Kebetulan juga hujan telah bereda, tinggal gerimis lembut. kedua saudara seperguruan itu menuju kekuil Pao-yan-ta.
Ketika Kiam Ciu yakin bahwa orang-orang itu telah berjalan jauh. Maka dia lalu keluar dari rumah itu dan memanjat pohon untuk melihat kedua orang tadi, ketika diperhatikan ternyata mereka telah jauh, maka Kiam Ciu segera meloncat dan mengikuti jejak mereka.
Kiam Ciu sendiri juga akan menuju kekuil Pao-yan-ta mempunyai tujuan yang sama dengan kedua orang itu. Maka dengan berhati-hati sekali Kiam Ciu mengikuti jejak mereka berdua.
Tiada lama kemudian mereka telah sampai di kaki sebuah pegunungan itu.
Tampak sebuah bangunan kuil yang megah, disamping kuil itu terdapat sebuah bangunan pagoda. Eng Ciok Taysu Tie-kiam-su-seng berhenti sejenak. Mereka memandang keatas puncak pegunungan itu dengan mata melotot dan heran. Karena dipuncak pegunungan itu tampak berpuluh-puluh obor. Eng Ciok Taysu memandang kearah sutenya. Seolah-olah dia mengatakan bahwa rahasia peta Pek seng telah diketahui orang banyak. Tie kiam su-seng maklum dengan pandangan mata itu. Kiam Ciu juga tertahan langkahnya. Namun dia tetap bersembunyi, karena dia tidak mau membuat kegaduhan dan berisik dalam tugasnya itu. Dia harus mendapatkan peta itu tanpa banyak keributan.
Suasana diatas puncak pegunungan itu sangat gaduh sekali. Banyak sekali orang-orang dari suku Biauw yang membawa obor dan bersenjata lengkap sedang mengepung kuil Pao-yan-ta. Tetapi Eng Ciok Taysu dan Tie kiam su-seng bertekad untuk mendaki juga.
Kuil Pao-yan-ta terletak diatas puncak pegunungan. Sangat luar biasa bangunannya dan di samping kuil itu dibangun juga sebuah pagoda yang berpintu satu dan terletak dibagian bawah.
Setelah tiba diatas, mereka dapat menyaksikan banyak sekali orang-orang dari suku Biauw yang tengah berusaha untuk menggempur kedalam kuil itu.
Mereka bersenjata dan bertubuh sangat kuai, Sebentar-sebentar terdengar suara tertawa dari dalam kuil itu. Tampak beberapa orang telah binasa dan menggeletak dengan kepala pecah dan otaknya bercampur darah meleleh.
"Kalau aku tidak salah dengar suara tawa itu adalah suara tertawanya Kwa Si Lokoay” bisik Eng Ciok Taysu kepada Tie kiam su-seng. "Lihay benar ilmu silatnya. Coba sute perhatikan sudah berapa banyak orang-orang Biauw itu yang binasa . . .” "Betul juga, rupa-rupanya tidak mudah lagi bagi kita untuk merebut kitab Pekseng” jawab Tie kiam-suseng tegas dan was-was.
Beberapa saat kemudian tampaklah sebuah kelebatan bayangan, Tahu-tahu didepan pintu kuil itu telah berdiri Tok Giam Lo yang berwajah bengis dan bertambah tampak bengis karena sinar obor itu. Kakek yang bertubuh pendek itu menantang kearah orang-orang Biauw.
"Bah! Karena obor kalian aku jadi terganggu! Hayo menyingkir semua kalau masih ingin hidup!” seru Tok Giam Lo sambil mengirimkan pukulan Im-hong ciang kearah orang-orang didepannya. Mereka berjungkalan ! Orang-orang suku Biauw merasa ngeri melihat kehebatan pukulan beracun Tok Giam Lo itu. Mereka melarikan diri dan meninggalkan kawannnya yang telah binasa. Kemudian Tok Giam Lo meloncat agak ke belakang sambil berkacak pinggang menantang kearah kuil. Menantang Kwa Si Lokoay dengan suara lantang dan penuh keberanian.
"Hay Kwa Si Lokoayl Aku telah menyaksikan ilmu silatmu yang luar biasa itu. Kau ternyata dapat membinasakan beberapa orang suku Biauw hanya dari dalam kuil saja. Aku Tok Giam Lo telah datang kesini dengan maksud untuk mengambil peta rahasia Pek seng. Jika kau bersedia untuk menyerahkan peta itu padaku, maka kita dapat bersahabat dan kesalamatanmu kujamin!” seru Tok Giam Lo dengan suara lantang.
