“Kemaren yang kami bantu adalah barisan orang-orang gagah yang berjuang menumbangkan kekuasaan raja lalim. Akan tetapi hari ini kami menyerang barisan perampok yang berlaku sewenang-wenang, merampok, membunuh, dan menculik wanita. Apanya yang aneh dalam perbuatan kami? Kaulah orangnya yang aneh, goanswe! Kemaren kau memimpin pasukan pejuang, apakah hari ini kau hendak membela dan memimpin perampok-perampok jahat macam ini?”
Mendengar ucapan ini, bukan main malu dan marahnya jenderal itu. Mukanya yang gagah itu menjadi merah sampai ke telinganya. Tanpa menjawab kata-kata Ling Ling, ia memandang kepada seorang perajurit yang terluka, menghampirinya lalu menjambak rambutnya, dipaksa berdiri.
“Siapa yang memimpin perampokan ini?” tanyanya dengan suara bagaikan harimau mengaum.
Perajurit yang terluka pahanya oleh pedang Ling Ling itu, menjadi pucat dan dengan bibir gemetar dan tubuh menggigil ia menjawab.
“Hamba , hamba hanya terbawa-bawa, yang menjadi biang keladinya adalah Ciu-twako
itu. ” Ia menuding ke arah seorang perajurit yang patah tulang pundaknya dan rebah
merintih-rintih di atas tanah.
Jenderal Li Goan melepaskan jambakannya, akan tetapi ia menendang tubuh perajurit itu sehingga tubuh itu terpental jauh dalam keadaan tak bernyawa lagi. Kemudian menghampiri perajurit she Ciu yang kini memandang dengan mata terbelalak takut.
Semua orang, termasuk Ling Ling, Sui Giok, dan Sian Lun, memandang dengan diam tak mengeluarkan sedikitpun suara. Demikian pula para perajurit dan perwira. Keadaan menjadi sunyi sekali.
“Kau mengaku telah membawa kawan-kawanmu merampok dan menculik wanita-wanita?” tanyanya dengan suara mengguntur.
Perajurit itu tidak berani mengeluarkan suara, bahkan tidak berani pula menatap pandang mata pemimpin besar itu. Ia menundukkan kepalanya dan tubuhnya menggigil seperti orang kedinginan. “Jawab!” Jenderal Li Goan membentak.
“Hamba..... hamba hanya merampok...... bangsawan-bangsawan ....... kaki tangan kaisar ”
“Bagaimana bunyi larangan ketiga dan kelima?” suara Jenderal Li mengguntur lagi. “Ketiga..... tidak boleh merampok......, kelima .... tidak boleh mengganggu wanita ”
“Bedebah, kau masih ingat larangannya, namun tetap kau langgar!” Srrrrt! Pedang yang mengeluarkan cahaya kuning tercabut dari pinggang jenderal itu dan sekali ia ayunkan pedangnya, putuslah leher perajurit yang menyeleweng tadi.
Jenderal Li Goan lalu mengangkat pedang Oei Hong Kiam tinggi-tinggi, dan berkata dengan suara keras terhadap semua perwira dan perajurit.
“Dengarlah semua, hai patriot-patriot bangsa sejati. Kalian telah mencucurkan peluh, mengeluarkan darah, mempertaruhkan nyawa untuk membela bangsa dan mengusir penindas rakyat. Perjuanganmu itu baru disebut suci dan bermanfaat apabila tidak kalian kotori dan nodai sendiri dengan perbuatan-perbuatan jahat seperti yang telah dilakukan oleh manusia- manusia ini. Jangan menjadi pelindung rakyat hanya di mulut saja, akan tetapi dihati selalu mencari kesempatan untuk memeras rakyat jelata. Contohnya perajurit yang kupenggal lehernya ini, siapa saja yang berani melakukan pelanggaran seperti dia, pedangku ini akan memenggal lehernya.”
Setelah berkata demikian, Jenderal Li Goan hendak memberi hormat kepada Sui Giok dan Ling Ling, akan tetapi ibu dan anak itu memandangnya dengan mata terbelalak. Pandangan mata Ling Ling dan Sui Giok sebenarnya bukan tertuju kepada wajah jenderal itu melainkan kepada pedang Oei Hong Kiam yang diangkat tinggi-tinggi oleh Jenderal Li Goan.
“Oei Hong Kiam !” berseru Ling Ling dan ibunya hampir berbareng dan tiba-tiba wajah
mereka menjadi beringas. Inilah pedang peninggalan Panglima Kam Kok Han yang telah dirampas oleh pembunuhnya. Sebelum menarik napas terakhir, Bu Lam Nio telah berpesan agar mereka berdua mencari dan membunuh pemegang pedang Oei Hong Kiam!
