Warisan Jendral Gak Hui Chapter 24

NIC

"Ya.. . hahaha” seru pemuda itu.

"Apa maksudmu kau melempar dengan gambar itu ?” seru Kiam Ciu.

"Hemmm gambar itu adalah milikku maka aku datang kesini akan minta gambar itu kembali.. . !” seru pemuda gembel itu sambil mengulurkan tangan kanan kearah Kiam Ciu. "Enak saja kau telah membuat otakku pusing karena teka-teki itu, Kini dengan seenakmu lalu minta kembali gambar itu. Aku belum dapat memecahkan tekateki yang kau berikan kepadaku itu. Jangan kau bermimpi akan mendapatkan kembali gambar itu sebelum kau menerangkan maksudnya.. . “ seru Kiam Ciu sambil menuding kearah pemuda gembel yang masih tetap duduk diatas genting dengan tenangnya.

"Tetapi kertas bergambar itu adalah milikku, maka kini aku mengharapkan kau untuk mengembalikan kepadaku!” seru pemuda itu sambil mengulurkan tangan kanannya. "Kau telah membuat seseorang tenggelam dalam suatu teka-teki. Maka sebagai penghormatan kau harus memberikan penjelasan tentang arti teka-eki itu!” seru Kiam Ciu dengan muka merah.

"Tetapi kertas itu kertasku! Mana berikan padaku !” seru pemuda itu "Kalau kau belum memberikan jawaban teka-teki itu padaku, jangan kau harapkan bahwa aku akan mengembalikan kertas ini padamu!” seru Kiam Ciu bersungguh-sungguh. "Jika kau sangat mengharapkan jawabannya.. . inilah jawabannya !” seru pemuda itu sambil meloncat turun dari atas atap rumah bobrok itu kemudian meloncat pula bagaikan kilat dia telah menghilang.

Kiam Ciu dengan tangkas telah menangkap lemparan itu. Ternyata kertas yang dilipat sangat ringkas. Kemudian Kiam Ciu membuka lipatan itu. Ternyata adalah sebuah wurat yang berisi pisau.

"Awas! Penganiayaan! Berbahaya!”

Tullsan-tulisan singkat tetapi cukup berarti itu meupakan kesan padanya.

Akhirnya Kiam Ciu menyadari bahwa pemuda gembel yang aneh itu ternyata berusaha untuk menolongnya. Ternyata pemuda itu bermaksud baik walaupun sebelumnya dia belum pernah mengenal dan saling berbicarapun belum. Maka diamatinya sekali lagi. diulanginya untuk membacanya.

"Hemmm rupa-rupaya dia berusaha untuk menolongku dari bencana. Mulamula dia telah melemparkan kertas bergambarkan seorang gadis dia telah berusaha memperingatkan kepadaku akan jebakan Pil Ki yang keji itu, kemudian aku lebih waspada lagi. Siapakah dia yang sebenarnya ?” pikir Kiam Ciu sambil memasukkan kertas peringatan itu kedalam saku bajjuya.

Sebenarnya memang Tong Kiam Ciu banyak yang mencintai. Apalagi ketika diketahui oleh tokoh-tokoh persilatatan bahwa Kiam Ciu akan naik kepuncak gunung Ciok-yong-hong untuk turut serta dalam pertemuan orang-orang gagah pada pesta Bu-lim-tahwee dan kelihatan bahwa Kiam Ciu membawa-bawa pedang Oey-Liong-Kiam, maka dia selalu diincar oleh tokoh persilatan itu. Namun Kiam Ciu sama sekali tidak menyadarinya. Bahwa segala peristiwa itu rangkaiberangkai sangat panjang dan tiada berkesudahan.

