Halo!

Naga Sakti Sungai Kuning Chapter 77

Memuat...

Benar saja, Han Beng dapat menjumpai para hwesio yang dipimpin oleh Thian Gi Hwesio itu di dalam sebuah kuil. Mereka sedang berdoa ketika dia tiba di situ. Ketika para hwesio mendengar keterangannya tentang para tosu palsu yang menyerbu mereka, para hwesio itu menjadi marah.

"Omitohud. ! Kiranya begitu? Kami sudah merasa

bingung dan heran sekali. ! Mari kita serbu ke sarang

mereka!" Thian Gi Hwesio berkata dan para hwesio lainnya menyambut penuh semangat.

"Nanti dulu, Lo-suhu. Saya disuruh oleh Lo-cian-pwe Pek I Tojin agar mengajak Cu-wi ke dalam hutan. Di sana dia akan menanti bersama para tosu yang juga disergap oleh segerombolan hwesio palsu."

Berangkatlah para hwesio itu dan Han Beng menjadi petunjuk jalan. Ketika mereka tiba di dalam hutan, ternyata Pek I Tojin dan sembilan orang tosu pimpinan sudah berada di situ. Ketika para hwesio dan para tosu mendengarkan siasat yang dijalankan pemerintah dengan bantuan tokoh-tokoh sesat untuk mengadu domba antara para hwesio dan para tosu, tentu saja mereka menjadi penasaran dan marah sekali.

Pek I Tojin tersenyum, diam-diam girang melihat sikap mereka. "Nah, sekarang kalian dapat melihat sendiri betapa ruginya kalau antara kedua pihak selalu bermusuhan. Dapat dipergunakan oleh golongan ke tiga untuk mengadu domba kalian sehingga memperlemah diri sendiri. Tahukah kalian mengapa pemerintah memusuhi golongan pendeta, banyak para hwesio maupun para tosu, dan tidak segan-segan mempergunakan tokoh-tokoh sesat untuk memusuhi kalian? Bukan lain karena di samping para pendekar, kedua golongan hwesio dan tosu yang melindungi rakyat dan menyatakan tidak setuju dan menentang pelaksanaan penggalian terusan yang memakan korban banyak sekali nyawa rakyat. Kalau kalian ditentang pemerintah yang tidak segan bersekongkol dengan kaum sesat, maka hal itu berarti bahwa perjuangan kalian sudah benar. Nah, sekarang hendaklah pengalaman ini menjadi pelajaran dan kalian dapat menyebarluaskan kepada saudara-saudara golongan masing-masing betapa bodoh dan kelirunya untuk saling bermusuhan."

Setelah mendengarkan nasihat itu, mereka semua berangkat menuju ke Sarang Cui-beng Sai-kong di puncak bukit, Ketika tiba di lereng bukit dan Han Beng mengajak mereka lebih dulu menyerbu markas di mana tinggal para anak buah datuk sesat itu, ternyata markas telah kosong dan semua anggauta-anggauta gerombolan telah dikerahkan oleh Cui-Beng Sai-kong, melakukan penjagaan di Puncak! Mereka telah memusatkan kekuatan di puncak. Bahkan perwira itu telah mengutus anak buahnya untuk mendatangkan pasukan sebanyak seratus orang!

Ketika rombongan tosu dan hwesio tiba di sarang gerombolan itu, mereka disambut dengan serangan oleh para anak buah gerombolan. Dapat dibayangkan betapa marahnya hati para tosu dan Hwesio ketika melihat bahwa di antara para penyambut itu terdapat hwesio-hwesio dan tosu-tosu palsu yang tadi telah menyergap mereka!

Matahari mulai turun ke barat cuaca menjadi gelap ketika terjadi pertempuran yang amat seru. Para hwesio dan tosu itu adalah para pimpinan rata-rata mereka memiliki kepandandian tinggi sehingga banyak anak buah gerombolan dan juga anggauta pasukan pemerintah yang roboh, luka atau tewas.

