Orang itu memandang dengan mata curiga dan mulutnya menyeringai dengan mengejek. Ternyata ia tidak mau percaya akan keterangan Tiong Han.
"Kau? Utusan dari Jenderal Gak? Siapa mau percaya obrolanmu ini? Pakaianmu bukan seperti seorang perwira atau perajurit. Jangan kau mencoba membohongi aku!" Kemudian dengan sikap mengancam ia memandang tajam dan berkata,
"Lebih baik kau mengaku bahwa kau adalah seorang mata-mata dari barisan pemberontak!"
"Kau benar-benar galak, sahabat. Sebaliknya, kau ini siapakah? Apakah kau juga seorang anggaota Sorban Merah?" tanya Tiong Han sambil memandang ke arah sorban yang berwarna merah darah itu.
Sepasang mata yang lebar dari orang itu terputar merah.
"Anggauta biasa? Dengar, pemuda bermata buta, aku adalah pemimpin pasukan Sorban Merah yang pada saat ini telah mengurungmu! Aku adalah Louw Tek si Kerbau Besi, orang yang telah menewaskan banyak sekali anggaota pemberontak. Hayo lekas berlutut kurantai dan kubawa menghadap kepada ketua kami!"
Tiba-tiba Tiong Han tertawa geli.
"Kukira pemimpin seluruh kesatuan Sorban Merah tidak tahunya hanya pemimpin pasukan kecil saja. Eh, Low twako, aku bukan seorang taklukan. Aku adalah utusan dari Jenderal Gak. Hayo jangan kau main-main dan lekas antarkan aku kepada ketuamu."
"Orang yang tidak mempunyai kepandaian tidak boleh dipercaya menjadi utusan Jenderal Gak dan sama sekali tidak patut menghadap ketua kami sebagai tamu. Kalau kau dapat menahan kedua kepalan tanganku, baru kau boleh menghadap sebagai tamu ketua kami."
Sambil berkata demikian, Louw Tek memperlihatkan sepasang tinjunya yang besar dan kuat. Tiong Han tersenyum,
"Begitukah? Baiklah kau boleh mempergunakan kepalanmu yang seperti tahu lunaknya itu untuk memukulku sampai dua kali pukulan, akan tetapi kaupun harus dapat mempertahankan diri dari pukulan balasanku."
"Boleh!" Si Kerbau Besi menantang.
"Siapa yang roboh, dia kalah!" Memang Louw Tek ini selain kasar dan jujur, juga mempunyai kesukaan berkelahi dengan siapa saja yang ditemuinya, dan sebelum dikalahkan, ia tidak akan dapat merobah sikapnya yang memandang ringan.
Tiong Han berdiri tegak dan mengangkat dada.
"Pukullah sesuka hatimu!"
Sebelum memukul, Louw Tek memandang ke sekeliling lalu berkata dengan suara keras,"Kawan-kawan perhatikan baik-baik, kalian menjadi saksi. Kalau orang ini bermain curang, tentu dia mata-mata pemberontak dan lekas hujani anak panah!"
Kemudian ia menghadapi Tiong Han, memasang kuda-kuda dan berseru keras,"Awas pukulan!" Kedua lengannya bergerak cepat dan "buk! Buk!!" dua kali kepalan tangannya bergantian jatuh di dada Tiong Han. Akan tetapi pemuda ini hanya tersenyum saja, sama sekali tidak mengejapkan mata menerima pukulan-pukulan itu. Tentu saja Si Kerbau Besi menjadi heran sekali.
"Sudah kaupukulkah? Ah, aku tidak merasa sama sekali."
"Pemuda sombong, coba kurasakan pukulan tanganmu yang seperti bubur itu!" kata Louw Tek dengan muka merah dan ia memperteguh kuda-kudanya, melambungkan perut dan dadanya sambil menahan napas!
Tiong Han menjadi geli sekali.
"Kau benar-benar seperti kerbau, bukan kerbau besi, melainkan kerbau tanah lempung! Awas, rebahlah!" Sambil berkata demikian, Tiong Han mendorong dada orang itu dengan kedua tangannya sambil mengerahkan sedikit tenaga dalamnya. Louw Tek mempertahankan diri, akan tetapi sia-sia saja. Ia merasa seakan-akan diseruduk seekor gajah dan tanpa dapat dicegah lagi tubuhnya terpelanting ke belakang seperti sehelai daun kering tertiup angin!
Terdengar seruan marah dan dari balik pepohonan berlompatan keluar orang-orang bersorban merah yang jumlahnya tiga puluh orang lebih. Mereka ini mengurung Tiong Han dengan sikap mengancam, bahkan ada beberapa orang telah menghunus golok. Akan tetapi tiba-tiba terdengar bentakan nyaring.
"Mundur semua!"