Dengan tetap tenang-tenang saja seolah-olah tidak ada apa-apa, maka Kiam Ciu telah bersiul memanggil kudanya; Kuda putih itu memperdengarkan ringkikannya dan berderap mendekati Kiam Ciu. Setellah menggeser-geserkan kepalanya kelengan pemuda itu dan Kiam Ciu mengelus kepala kudanya tersenyum. "Putih ayolah kita meneruskan perjalanan” bisik Kiam Ciu. Kuda itu seperti tahu apa yang dikatakan tuannya dan memperdengarkan suara ringkikan tertahan beberapa kali, bagaikan jawaban kata-kata Kiam Ciu.

Akhirnya Kiam Ciu meloncat kepunggurg kuda putih itu. Tali kekangnya dibentakkan dan kuda itu melompat lari. Walaupui bagaimana pemuda itu masih memikirkan kata-kata yang tertulis pada surat yang dilemparkan oleh gembel itu, Namun dia sam a sekali tidak tahu apa maksudnya.

Tiba-tiba Kiam Ciu mencium bau daging dipanggang. Seketika itu juga perutnya terasa sangat lapar. Maka diputar langkah kudanya menuju keasap sedap yang melaparkan perut itu. Apa agi hampir dua hari Kiam Ciu tidak makan.

Setelah mencium bau daging dibakar itu, perutnya merasa sangat lapar sekali.

Belum seberapa jauh dia telah melihat kepulan alap. Setelah bertambah dekat terlihatlah seorang kakek pendek yang tengah membakar dua potong kaki babi. Dihampirinya kakek itu. Asap sedap mengepul dan mempengaruhi selera Kiam Ciu. Laparnya hampir tak tertahan.

Laki-laki bertubuh gendut pendek dan berwajah kejam itu tetap tenang. Dia terus memanggang dua buah kaki babi itu diatas api yang membara.

Kedatangan Kiam Ciu tidak mengejutkannya. Rupa-rupanya laki-laki itu telah mengetahui maksud kedatangan Kiam Ciu.

"Apakah kau lapar ? Tetapi kawanku itu biar makan dulu!” seru laki-laki pendek dan gendut itu sekilas memandang kearah Kiam Ciu. Kemudian menunduk lagi mengamati paha panggangnya. Sepotong daging panggang telah dilemparkan ke arah seekor ular belang.

"Ayo turun dari kudamu, kita dapat makan bersama-sama!” seru laki-laki itu dan terus dia sendiri sibuk memotong daging panggang itu dan melahapnya.

"Terima kasih Locianpwe.. “ seru Kiam Ciu sambil dengan tergesa-gesa turun dari atas pelana kudanya dan menghampiri laki-laki itu, kemudian mengambil sepotong daging panggang dan dimakannya.

Kedua orang itu belum saling mengenai. Mereka telah makan bersama dalam keadaan lapar. Kiam Ciu mengauggap orang pendek yang berwajah kejam itu ternyata seorang yang baik hati.

Setelah laki-laki itu merasa kenyang dia telah berhenti makan. Tangannya yang berminyak itu diusap-usapkannya ke betis dan di gosok-gosokannya ke rumput. Kemudian mengusap mulutnya dengan jubahnya. Ular belang itupun telah selesai menelan daging panggang. Kemudian ular belang itu disimpannya dibalik jubah laki-laki gendut dan pendek itu.

"Aku telah kenyang, maka akan segera mininggalkan tempat ini. Tetapi kalau kau masih merasa kurang, disana kau dapat mengambinya !” seru laki-laki itu sambil menunjukkan ke satu tempat.

Kiam Ciu agak terperanjat dengan kata-kata itu kemudian dia mengajukan pertanyaan ingin mengetabui nama laki-laki itu.

"Tetapi siapakah nama Locianpwee ?” seru Kiam Ciu.

Laki-laki itu menahan langkahnya, kemudian berpaling kearah Kiam Ciu dan wajahnya yang bengis itu kini tampak agak cerah.

"Oh.. . kau tanyakan namaku? Apakah perlu itu bagimu anak muda ?”

