"Tong Kiam Ciu, apakah kau tidak menyayangkan masa mudamu kalau sampai kau mati muda begini ? Kau tidak akan luput dari seranganku juga Soanhong-li-bu-ceng (menyerang laksana angin taupan dialam kabut) kau akan mati konyol !” seru Kwi Ong.
Begitu selesai dengan kata-katanya itu Kwi Ong mengerahkan ilmunya untuk menyerang Kiam Ciu. Pemuda itu tidak merasa gentar, maka Kiam Ciu memasang kuda-kuda dan menantikan serangan lawan.
Tahu-tahu dalam hutan cemara itu menjadi gelap dan tampak kabut putih telah menebal menutup pemandangan. Kiam Ciu tidak dapat melihat Kwi Ong lagi. Ditajamkannya semua inderanya untuk menghadapi setangan lawan.
Namun Kwi Ong tetap tidak tampak bahkan tiada suara nafaspun yang terdengar kecuali nafasnya sendiri.
Didepan Kiam Ciu ada sekuntum bunga yang sangat menarik hati sejak tadi.
Kini dalam suasana kabut itu, bunga yang berada didepannya sangat harum baunya. Terciumlah oleh Kiam Ciu bau harum bunga didepannya, bunga yang sangat menarik hati, Dipandangnya bunga itu lebih lama lagi. Tiba-tiba kepala Kiam Ciu menjadi sangat pening. Barulah dia menyadari babwa ialah serangan ilmu Soan-hong-li-bu-ceng. Semula Kiam Ciu menyangka kalau Kwi Ong akan menyerang dengan ilmu silat. Hingga dia bersiap-siap untuk menghadapi serangan lawan. Untuk mengatasi serangan gelap hawa beracun itu, maka Kiam Ciu mengerahkan ilmu Bo-kit-sin-kong. Hingga bergetarlah tubuh pemuda itu. Dalam hati dia mengeluh karena kurang kewaspadaan atas kelicikan lawan. Karena mengerahkan tenaga dalam dengan sangat hebatnya itu, hingga Kiam Ciu berkeringat. Ternyata racun itu sangat hebat. Hingga tubub Kiam Ciu bergetar hebat. Namun pemuda itu berusaha untuk bertahan berdiri tegap dan mengerahkan Bo-kit-sin-kong melawan kekuatan racun Kwi Ong.
Namun tubuh Kiam Ciu bergetar hebat hingga mandi keringat. Racun serangan Kwi Ong itu ternyata hebat sekali. Sedikit demi sedikit tubuh Kiam Ciu menjadi lemas juga, keadaan tubuhnya telah menjadi lemah dan Kiam Ciu bertahan untuk berdiri dan tidak jatuh pingsan. Namun kekuatannya telah berkurang dan tahu-tahu menjadi sangat lemah sekali, Kiam Ciu limbung dan akan jatuh. Tiba-tiba dia merasakan tubuhnya ditahan oleh seseorang. Kiam Ciu sempat melihat orang yang memapahnya itu tiada lain ialah Gin Ciu. Gadis jelita yang memberikan kudanya dan kini berusaha untuk menolongnya. Ketika pandangan mereka bertemu, gadis itu tersenyum manis sekali. Tetapi kepala Kiam Ciu sudah sangat pening berserta rasa berdenyut sekujur kepalanya "Tong Kim Ciu, apakah kau tidak terluka ?” tanya Gin Ciu.
Tong Kiam Ciu tersenyum dengan penuh rasa terima kasih atas pertolongan gadis itu. Kemudian terdengar dengusan Gin Ciu menarik nafas dan berkata lagi.
"Dengan bersusah payah aku membujuk Lee Cun untuk mencegatmu dan memberitahukan jebakan itu serta cara bagaimana untuk menghindari serangan Soan-hong-li-bu-ceng. Tetapi ternyata kau tidak mengindahkannya, hampir saja kau mati konyol. Tetapi ilmu apakah yang hingga kau hanya jatuh pingsan?” seru Gin Ciu heran. "Oh . . . terima kasih atas pertolonganmu . . .” Tong Kiam Ciu tidak dapat meneruskan kata-katanya. Diam-diam pemuda itu telah memuji kecantikan Gin Ciu serta kebaikan hatinya. Maka pemuda itu hanyalah memandang dengan sinar mata bercahaya.
