Tapi terlepas dia pendekar sejati atau petualang cinta, saat ini sudah tidak banyak anggota persilatan yang tidak mengenal namanya.
Nama orang ini kelewat tersohor, kelewat terkenal.
Bukan lantaran kegantengannya saja, juga lantaran ilmu silatnya yang tangguh.
Bahkan ada orang bilang begini: "Tidak disangkal Siau Jit memang lelaki tertampan di kolong langit.
" Sebetulnya tiada batasan yang pasti untuk menilai tampan jeleknya wajah seseorang, akan tetapi siapa pun orangnya, asal pernah berjumpa Siau Jit, mau lelaki atau pun wanita, mau punya permusuhan atau tidak, hampir semuanya harus mengakui bahwa dia memang sangat tampan.
Hanya ada seorang yang menyangkal akan hal ini, dialah Siau Jit sendiri.
Dia tidak pernah bangga atau sombong karena sebutan ini, justru seringkali berkeluh kesah, kesal karena persoalan itu.
Sebab ada banyak masalah, ada banyak kesulitan justru timbul karena masalah ini.
Dalam hal ilmu silat, diapun memiliki bakat dan kemampuan yang luar biasa.
Dia mempunyai seorang guru yang hebat ------ Bu- cing-cu!
Manusia tanpa perasaan!
Kehebatan Bu-cing-cu menggetarkan langit selatan, pedang Toan-ciang-kiam miliknya tiada tandingan, belum pernah ada korban yang lolos dari ujung pedangnya dalam keadaan hidup.
Begitu pula dengan Siau Jit, keampuhan dan kehebatannya tiada tandingan.
Nama besar Toan-ciang-kiam (pedang pemutus usus) begitu tersohor, begitu terkenal, sama sekali tak dibawah kebesaran nama Bu-cing-cu.
Ia gemar mengenakan baju berwarna putih, pedang andalannya adalah sebilah pedang bertahta mutu manikam, itulah pedang pusaka pemutus usus.
Kuda jempolan, pedang mustika, busana berwarna putih bersih, semuanya ini merupakan simbol yang telah memabokkan banyak gadis muda, membuat begitu banyak orang jatuh cinta, tapi membuat banyak orang patah hati.
Lui Hong adalah satu diantaranya.
Jagad raya masih diselimuti kesenduan dan keheningan, namun kemurungan yang semula menghiasi wajah Lui Hong, entah sejak kapan telah tersapu bersih.
Perasaan kaget, terperangah, lambat laun mulai surut, sementara perasaan girang makin lama semakin mengental dan bertambah pekat Dengus napas pun kedengaran semakin memburu, menandakan hatinya makin tegang, sedemikian memburunya hingga Ciu Kiok pun ikut merasakan.
II "Nona tegurnya tiba tiba, "kenapa kau menjadi tegang?
" "Siapa bilang aku jadi tegang?
" bantah Lui Hong cepat.
"Jadi nona akan pergi menjumpai Siau kongcu?
" lagi lagi dayang itu bertanya.
Tanpa sadar Lui Hong menarik kembali tangannya.
"Jadi kau telah membaca semuanya?
" Tak tahan Ciu Kiok tertawa geli, serunya: "Sudah terbukti tegang masih menyangkal, masa sedari tadi aku ikut celingukan disisimu pun tidak kau rasakan" "Dasar budak nakal, hati hati mulutmu!
" bentak Lui Hong sambil tertawa.
"Nona tak usah kuatir, aku tak akan mengatakan masalah ini dengan siapa pun" Lalu sambil merendahkan suaranya dia menambahkan: "Hanya tak jelas ada urusan apa Siau kongcu mencarimu?
" "Darimana aku tahu" Lui Hong menggeleng.
"Apakah aku diijinkan ikut pergi?
" bisik Ciu Kiok.
"Mau apa kau ikut pergi?
" "Aku,,,,
aku pun ingin bertemu Siau kongcu" Tiba tiba pipinya berubah semu merah, entah sejak kapan sorot matanya jadi sayu, seolah tertutup oleh selapis kabut tebal.
Menyaksikan hal itu Lui Hong menghela napas panjang, bisiknya: "Benarkah penampilan lelaki itu begitu menyentuh perasaan setiap wanita?
