Kwa Si Lokoay terperanjat menyaksikan anak muda itu, apalagi ketika mendengar kata-kata pemuda itu. Maka kakek itu terbeliak dan wajahnya yang putih itu bagaikan menyala.
"Apa yang kau katakan anak muda ? Kau berdusta !” seru Kwa Si Lokoay dengan suara keras dan gusar.
"Locianpwee aku tidak berdusta !” seru Kiam Ciu menegaskan lagi.
"Hey anak muda kau tahu berbicara dengan siapa ? Jika apa yang kau katakan itu dusta, kau akan binasa ditempat ini !” seru Kwa Si Lokoay dengan mata melotot dan membara.
"Locianpwee boleh periksa kedalam. Aku akan menunggu ditempai ini jika ternyata kata-kataku adalah dusta, aku bersedia menerima hukuman ditempat ini !” seru Kiam Ciu dengan suara tegas dan meyakinkan.
Saat itu Kwa Si Lokoay menempelkan telinganya kedinding pagoda. Seketika itu tampaklah perubahan wajah kakek itu. Tanpa membuang waktu lagi kakek itu telah memutar tubuh dan mengebut lengan jubahnya berkelebat masuk kedalam pagoda itu. Menyaksikan hal itu Tok Giam Lo merasa gelisah. Dia ingin mengikuti masuk kedalam pagoda itu. Namun Kiam Ciu menahannya.
"Hey anak muda ! Kau terlalu besar nyalimu berani mencegahku!” seru Tok Giam Lo dengan suara bengis karena gusar.
Tong Kiam Ciu tidak mengimbangi kegusaran laki-laki bertubuh gendut itu.
Dia tersenyum dan memandang dengan tenang kewajah Tok Giam Lo, tetapi Tok Giam Lo tampak melototkan matanya.
"Sudahlah . . . aku tidak mau melawan orang yang sudah luka !” seru Tong Kiam Ciu sambil tersenyum.
Tetapi Tok Giam Lo menjadi bertambah gusar dan langsung mengirimkan sebuah pukulan kearah dada Tong Kiam Ciu.
Kiam Ciu telah siap siaga dengan ilmu Bo-kit-sin-kong, ketika hawa serangan pukulan Tok Giam Lo hampir menyentuh dadanya, pemuda itu memiringkan tubuhnya sediktt dan serangan itu berlalu.
Tok Giam Lo menjadl penasaran menyaksikan serangannya dapat dielakan dengan mudah oleh Kiam Ciu, maka dia segera melompat memasang kuda-kuda dan mengembangkan kesepuluh jari-jemarinya. Dari kuda-kudanya tampaklah semburat merah dan kepulan asap yang sangat tipis sekali. Tok Giam Lo berusaha untuk melukai Kiam Ciu untuk memasukkan racun. Namun Kiam Ciu pernah bertempur melawan Tok Giam Lo, jadi dia telah mempunyai pengalaman menghadapi lawannya itu. Maka dia mengerahkan ilmu Bo-kit-sin-kong untuk melawan pengaruh ilmu Han-tok-bo-kong yang dilancarkan oleh Tok Giam Lo itu. Dengan gerakan-gerakan bagaikan akan mencengkeram Tok Giam Lo mengerahkan ilmu Han-tok-bo-kong. Dari ujung jari jemarinya tampak sinar merah yang menyerang kearah Kiam Ciu. Sinar merah yang berhawa panas dan ganas itu sangat berbahaya. Maka dengan jeritan lantang Kiam Ciu meloncat kebelakang. Begitu kakinya menginjak tanah maka pemuda itu melancarkan sebuah pukulan dahsyat bertenaga penuh kearah Tok Giam Lo. Karena tubuh Tok Giam Lo telah mendapat luka dalam akibat bertempur dengan Kwa Si Lokoay maka dorongan serangan Kiam Ciu itu tak dapat ditahan lagi.
Tok Giam Lo terjengkang di tanah, wajahnya menjadi merah padam dan malu sekali mendapatkan kenyataan itu, ketika Tok Giam Lo terbatuk ternyata mulutnya memuntahkan darah segar.