Rasa pening dikepalanya telah dapat diatasinya. Kini dia telah hampir dapat memulihkan kembali tenaganya dan berusaha untuk berdiri dan membebaskan diri dari pelukan Gin Ciu.
"Tak lama lagi suasana akan menjadi terang, Ayolah ikut aku. Tadi Lee Cun telah memberikan keterangan-keterangan kepadamu cara-cara untuk melewati perangkap itu. Kalau keterangan-keterangannya itu diketahui oleh suhu, maka celakalah dia. Kini kau telah selamat dari racun ganas itu maka marilah cepatcepat kita tinggalkan tempat ini sebelum menjadi terang kembali ! Jika kita diketahui oleh suhuku maka.. . sudahlah ayoh kita cepat-cepat meninggalkan perangkap ini !” seru gadis itu seraya menyambar tangan kanan Kiam Ciu dan ditariknya pemuda itu. Tong Kiam Ciu yakin bahwa gadis itu berusaha menolongnya. Maka dia menurut saja kemanapun dibawa oleh Gin Ciu.
"Nah, beberapa langkah lagi kita telah dapat keluar dan perangkap. Aku tidak usah mengantarmu, kau dapat berjalan sendiri. Siapa sangka bahwa suhu mempunyai tabiatnya sangat kejam. Aku telah belajar ilmu silat pada beliau selama sepulun tahun, Akhir-akhir ini kuperhatikan memang banyak perubahan dan tabiatnya sangat ganjil. Walaupun suhu seorang yang kejam tetapi dia mempunyai keistimewian. Ialah dia selalu menepati janjinya. Kalau seandainya beliau mengatakan tidak akan mengganggumu, maka beliau benar benar mecepatinya . . . . Nah sudahlah selamat jalan kita berpisah disini dulu..!” seru gadis itu dengan suara yang terdengar berat.
"Tet . . . tetapi” seru Tong Kiam Ciu terputus-putus.
"Tetapi apa ?” tanya Gin Ciu pula sambil memutar tubuh memandang kepada Kiam Ciu dan tersenyum dengan kening berkerut.
"Kau ?” sambung Kiam Ciu bernada bertanya.
"Oh, apakah kau ingin mengetahui riwayat hidupku ? Dengarlah banwa ayahku adalah seorang suku Gin-san-tong di daerah Biauw ciang. Tetapi ibuku adalah ketururan Han. Maka mengetahui adat istiadat orang-orang didaerah pertengahan ini. Orang-orang Biauw selalu berterus terang . . .” sambung Gin Ciu dengan terbersit warna merah diwajahnya.
Tetapi Gin Ciu tidak dapat meneruskan kisahnya, karena dia menangkap suara ejekan tiada jauh dari tempat itu. Begitu juga Kiam Ciu merasa terperanjat mendengar teguran dari tempat yang tiada jauh dari mereka berdua itu.
Tong Kiam Ciu menjadi terperanjat ketika tiba-tiba saja di depannya telah terbentang suatu ruangan yang sangat luas dan penjagaan yang sangat kuat dan bersenjata lengkap sekali. Padahal tadi tempat itu terselubung oleh kabut tebal dan tidak kelihatan dengan nyata. Tiba-tiba saja disekitarnya kini menjadi terang. "Mengapa tidak lekas-lekas menghadap? Apakah aku harus memaksa kalian?” terdengar suara menggelegar serak dan tajam.
Bagaikan seorang anak yang berbuat kesalahan, Gin Ciu melangkah dengan kepala menunduk. Gadis itu menurut perintah dari dalam ruangan untuk menghadap Kwi Ong. Dengan kepala tertunduk dia berjalan diantara para pengawal suku bangsa Biauw yang bersenjata lengkap.
Kiam Ciu menyaksikan hal itu merasa was-was. Maka dia lalu mengikuti Gin Ciu dari belakang. Dia merasa khawatir kalau gadis itu mendapat hukuman berat.
Maka diikutinya dengan tujuan untuk melindunginya dimana nanti diperlukan.
Keadaan di tempat itu sudah sangat terang. Matahari telah menyinarkan sinar paginya menerobos celah-celah hutan.