Hebat sekali pengaruh bentakan ini, karena bagaikan disengat ular berbisa, orang-orang itu melompat ke belakang dengan terkejut, lalu berdiri dengan tegak dan sikap menghormat. Bahkan Louw Tek yang masih meringis-ringis kesakitan sambil mengurut pantatnya yang menimpa batu ketika terjatuh tadi, kini sudah berdiri tegak dengan sikap hormat.
Tiong Han menengok dan alangkah girangnya ketika ia melihat Kui Hwa dan Un Leng berlari mendatangi sambil tertawa-tawa. Di belakang mereka berlari pula sepasukan Sorban Merah yang diantaranya banyak sudah mengenal Tiong Han.
"Suheng"!" Kui Hwa girang sekali dan berlari-lari menghampiri kakak seperguruannya. Juga Un Leng menghampiri Tiong Han sambi1 tersenyum girang.
"Sumoi! Saudara Un Leng! Sudah kuduga akan melihat kalian di sini." kata Tiong Han dengan girang sambil memegang tangan Kui Hwa dan Un Leng.
Louw Tek dan kawan-kawannya berdiri bengong dan menjadi pucat, akan tetapi Tiong Han yang melirik ke arah mereka berkata kepada suami istri pemimpin pasukan Sorban Merah itu.
"Sumoi, anak buahmu benar-benar teliti sekali. Tidak mudah bagiku untuk meyakinkan mereka bahwa aku tidak bermaksud buruk. Benar-benar kau mempunyai pasukan yang berdisiplin, sumoi."
Bukan main girang dan bersukurnya hati Louw Tek dan anak buahnya mendengar ucapan Tiong Han ini.
"Pangcu (ketua), enghiong (orang gagah) ini adalah utusan dari Jenderal Gak!" kata Louw Tek kepada Kui Hwa.
"Akan tetapi sebelum mempercayainya dengan membuta, saya telah mencobanya dulu, tidak tahu bahwa dia adalah suheng dari pangcu. Mohon maaf."
"Tidak apa, tidak apa. Lekas atur penjagaan dan biarkan kami bertiga bercakap-cakap di sini."
Setelah semua orang pergi, Kui Hwa lalu menuturkan kepada Tiong Han bahwa dia dan suaminya, Un Leng, telah pindah ke kota raja. Akan tetapi, ketika mereka mendengar bahwa ada barisan penjaga tapal batas utara memberontak, ia lalu bersama suaminya mengumpulkan semua bekas anggauta Sorban Merah dan membentuk pasukan untuk melakukan perang gerilya dan mengganggu barisan pemberontak itu.
"Dengan jalan ini aku hendak menebus semua kesalahan-kesalahanku yang dahulu twa-suheng." kata Kui Hwa.
"Bukan itu saja, memang sudah menjadi kewajiban kita sebagai putera ibu pertiwi untuk mengabdi dan membela tanah air, mengusir pengacau-pengacau yang hendak merusak keamanan negara dan bangsa." kata Un Leng.
Tiong Han menjadi terharu sekali.
"Kalian memang orang-orang yang baik dan pantas sekali menjadi suami istri. Akan tetapi, sumoi, mengapa kau dan suamimu tidak mau menggabungkan pasukanmu dengan pasukan pemerintah di bawah pimpinan Jenderal Gak? Bukankah dengan persatuan, maka kekuatan akan menjadi lebih besar?"
"Siapa yang dapat mempercayai barisan pemerintah, suheng? Barisan pemberontak yang bergerak dari utarapun tadinya barisan pemerintah. Sesungguhnya, pada waktu sekarang ini sukar sekali untuk membedakan mana pemberontak dan mana pengawal negara yang setia!"
Tiong Han menghela napas, kemudian berkata,"Kata-katamu memang merupakan kenyataan yang amat pahit, sumoi. Akan tetapi, percayalah kepadaku bahwa Jendral Gak benar-benar adalah seorang panglima yang berjiwa besar dan setia kepada negara. Kalau tidak, masa kedua orang guruku menyuruh aku datang kepadanya?" Setelah Tiong Han menuturkan riwayatnya secara singkat, Kui Hwa dan suaminya tidak membantah lagi dan berbondong-bondonglah anggauta Sorban Merah yang jumlahnya lima puluh orang lebih itu berbaris mengikuti Tiong Han, Kui Hwa, dan Un Leng menuju ke benteng tentara pemerintah.
Tentu saja Jenderal Gak menjadi tertegun melihat betapa pemuda itu benar telah kembali pada senja harinya sambil membawa serta semua anggauta Sorban Merah. Akan tetapi ketika ia mendengar bahwa pemimpin pasukan gerilya ini bukan lain adalah sumoi sendiri dari Tiong Han, ia tertawa bergelak.
"Memang murid-murid dari Lui Thian Sianjin di Kim liong-pai ternyata gagah perkasa dan berjiwa patriot sejati. Hanya sayangnya aku mendengar bahwa ada juga murid dari orang tua itu yang murtad dan sesat."