Tok Giam Lo adalah seorang tokoh yang kesohor kehebatan ilmu silatnya.
Dia adalah seorang tokoh silat dari lembah lblis yang telah puluhan tahun malang melintang didunta Kang-ouw. kini dapat dijatuhkan oleh seorang anak muda yang belum punya nama.
Eng Ciok Taysu menyaksikan pertempuran yang hanya satu jurus itu menjadi sangat kagum, ternyata Kiam Ciu mempunyai kehebatan juga.
"Hey luar biasa lihaynya ilmu silat Kiam Ciu ini. Maka tidak mengherankan kalau dia berani melawan pemimpin partai silat Kong-tong dalam pertemuan Bu-lim-ta-hwee beberapa hari yang telah lalu” pikir Eng Ciok Taysu.
Kemudian Tong Kiam Ciu melirik arah Eng Ciok Taysu yang kelihatan gelisah, tanpa menunggu waktu lagi Kiam Ciu segera menegurnya.
"Locianpwee apakah kau juga ingin masuk kedalam pagoda ?” seru Kiam Ciu dengan suara lunak tetapi bernada ancaman.
Mendengar teguran itu Eng Ciok Taysu menjadi gugup, kemudian balas menanyakan kepada Kiam Ciu.
"Tong Siawhiap aku tidak melihat pedang Oey Liong Kiam dipinggangmu.
Apakah pedang nomor wahid dikolong langit itu telah jatuh ketangan orang lain?”
tegur Eng Ciok Taysu sambil mengerutkan kening dan menantikan jawaban.
Tong Kiam Ciu mendengar pertanyaan itu jadi tersenyum getir. Kemudian dia menyahut. "Locianpwee, pedang Oey Liong Kiam itu bukan pedang untuk pamer? Kurasa tidak harus kubawa-bawa kemana saja tetapi aku pasti membawanya dalam pertemuan Bu-lim-tahwee nanti !” seru Kiam Ciu tegas.
Sebenarnya pikiran Kiam Ciu sedang kacau kalau mengingat pedang Oey Liong Kiam itu jatuh ketangan wanita yang berkereta itu, namun dia telah bertekad untuk mengambilnya segera.
Pada saat itu juga terdengar suara gaduh dari dalam pagoda. Kemudian disusul dengan munculnya Kwa Si Lokoay dengan sempoyongan dan memondong guci dan wajahnya berkeringat serta pucat pasi.
Tok Giam Lo yang masih dalam keadaan terduduk dan terluka itu, ketika menyaksikan Kwa Si Lokoay membawa guci itu segeralah dia meloncat dan merebut guci dari tangan kakek itu.
Anehnya Kwa Si Lokoay diam saja, kakek itu tidak berusaha untuk bertahan atau mempertahanka. Tetapi keringat mengucur dari kening dan wajah kakek itu. Eng Ciok Taysu maupun Tie-ktam-suseng juga meresa heran akan sikap kakek itu. Tok Giam Lo tidak sabar lagi, maka segeralah guci itu dihancurkannya. Debu berhamburan. Tetapi peta Pek seng tidak tampak. Yang terdapat didalam guci itu hanyalah seekor burung yang terbuat dari perak.
"Hah ? Gan Hua Liong sudah datang kesini !” seru Tok Giam Lo. Kemudian orang itu meloncat pergi meninggalkan puncak gunung itu.
Seruan terperanjat Tok Giam Lo itu terdengar juga oleh Eng Ciok Taysu dan Tie Kiam suseng. Maka segerlah mereka berpaling kearah Tong Kiam Ciu.
"Rupa-rupanya peta Pek-seng itu telah didahului orang lain. Kurasa tak ada gunanya lagi kita berada disini. Ayolah lekas kita berlalu dari tempat ini !” seru Eng Ciok Taysu kepada Kiam Ciu.
Tong Kiam Ciu menganggukan kepala dan melangkah mengikuti kedua jago silat itu untuk meninggalkan puncak gunung.
