dan seketika itu juga Eng Song merasakan dunia seperti berputar, dan juga tanah yang menerima jatuhnya dia telah bergoyang-goyang seperti terjadi gempa, langit juga seperti akan runtuh menimpah kepalanya, pandangan matanya gelap berkunang-kunang.
Tetapi rupanya tojin itu masih belum puas.
Dia telah menghampiri Eng Song dan telah mencengkeram bajunya lagi.
Dan dia mencengkeram dengan tangan kirinya, sedangkan tangan kanannya telah menempiling berulang kali muka si bocah.
Keras sekali tamparan-tamparan yang dilakukan oleh si Tojin, sampai terdengar suara ?ketepok-ketepak? berulang kali membuat muka Eng Song seketika itu juga jadi bengap dan dia merasakan telapak tangan dari si Tojin bagaikan lempengan besi yang selalu singgah di kepala dan pipinya.
Dalam keadaan kepala yang puyeng seperti itu, Eng Song jadi nekad.
Tanpa memperdulikan perasaan sakit pada mukanya, dia tahu telah mengulurkan kedua tangannya, dicekalnya pergelangan tangan dari si Tojin, lalu ditariknya tangan pendeta itu, sedangkan Eng Song telah membarengi pentang mulutnya, mata jari telunjuk dari tangan si Tojin telah kena digigitnya! Sekeras-kerasnya dia menggigit, sehingga si Tojin menjerit-jerit kesakitan.
Sedikitpun juga Tojin ini tidak menyangka bahwa Eng Song dapat melakukan hal seperti itu.
Mimpi juga Tojin ini bahwa jari telunjuknya bisa digigit dengan nekad oleh Eng Song, maka dari itu, dia berjingkrak-jingkrak saking kesakitan, namun Eng Song tetap menggigit jari telunjuk dari pendeta itu dan saking kesakitannya, Tojin itu melayangkan tinju tangan kirinya.
"Bukkkkk!" kening Eng Song kena dihajarnya telak sekali oleh kepalan tangan si Tojin, tetapi Eng Song tetap saja tidak mau melepaskan gigitan pada jari telunjuk tangan si Tojin, malah dia terus juga menggigit dengan keras.
Tentu saja Tojin itu kesakitan bukan main, saking kesakitan, dia telah melompat-lompat tidak tahu harus berbuat bagaimana.
Sedangkan Eng Song yang telah nekad, merasakan waktu keningnya dihajar oleh kepalan tangan Tojin itu, sakit bukan main.
Otaknya seperti tergetar dan seperti mau bercopotan keluar.
Kepalanya juga pusing bukan main, disamping pandangan matanya yang berkunang-kunang gelap.
Tetapi disebabkan bocah ini telah nekad, maka dia menggigit terus jari telunjuk Tojin ini.
Dan dihatinya dia berpikir : "Hemmmm, aku mau lihat, apa yang bisa kau lakukan!!? Akan kugigit putus jari telunjukmu ini, biar seumur hidup kau menjadi manusia bercacad!!" Dan waktu Eng Song berpikir begitu, dia memang merasakan betapa asinnya darah.
Dan juga, dia telah merasakan betapa giginya terbenam dalam sekali.
Dikala itu, tentunya si Tojin kesakitan bukan main, sebab kalau Eng Song menggigit terus, dia bisa mematahkan tulang jari telunjuk itu, yang berarti putusnya jari telunjuk si Tojin.
Setelah berjingkrak-jingkrak saking kesakitan, sampai menitikkan air mata, si Tojin mengerang murka bukan main.
69 Kolektor E-Book Sedangkan Tojin yang seorangnya lagi bersama kawannya yang bertubuh pendek itu, memandang seperti orang kesima, mereka kaget dan hampir tidak mau mempercayai apa yang mereka lihat.
Seumur hidup mereka, baru kali ini melihat pemandangan seperti ini, seorang tokoh rimba pelsilatan seperti Tojin yang seorang itu, telah digigit jari telunjuknya oleh seorang bocah cilik seperti Eng Song.
Saat itu, saking kesakitan yang tidak tertahan, si Tojin baru teringat, mengapa tadi waktu dia menghantam kening si bocah tanpa mempergunakan tenaga dalam? Bukankah kalau dia membuka tenaga dalamnya yang disalurkan pada kepalan tangan kirinya, dia bisa menghajar hancur batok kepala si bocah.
Berarti gigitan pada jari telunjuknya itu akan dapat dibuka? Teringat begitu, si pendeta saking gusarnya, telah menyalurkan lima bagian tenaga saktinya pada kepalan tangan kirinya, dia telah mengayunkannya untuk menghajar batok kepala si bocah.
Tetapi biarpun Eng Song melihat bahaya yang dapat mengancam jiwanya, tetap saja si bocah tidak jeri, dia sudah nekad sekali, maka dia pikir paling tidak batok kepalanya yang akan hancur dihantam oleh kepalan tangan kiri si imam, tetapi dia tetap akan menggigit terus, binasa dengan gigi yang akan menggigit putus jari tangan si imam.
Dia puas biarpun pembalasan dan gigitannya itu harus dibayar mahal dengan jiwanya.
Tetapi dalam kenekadan yang sangat seperti itu, Eng Song mana mau memikirkan pula perihal kematian dan jiwanya lagi? Dia lebih mementingkan asal dapat mengigit putus jari tangan si Tojin, hatinya sudah puas.
Tetapi si Tojin sendiri waktu tangannya itu meluncur akan menghantam kepala Eng Song.
disaat itu juga dia terkejut bukan main, sebab dia merasakan betapa kalau dia sampai menghajar kepala si bocah, maka si bocah akan terkejut dan kesakitan? Dan dalam kaget dan kesakitan itu, bukankah si bocah bisa saja jadi menggigit putus jari tangannya? Karena berpikir begitu si Tojin jadi menggidik sendirinya, dia telah membatalkan maksudnya untuk menghajar batok kepala Eng Song sampai hancur, dia hanya menarik pulang tenaga dalamnya dan meneruskan hantamannya kekening Eng Song dengan pukulan yang memiliki tenaga biasa saja.
Begitu kepalan tangan dari Tojin itu mendarat dikening Eng Song, si bocah merasakan pandangan matanya gelap sekali dan dia tidak memperdulikan perasaan sakit dari keningnya itu, dan Eng Song telah menggigit lebih keras lagi.
"Aduhhhh....
jangan menggigit begitu keras!!" pendeta itu telah menjerit kesakitan bukan main.
Tetapi Eng Song tidak mau memperdulikannya, dia telah menggigit terus dengan keras, maksudnya memang ingin menggigit putus jari tangan itu.
Tojin itu telah berjingkrak-jingkrak kesakitan bukan main.
Dia telah menjerit-jerit kesakitan berulang kali seperti seekor anjing yang terjepit ekornya.
Di saat itulah, si Tojin yang seorangnya lagi yang melihat kejadian seperti ini telah melompat mendekati Eng Song, dengao cepat dia mengibaskan telapak tangannya.
"Plaaakkkk!!" dia telah menempiling muka Eng Song dengan keras, sampai si bocah saking kaget rahangnya kena dihajar telapak tangan itu, telah celangap mulutnya terbuka.