" Wajah Ciu Kiok semakin memerah, merah lantaran jengah.
"Akupun belum pernah bertemu dengan dia, tapi,,,,
konon, menurut cerita orang, setiap anak gadis yang pernah bertemu dengannya, tak seorang pun dapat melupakannya lagi" Merah jengah wajah Lui Hong, cepat dia alihkan pokok pembicaraan ke masalah lain, katanya: "Aku pun tak tahu ada urusan apa dia mencariku, tapi kalau dilihat dari sikapnya yang begitu berhati hati, bisa jadi dia tak ingin ada orang ke tiga yang ikut hadir" "Benar" Ciu Kiok tertawa getir.
"Bilamana mungkin" sambung Lui Hong sambil tertawa, "selesai bertemu dia nanti, aku pasti akan mengajakmu untuk pergi menjumpainya" "Janji?
" wajah Ciu Kiok semakin merah.
"Ganjil" sambil mengangguk Lui Hong masukkan kembali surat itu ke dalam sampul.
To Kiu-shia dan Thio Poan-oh dua orang piausu yang mengikuti dari belakang segera saling bertukar pandangan setelah menyaksikan kejadian itu, cepat mereka memburu maju.
II "Nona Hong i Mah, tidak apa apa" agak gugup Lui Hong menggeleng, "hanya seorang teman ingin bertemu aku" dengan nada menyelidiki To Kiu-shia bertanya, "sebenarnya apa yang telah terjadi?
" "Mengajak bertemu empat mata disuatu tempat?
" kembali To Kiu-shia bertanya dengan nada curiga.
Lui Hong mengangguk.
-I -idak masalah, karena orang itu bukan orang jahat" sahutnya.
"Apakah nona yakin?
" "Tentu" sahut Lui Hong tertawa, dia menatap sekejap wajah To Kiu-shia serta Thio Poan-oh, kemudian melanjutkan, "minta tolong paman berdua untuk menghantar kereta barang masuk ke kota, sebentar aku akan menyusul kalian" "Nona, sebenarnya kau hendak ke mana" Paling tidak beritahu tempatnya kepada kami" ujar To Kiu-shia, "jadi waktu ditanya congpiautau, kami pun dapat memberikan pertanggungan jawab" "Tempat itu ada disisi kanan mulut hutan yang telah kita lewati tadi, kuil Thian-liong-ku-sat" "Kuil Thian-liong-ku-sat?
" ulang To Kiu-shia agak tertegun.
"Setahuku, kuil itu sudah lama terbengkalai, lama sekali tak pernah dihuni manusia" timbrung Thio Poan-oh pula.
"Betul, bahkan seorang hwesio pun tak ada disitu" Lui Hong tertawa.
"Orang yang mengundang aku memang bukan hwesio, jadi aku yakin diapun tidak tinggal disitu" katanya.
Suara tertawa gadis ini merdu bagai keleningan, membuat orang yang mendengar merasa nyaman.
To Kiu-shia serta Thio Poan-oh hanya bisa tertegun, selain Ciu Kiok, semua orang yang lain tidak terkecuali.
Mereka jarang mendengar Lui Hong tertawa semacam itu, pun teramat jarang melihat Lui Hong tertawa begitu riang, begitu gembira.
Suara tertawa Lui Hong menggaung tiada hentinya, senyuman yang menghiasi wajahnya ibarat bunga yang mekar dimusim semi, semua keheningan dan kesenduan yang membungkus jagad seolah jadi buyar lantaran suara tertawanya itu.
Diiringi suara tertawa yang merdu, ia balik kudanya lalu bergerak menuju ke arah jalanan semula.
Sorot mata semua orang ikut bergeser mengikuti gerakan tubuhnya, namun perasaan tercengang menghiasi wajah hampir semua orang yang hadir.
Hanya Ciu Kiok seorang yang tidak bingung, namun ia tunjukkan perasaan apa boleh buat.
Dalam waktu singkat bayangan tubuh Lui Hong sudah pergi semakin jauh, tak lama kemudian lenyap dibalik tikungan jalan.
Tanpa terasa Ciu Kiok menghela napas panjang, perasaan apa boleh buat semakin kental menghiasi wajahnya.