"Ya sangat perlu, karena kebaikan hatimu telah memberikan daging panggang ini . . “ seru Kiam Ciu.

"Jadi hanya karena daging itu kau ingin mengetahui namaku ?”

"Oh . , , bukan iiu maksudku . . .” sahut Kiam Ciu gugup.

"Baiklah kau dengar, kau dengar namaku.. . , Aku bernama Tok Giam Lo !”

Kiam Ciu tampak terpaku, matanya terbeliak karena terkejut mendengar nama itu, karena nama itu sudah sering didengarnya.

"Oh , , , jadi . , , jadi Locianpwee bernama Tok Giam Lo ? Nama itu sudah sejak lama kudengar nama besar dan malang melintang di kalangan Kang-ouw, namun mengapa kini kutemui sebagai pencuri kepunyaan orang lain” jawab Kiam Ciu dengan terheran-heran dan memandang laki-laki itu dengan sorot mata tak mengerti. "Kalau kau sudah mengetahui siapa diriku, mengapa kini kau berani mencela.

Untuk kesalahanmu itu kau harus menerima hukumanku tiga kali pukulan ! seru Tok Giam Lo. "Oh, jika apa yang kukatakan tadi dianggap tidak betul. Maka aku bersedia untuk menerima pukulan sebagai hukuman , , , “ jawab Kiam Ciu.

Tanpa banyak berbicara lagi, Tok Giam Lo sudah siap untuk mengirimkan pukulan tiga kali kearah tubuh Kiam Ciu.

Tetapi Kiam Ciu telah siap siaga dengan ilmu Bo-kit-sin-kong untuk menangkis pukulan Tok Giam Lo yang berhati sewenang-wenang itu.

Karena pemuda itu telah menduga dan masih mengingat cerita gurunya tentang Tok Giam Lo itu seorang tokoh yang berjiwa keji dan suka berbuat sewenang-wenang, Tok Giam Lo mempuryai kehebatan ilmu racun dan bisa yang sangat ganas. "Buk !” terdengar suara dua kekuatan berbentur.

Tok Giam Lo terlempar surut beberapa langkah. Dia sangat terperanjat menyaksikan kenyataan itu. Ternyata Kiam Ciu yang masih sangat muda itu telah dapat menguasai Bo-kit-sin-kong sangat sempurna. Setelah mendapat kenyataan itu, maka laki-laki pendek itu jadi beringas.

Kini dia telah siap siaga untuk memukul kembali dengan ilmu Sin-kang yang lebih hebat dan dapat menghancurkan gunung. Wajahnya tampak lebih bengis lagi. Menggerakkan tinjunya yang mengepal dimuka dadanya dengan kerut kemerut dahi dan matanya melotot.

Ketika Tok Giam Lo meloncat menyerang dengan pukulan tangannya kedada Kiam Ciu, pemuda itu menarik kakinya selangkah kebelakang, kemudian memukulkan tangan kanan kedepan. Belum lagi Tok Giam Lo sampai dihadapan Kiam Ciu, dia telah terkena angin pukulan Kiam Ciu hingga terpental balik lima tindak. Wajah Tok Giam Lo jadi bertambah beringas dan marah sekali.

Dia meloncat dan mengembangkan kesepuluh jari jemarinya untuk menyerang Kiam Ciu. Dari ujung jari jemari itu tampak mengepul asap beracun.

Kiam Ciu terperanjat ketika hidungnya mencium bau amis. Dia telah menduga bahwa Tok Giam Lo telah mempergunakan racun. Belum sempat dia berpikir lebib lanjut tahu-tahu tubuhnya menjadi panas, kemudian beralih dingin hingga dia menggigil kedinginan. Sejenak kemudian dia merasakan kehilangan tenaga menjadi sangat lemah sekali. Kiam Ciu tidak berdaya, tubuhnya loyo dan mukanya tampak sangat pucat sekali.

Posting Komentar