"Aku mengerti ucapanmu! Memang peta Pek seng berada didalam pagoda ini, tersimpan didalam guci abu jenazah suhuku. Aku segan untuk bersahabat denganmu, karena menurut pendapatku kau mempunyai watak tidak baik. Jika kau memang mempunyai kepandaian, maka kau dapat mencobanya untuk mengambil kedalam !” seru dari dalam dengan suara bergema.
Tok Giam Lo masih kurang puas dengan jawaban itu. Dia telah menghampiri pintu itu dan berseru lagi.
"Hey.. kau !” Apakah kau tidak menyadari bahwa kau telah menyekap diri didalam pagoda itu untuk menjaga peta Pek-seng selama lima puluh tahun ? Ilmu Pek seng sama sekali tidak ada artinya dan tak kau pergunakan apa-apa.
Maka jika kau menyerahkan peta rahasia Pek-seng itu kepadaku kau akan kuajak bergembira dan mengembara menikmati keindahan dan kemuliaan tahu ?” seru Tok Giam Lo dengan lantang.
Kwa Si Lokoay tidak menjawab apa-apa. Hanya tidak lama kemudian Tok Giam Lo terdorong kebelakang. Karena ternyata terasa suatu tenaga hembusan hebat dari dalam pagoda itu yang dilancarkan oleh Kwa Si Lokoay.
"Hey Tok Giam Lo itu suatu peringatan bagimu ! Jika kau masih membandel maka jiwamu akan segera melayang diatas puncak gunungan ini !"“ seru Kwa Si Lokoay dengan suara lantang.
"Hah !” sahut Tok Giam Lo "Jika kau menganggap dapat membunuhku dengan mudah itu maka kau adalah ibarat katak dalam sumur. Apakah belum tahu aku ini siapa ? Aku dapat mengirim kau keakhirat hanya dalam pertempuran dua jurus saja !” seru Tok Giam Lo.
"Hey kau ! kini palang besi pintu pagoda ini telah kuhancurkan !” seru Tok Giam Lo dengan suara lantang. "Kalau kau tidak berani keluar kau tunggulah aku akan masuk dan menyeretmu keluar !”
Begitu selesai kata-kata Tok Giam Lo, tahu-tahu ada sesosok tubuh telah meloncat dari dalam pagoda. Tok Giam Lo terkejut dan mundur beberapa langkah. Bukan saja Tok Giam Lo yang merasa terperanjat menyaksikan kehadiran Kwa Si Lokoay yang menyeramkan itu, tetapi juga Eng Ciok Taysu, Tie Kiam su-seng, dan juga Tong Kiam Ciu yang masih bersembunyi merasa kagum dan terpesona. Orang yang baru menerjang keluar itu bertubuh ceking dengan rambut terurai berwarna putih seluruhnya. Wajahnya kerut merut tetapi matanya memancarkan sinar aneh yang memukau. Tangannya seolah-olah melebihi betis panjangnya, seperii seekor kera. Mirip kera daripada manusia.
"Hay jahanam-jika aku tidak memberikan pelajaran padamu, kau tidak akan tahu aku ini siapa !” seru Kwa Si Lokoay dengan gusar.
Kwa Si Lokoay mengangkat kedua tangannya. Tok Gam Lo merasakan tubuhnya tertarik kedepan. Dia yakin bahwa kakek itu telah menyerang dengan ilmu Bo sing-kong ki atau tenaga gaib tanpa bentuk. Juga tidaklah mengherankan kalau orang-orang Biauw banyak yang binasa dan terbentur dinding pagoda karena sedotan tenaga sakti kakek itu.
Mendapat kenyataan itu maka dengan cepat pula Tok Giam Lo telah melancarkanilomu Cit Sing Lian Hua Po Hoat atau langkah gaib, untuk menghindari serangan lawan kemudian dia melancarkan serangan susulan dengan membentangkan ilmu Hong Ciang kearah Kwa Si Lokoay.
Dengan susah payah Tok Giam Lo menghadapi serangan Kwa Si Lokoay.
Ilmu Bon sing-kong ki memang sangat hebat, sehingga dengan susah payah Tok Giam Lo dapat mengatasinya kemudian mengirimkan ilmu pukulan beracunnya kearah kakek itu. Begitu pula Kwa Si Lokoay merasakan hahwa serangan pembalasan itu mempunyai tenaga gempur yang luar biasa.
Maka kakek itu meloncat kesamping untuk menghindari serangan lawan.
Angin pukulan menyambar lengan jubah kakek itu. Namun dengan kebutkan lengan jubahnya maka serangan Tok Giam Lo dapat terhalau.