Akhirnya tinggallah Kwa Si Lokoay seorang diri didepan pagoda itu. Kakek itu tertawa gelak-gelak seperti orang kehilangan ingatan. Mendengar itu maka Tong Kiam Ciu memalingkan kepala dan memandang kearah sikakek itu.
Sedangkan Eng Ciok Taysu dan Tie-kiam-suseng tak memperdulikan keadaan itu. Tong Kiam Ciu yang berhati welas asih itu ternyata merasa tidak sampai hati menyaksikan keadaan Kwa Si Lokoay yang dianggapnya tidak wajar atau mungkin berobah ingatan. Maka Kiam Ciu kembali menghampiri kakek itu dan bertanya. "Locianpwee, apakah aku dapat menolongmu ?” seru Kiam Ciu setelah dekat dengan kakek itu. Akhirnya Kwa Si Lokoay berhenti tertawa dan menatap kearah Kiam Ciu.
Menatap dalam-dalam kewajah pemuda itu. Hingga beberapa saat kakek itu memperhatikan Kiam Ciu. Kemudian terdengar tawanya lagi.
"Ha-ha-ha-ha. . . . apakah kau merasa heran anak muda ? Ketahuilah bahwa sesungguhnya aku ini adalah Gan Hua Liong atau siburung perak !” seru kakek itu kepada Kiam Ciu. Tong Kiam Ciu merasa kaget dengan keterangan itu, tetapi kakek itu mengulangi lagi gelarnya dan akhirnya Kiam Ciu yakin juga.
Gan Hua Liong yang merasa bahwa ajalnya tinggal sedikit itu. Maka dia berbicara dengan sangat tergesa-gesa untik menjelaskan beberapa hal kepada Kiam Ciu. "Seperti katamu bahwa pagoda ini telah kemasukan orang dan orang itu telah kubinasakan. Aku pernah menjagoi kalangan Kang-ouw. Tetapi karena kesalahan-kesalahanku, aku dipenjarakan didalam pagoda ini. Ketika guruku akan meninggal dunia dia telah menyerahkan peta rahasia kitab Pek-seng kepadaku, dengan pesan untuk diserahkan kepada seseorang yang luhur budinya. Oh.. . aku telah terkena bisa ular ganas itu dan aku rasa tak dapat hidup lebih lama lagi.. .” kakek itu berhenti sejenak dan wajahnya tampak berkeringat terlalu banyak. Kiam Ciu menyaksikan itu dengan hati iba, tetapi kakek itu tampak berkeras kepala tidak mau ditolong.
"Hari iai aku telah melihat sikapmu dan aku yakin bahwa kau adalah seorang jago silat yang luhur budimu. Maka aku serahkan peta Pek-seng ini kepadamu untuk mengambil kitab pusaka ilmu silat Pek-seng !”
Kakek itu mengulurkan tangannya dan menyerahkan peta Pek-seng yang terbungkus dengan sutera. Dengan terharu Kiam Ciu menerima pemberian kakek itu. "Tetapi aku mempunyai satu permintaan yang harus kau penuhi” tertahan lagi karena kakek itu menahan rasa sakit.
Ketika menyaksikan keadaan itu, maka Kiam Ciu segera mengeluarkan rumput obat Lok-bwe-kim-keng dan diserahkan kepada kakek itu.
"Locianpwee aku mempunyai . , , “ seru Kiam Ciu sambil mengulurkan tangan untuk menyerahkan ramuan obat itu.
Tetapi Gan Hua Liong membentak: "Kau jangan banyak bicara ! Dengar baik-baik pesanku !”
"Tetapi Locianpwee, batang Lok-bwee-kim-keng ini dapat . . “ desak Kiam Ciu menyodorkan obatnya kepada kakek itu.
"Diam kataku !” seru kakek itu membentak.
Kiam Ciu mengkeret dan menundukkan mukanya. Dia tidak tahu maksud kakek itu. Kakek yang aneh dan baru kali ini ditemui oleh Kiam Ciu.