Bagaikan mendapat komando, serentak Ling Ling dan Sui Giok menubruk maju dengan pedang mereka, menyerang Jenderal Li Goan yang sama sekali tidak menyangkanya. Baiknya jenderal besar ini memiliki ilmu silat tinggi, maka ketika dua pedang itu menyambarnya, ia masih dapat menangkis pedang Sui Giok dan mengelakkan diri dari tusukan pedang merah di tangan Ling Ling yang menyambar lehernya. Namun gerakan Ling Ling amat cepatnya sehingga biarpun jenderal itu berhasil menyelamatkan nyawanya masih saja ujung pundaknya terbabat sehingga baju dan kulit pundaknya terobek oleh ujung pedang.
“Eh, gilakah kalian?” Jenderal Li Goan masih sempat berseru kaget, dan Sian Lun lalu menyerbu ke depan menghadapi amukan Ling Ling yang amat berbahaya ilmu pedangnya itu. Juga semua perwira mengurung maju sambil berteriak-teriak.
“Tangkap pemberontak wanita! Bunuh mereka!” Ada pula yang berseru, “Mereka adalah siluman kejam! Bunuh!”
Ling Ling tertawa bergelak dan dengan suara yang menyeramkan ia berseru, “Hayo, majulah! Keroyoklah Cialing Mo-li dan Toat-beng Mo-li! Kami tidak takut!
Pemegang Oei Hong Kiam harus mampus di tangan kami!” Ia terus mengejar Jenderal Li Goan, akan tetapi oleh karena Sian Lun menghalanginya, dengan sengit dan marah sekali ia lalu menyerang Sian Lun sehingga kembali ia bertempur dengan hebatnya menghadapi pemuda kosen itu.
Nama Cialing Mo-li dan Toat-beng Mo-li sudah terkenal sekali, karena nama ini telah banyak diceritakan orang. Maka mendengar nama ini, terkejutlah semua orang, termasuk Sian Lun dan Jenderal Li Goan.
Akan tetapi jenderal yang berpengalaman ini tidak mau melihat wanita gagah itu terbunuh, karena ia pikir tentu ada apa-apanya di belakang yang mereka hendak membunuhnya. Apalagi ucapan Ling Ling yang terakhir, yang menyatakan bahwa pemegang pedang Oei Hong Kiam harus mati di tangan mereka, amat menarik hatinya.
“Sian Lun, jangan bunuh mereka! Tangkap mereka hidup-hidup! Ini merupakan perintah!” katanya keras sehingga terdengar oleh semua perwira yang beramai-ramai mengurung ibu dan anak itu.
Para perwira ketika mendengar perintah ini lalu mengambil tambang dan jala, dan beramai- ramai mereka melemparkan jala dan tambang ke arah kedua orang wanita yang mengamuk bagaikan kerbau gila itu. Dikeroyok demikian banyak orang, terutama sekali menghadapi pedang Sian Lun yang luar biasa, akhirnya Ling Ling dan Sui Giok dapat tertutup oleh jala.
Mereka memberontak dan dengan pedang mereka, banyak jala yang putus-putus dan banyak pula perwira yang terkena bacokan sehingga terluka. Akan tetapi, selagi mereka meronta- ronta di dalam jala, Sian Lun lalu menghampiri Ling Ling dan dengan cepat sekali lalu menotok pundak gadis itu di jalan darah tai-hwi-hiat sehingga lemaslah tubuh Ling Ling.
Jenderal Li Goan juga melompat ke dekat Sui Giok dan jenderal yang berkepandaian tinggi ini menyontoh tindakan Sian Lun dengan tiam-hoatnya yang dipelajarinya dari ilmu totokan Siauw-lim-pai, maka robohlah Sui Giok dengan tubuh lemas pula.
“Tahan mereka dan hadapkan kepada pengadilan tertinggi untuk diperiksa!” jenderal itu memerintahkan kepada para perwiranya. “Akan tetapi harus memperlakukan mereka baik- baik!”
Setelah berkata demikian, ia mengajak Sian Lun masuk ke dalam istana untuk melanjutkan usaha perkembangan selanjutnya agar pemerintahan yang baru dapat berjalan lancar.
******
Pada keesokan harinya, Kwee Siong dengan pakaian kebesaran telah duduk di belakang meja besar di dalam istana di ruang lebar bagian persidangan pengadilan kaisar. Pembantu- pembantunya telah menduduki tempat masing-masing dan di kanan kiri siap menjaga empat belas orang perwira yang berpakaian indah dan bersikap gagah. Empat orang algojo yang bertubuh tinggi besar bagaikan raksasa berdiri di kanan kiri pula, diam tak bergerak bagaikan patung.
Suasana di ruang pengadilan sepi sunyi, tidak ada seorangpun berani mengeluarkan suara. Memang Kwee Siong terkenal amat memegang aturan dan melarang orang-orang membuat gaduh apabila ia sedang mengadakan pemeriksaan terhadap para pesakitan.