Cui-beng Sai-kong sendiri dengan marah sudah keluar dibantu oleh Tu hai Cin-jin dan beberapa orang pembantu yang cukup lihai. Tung-hai Cin-jin dengan samurainya segera disambut oleh Han Beng. Pemuda ini dikepung dan dikeroyok oleh Tung-hai Cin-jin yang bantu oleh tiga orang tokoh sesat, namun, Han Beng dapat menandingi mereka dengan baik, menggunakan sebatang tongkat yang sudah dipersiapkan sebelumnya. Ketika dia mengeluarkan sebuah sabuk dan memegang sabuk dengan tangan kirinya, dia bahkan segera dapat mendesak empat orang pengeroyoknya. Sementara itu, Cui-beng Sai-kong dihadapi oleh Pek I Tojin sendiri! Tosu tua ini tersenyum dan bersikap tenang sekali ketika kakek raksasa itu dengan muka semakin hitam karena masih menghadapi dan memandang kepadanya dengan sinar mata mencorong.

"Hemmm, kiranya Pek I Tojin yang berdiri di belakang pemberontakan terhadap pemerintah!" kata Cui-beng Sai- Kong dengan nada suara mengejek. "Bagus! Seorang pertapa yang mengaku dirinya suci, tidak pernah mencampuri urusan dunia, sekarang begitu muncul menjadi pentolan pemberontak!"

Pek I Tojin tidak menjadi marah mendengar ejekan itu. Dia memandang seperti seorang tua memandang tingkah laku seorang anak-anak nakal.

Cui-beng Sai-kong dua puluh tahun yang lalu ketika engkau mengundurkan diri ke pegunungan sunyi, semua orang mengira dan mengharapkan bahwa engkau mau meninggalkan jalan sesat, memulihkan diri dan menebus dosa. Tidak tahunya sekarang engkau muncul kembali lebih jahat daripada sebelumnya Engkau mengumpulkan tokoh- tokoh sesat bersekongkol dengan pemerintah dan mengadu domba antara para tosu dan para hwesio. Mereka bukan pemberontak engkau pun tahu akan hal ini, dan pinto sendiri yang tidak lagi membutuhkan apa-apa, untuk apa memberontak? Para hwesio dan tosu yang berjiwa pendekar itu tidak rela melihat rakyat jelata dikorbankan, yang ditentang adalah aturan yang menindas rakyat, bukan pemerintah!"

"Ahhh, banyak omong tidak akan menyelamatkan dirimu, Pek I Tojin! Lihat naga hitamku akan menelanmu bulat-bulat!" Cui-beng Sai-kong membungkuk mencengkeram segenggam tanah dan dilontarkan tanah itu ke udara dan berbareng dengan meledaknya asap hitam nampak seekor naga yang dahsyat mengerikan hendak mencengkeram ke Pek I Tojin! Pek I Tojin tetap berdiri tegak, tersenyum lembut dan matanya memandang kepada naga ciptaan yang menyeramkan Itu. Kemudian dia berkata lembut, "Cui-beng Sai-kong, tidak perlu bermain-main seperti anak kecil! Apa pun yang berasal dari tanah pasti kembali menjadi tanah!" berkata demikian, kakek pakaian putih ini menggunakan ujung tongkatnya mencokel tanah di depannya. Segumpal kecil tanah melayang dan nyambar ke arah "naga" itu dan asap hitam mengepul tebal, naga itu pun lenyap dan udara kembali terang di bawah sinar lampu-lampu yang digantung sekitar tempat itu.

Cui-beng Sai-kong marah sekali, mengeluarkan suara aumannya yang amat berbahaya itu. Namun, juga auman sama sekali tidak mempengaruhi Pek I Tojin, dan dia tetap berdiri tegak dengan penuh kewaspadaan. Maklum akan lihainya kakek berpakaian putih ini, beng Sai-kong lalu mencabut sebatang pedang dan menyerang dengan gencar dan dahsyat. Namun, semua sambaran sinar pedangnya membalik ketika bertemu dengan tongkat di tangan Pek I Tojin.

Sementara itu, Han Beng yang mengamuk dengan tongkatnya, berhasil merobohkan Tung-hai Cin-jin dan tiga orang kawannya. Nyaris pundak Han Beng terluka ketika Tung-hai Cin-jin, dengan sisa tenaga yang ada karena kakek ini sudah merasa lelah sekali, mengayun pedang samurainya. Pedang itu berat dan cara kakek itu bermain pedang, menguras banyak tenaganya, padahal lawannya Han Beng, memiliki gerakan yang lincah sekali sehingga semua serangannya tak pernah menyentuh lawan. Ketika pedang samurai itu terayun, Han Beng sedang menendang roboh seorang pengeroyok terakhir, maka kakinya sedang terangkat

Dukungan & Donasi

Bantu kami terus update dengan memberi dukungan melalui:

BCA 7891767327
Trakteer
Post a Comment