To Kiu-shia seolah baru mendusin dari impian, segera serunya kepada Ciu Kiok: "Sebenarnya siapa yang telah mengundang nona Hong?
" Ciu Kiok tertawa, senyumannya makin misterius, bisiknya: "Aku tak boleh beritahu kepada kalian, kalau sampai ketahuan nona, aku bisa dihukum" To Kiu-shia sebagai jago kawakan sangat pandai melihat gelagat, setelah menyaksikan tingkah laku Ciu Kiok sewaktu berbicara dengan Lui Hong tadi, dia seperti menyadari akan sesuatu, segera serunya: II "Jangan jangan orang itu adalah orang yang disukai nona Hong,,,,,
Il "Siapa bilang!
tukas Ciu Kiok.
To Kiu-shia tertawa terbahak-bahak.
"Hahahaha,,,,
jangan harap urusan kalian anak gadis dapat mengelabuhi aku si jago kawakan, "Hahahaha,,,,
jangan harap urusan kalian anak gadis dapat mengelabuhi aku si jago kawakan, bagus, bagus sekali, memang sudah saatnya buat nona Hong" "Hei,,,,
melantur sampai dimana ucapanmu itu" "Baik, baiklah, tidak kulanjutkan, tidak kulanjutkan" ujar To Kiu-shia, setelah memperhatikan sekejap sekeliling tempat itu, dia turunkan perintah kepada rombongannya untuk melanjutkan perjalanan.
Saat itulah si kakek pemilik warung teh maju menyongsong sambil menyapa: "Tuan tuan sekalian tentu lelah melakukan perjalanan, apa salahnya kalau masuk dulu untuk minum teh?
" "Ehmm, usul bagus" To Kiu-shia manggut manggut, "memang ada baiknya kita mengasoh disini sambil menunggu nona Hong" "Silahkan, silahkan,,,,,!
" kakek itu segera mempersilahkan tamunya untuk masuk ke dalam warung.
Dalam ruang kedai terdapat tiga buah meja kursi yang amat sederhana, kelihatannya sejak awal buka usaha warungnya, ia sudah pergunakan perabot itu.
Usaha dagang semacam ini sesungguhnya memang sebuah usaha kecil yang hanya cukup untuk mencari uang lauk, dengan keadaan serba pas pasan, mana mungkin ia bisa mengganti semua perabotnya dengan perabot yang lebih baru" Tapi To Kiu-shia maupun Thio Poan-oh tidak ambil peduli, bagi mereka yang bekerja sebagai pengawal barang, menginap diudara terbuka atau makan di kedai sederhana sudah merupakan kejadian yang lumrah, keadaan yang tak perlu diprotes atau dipermasalahkan.
Apalagi dalam pengalaman mereka, keadaan semacam ini masih belum terhitung sebagai warung paling jelek.
Diatas meja tertata poci serta cawan, biarpun sudah banyak yang retak dan gumpil, namun harus diakui sangat bersih.
"Silahkan duduk tuan tuan sekalian" kembali kakek itu mempersuilahkan tamunya untuk duduk.
"Bagaimana cara menghitung tarif air teh ditempat ini?
" tanya To Kiu-shia kemudian sambil tertawa.
"Sedikit atau banyak, tergantung kepuasan tuan sekalian" sahut si kakek tertawa.
"Hahaha,,,
bagaimanapun jahe makin tua memang semakin pedas, jawaban kau orang tua justru membuat kami jadi rikuh untuk membayar kelewat sedikit" Kakek itu hanya tertawa, tidak menjawab.
Sambil berpaling ke arah anak buahnya, kembali To Kiu-shia berpesan: "Rekan rekan sekalian, silahkan pesan teh, orang tua ini sudah lanjut usianya, kalau minta dia melayani kami semua, rasanya malah kurang enak" Diiringi gelak tertawa nyaring, semua orang pun mengambil tempat duduk mengelilingi meja meja yang tersedia.
Saat itulah si kakek baru berkata lagi: "Kebetulan air teh baru saja mendidih, kedatangan tuan sekalian memang tepat waktu" Tergerak perasaan To Kiu-shia setelah mendengar ucapan itu, ditatapnya kakek itu dengan keheranan.
"Bukankah dihari biasa, tidak banyak orang yang lewat disini pada saat seperti ini?