Sambil berloncatan dan bergerak selalu Tok Giam Lo mencari kelengahan lawannya. Seolah-olah dia ingin membuat kakek itu menjadi pusing karena gerakannya itu. Namun kenyataannya, Kwa Si Lokoay tetap tenang dan waspada.
Karena dia telah banyak makan garam dalam pertempuran. walaupun dia telah menyekap diri didalam pagoda itu puluhan tahun.
Tok Giam Lo selalu waspada pula akan serangan dalam yang luar biasa dari ilmu Bo sing-kong ki yang tidak kentara itu. Namun begitu dia terengah juga.
Kwa Si Lokoay telah menggerakan kedua lengannya kearah Tok Giam Lo orang bertubuh pendek gemuk itu bertahan dan dengan susah payah mengerahkan ilmu Cit Sing Lian Hua Po Hoat untuk menghindari serangan tenaga sinkang Kwa Si Lokoay itu. Hingga mandi keringatan dan wajahnya menjadi merah padam, dia bertahan. Tiba-tiba kakek itu membentak keras dan Tok Giam Lo terjengkang sampai beberapa tindak jauhnya. Namun begitu dia sempat pula mengirimkan pukulan Im-hong ciang kearah kakek itu.
Kwa Si Lokoay meloncat dan akan menerkam Tok Giam Lo. Namun laki-laki gendut yang barwajah dan berwatak keji itu telah melemparkan ular belangnya kearah Kwa Si Lok.ay. Ular berbisa ganas itu telah melilit betis dan tangan Kwa Si Lokoay. Bersamaan dengan keadaan itu tampaklah dua tubuh berkelebat menerjang masuk kedalam pagoda. Tok Giam Lo menahan rasa sakit didadanya dan meloncat menerkam orang yang baru menerobos masuk itu: Orang yang diterkam oleh Tok Giam Lo itu tiada lain ialah Eng Ciok Taysu.
Begitu pula Kwa Si Lokoay meloncat menerkam bayangan-bayangan yang satunya lagi yang tiada lain adalah Tie kiam-suseng. Tubuh otang itu dibantingkannya ketanah dan hampir saja tidak berdaya.
Mereka telah mengambil kesempatan itu untuk menerobos masuk dan akan mengambil peta rahasia penyimpan kitab Pek seng didalam kuil itu. Namun mereka keburu ketahuan oleh kedua orang yang tengah bertempur itu.
Ular belang milik Tok Giam Lo telah binasa. Hancur tubuh ular itu terkena pukulan Kwa Si Lokoay. Namun kakek itu juga tiada luput terkena gigitan beracun ular belang itu. Tong Kiam Ciu yang sejak tadi bersembunyi dalam kesempatan itu juga berhasil masuk kedalam pagoda. Bahkan dia menyaksikan kelebatan orang lain yaug menerobos masuk kedalam pagoda itu juga.
Terdengar Kwa Si Lokoay membentak degan suara lantang!. Suara bentakan itu terdengar sangat menyeramkan dan berpengaruh hebat terhadap orangorang yang berada didalam pagoda itu.
"Sekarang siapa lagi yang berani nekad masuk kedalam pagoda ini akan kuhancur leburkan dengan pukulanku ini!” seru kakek itu dan membuktikan katakatanya. Dengan Ilmu Bon sing-kong ki kakek itu memukul tanah didepannya.
Terdengarlah sekonyong-konyong gerakan hebat tanah bercampur batu berhamburan kemudian tampaklah tanah dalam pagoda itu berlobang dan dalam. Semua yang menyaksikan kejadian itu merasa ngeri.
Tok Giam Lo mengenal bahwa kakek itu telah terkena racun bisa ular belang yang sengat ganas. Namun karena kehebatan Ilmu Bon sing-kong ki maka kakek itu masih sempat bertahan terhadap bisa ular belang yang sangat ganas itu.
Suasana didalam pagoda itu menjadi sangat tegang. Tiba-tiba didalam ketegangan itu terdengar suara tertawa dari arah dalam pagoda. Semua orang terperanjat dan menjadi kagum.
Tiada seberapa lama tampaklah Tong Kiam Ciu telab meloncat dan berdiri dihadapan Kwa Si Lokoay. Menyaksikan kehadiran Kiam Ciu di tempat itu Eng Ciok Taysu merasa heran, begitu juga Tok Giam Lo merasa heran karena dia semula menyangka bahwa Kiam Ciu telah binasa terkera racun.
Namun Kiam Ciu tidak memperdulikaa mereka semua itu Dia menghadap Kwa Si Lokoay dan berseru dengan suara lantang tetapi hormat.
"Locianpwee pagoda ini telah kemasukan orang !” seru Kiam Ciu.