Suasana yang sangat lengang dan tenang sekali. Semua mata tertuju kearah kedua orang yang sedang memasuki ruangan itu, Gin Cin dan Tong Kiam Ciu.
Diujung jalan itu telah duduk di kursi kebanggaannya seorarg laki-laki berwajah seram dan berambut putih. Matanya bersinar hitam menyala-nyala.
Disebelah kiri berdiri Kim Ciu dan disebelah kanan berdiri Lee Cun dengan wajah yang kurang sedap pula kelihatannya. Selain dua pendamping itu ada pula seoraag laki-laki yang berperawakan kokoh dengan wajah bengis pula. Laki-laki itu berumur kurang lebih tiga puluhan. Tampaklah wajahnya yang bengis itu bertambah seram disertai senyum-senyum mencibir kearah kedua orang yang baru menghadap itu. Begitu sampai dihadapan Kwi Ong segeralah Gin Ciu berlutut.
"Suhu !” seru Gin Ciu seraya menjura.
"Bah ! Apakah kau masih menanggap aku ini suhumu ?” seru laki-laki yang duduk diatas kursi kayu berukiran kepala naga itu dengan suara tajam dan memaki, "bukankah kau telah membangkang dan tidak menghiraukan peraturan?” Kwi Ong berhenti sejenak.
Sesaat suasana menjadi sangat sepi. Semuanya menjadi tegang dan tiada seorangpun yang berani berbicara kalau mengetahui Kwi Ong sedang dalam keadaan marah begitu. Seolah-olah mereka tiada berani mengeluarkan suara, bahkan bernapaspun sangat berhati-hati.
"Aku telah mendidik dan mengangkatmu menadi murid selama sepuluh tahun. Tentunya kau telah mengerti semua peraturan dan larangan partai persilatan yang kupimpin, tetapi kenyataannya kau telah berani melanggar!”
seru Kwi Ong pula dengan keras.
"Suhu". aku merata bersalah. Murid mengakui segala kesalahan, kini telah siap menunggu hukuman yang akan dijatuhkan atas diriku. Tetapi . . .” seru Gin Ciu sambil menjura, Kemudian gadis itu tidak sanggup meneruskan kata-katanya karena berderai tangisnya, Menyaksikan keadaan kakaknya itu Kim Ciu menghiba juga, maka gadis pengawal Kwi Ong itu segera menghadap Kwi Ong dan berlutut dihadapannya.
"Suhu ! Ciciku telah mengabdikan diri kepada suhu selama sepuluh tahun dengan patuh dan tidak pernah membuat pelanggaran dan kesalahan. Baru kali ini dia berbuat salah, maka sudilah suhu untuk mengampuninya..!” seru Kim Ciu dengan menjura pula. Begitu pula Lee Cun juga telah berada disamping Kim Ciu dan menjura kepada Kwi Ong seraya menghaturkan maksudnya.
"Jika suhu tidak dapat menerima permohonan kami, kami mengharapkan sukalah suhu memandang jasa ayahnya. Lagi pula kalau suhu tetap menghukumnya dia akan menjadi seorang yeng cacad seumur hidupnya. Maka ajaran suhu tidak ada gunanya lagi . . .” Usul Lee Cun dengan menegaskan dan kata-kata yang menghiba. "Diam!” bentak Kwi Ong dengan suara lantang dan menggema.
Sesaat pemimpin suku Biauw itu terdiam. Matanya membelalak merah menatap orang-orang yang berada dihadapannya itu.
"Kalian telah lama mengikutiku. masakan kalian tidak mengetahui tabiatku?”
seru Kwi Oig dengan suara tajam.
Tetapi Kim Ciu masih berani menyahut kata-kata suhunya! Karena dia sangat mencintai kakaknya! Dia berusaha untuk mengelakkan kakaknya dari hukuman yang mengerikan yang mungkin terjadi! "Suhu! Jika ciciku tidak diampuni, maka akan . . . . . . .” kata-kata Kim Ciu tertahan oleh bentakan Kwi Ong yang berwibawa.
"Diam ! kalian semua bangun !” bentak Kwi Ong.
Saat itu Kim Ciu meloncat tepat dihadapan suhunya seraya mencium kakinya. Sambil menghiba dan memohonkan belas kasih suhunya.