Tiga Dara Pendekar Siauw-lim Chapter 33

NIC

“Bangsat pemuda yang sombong!” teriaknya gemas sambil menuding ke arah hidung pemuda itu. “Apakah kau sudah bosan hidup maka berani bertingkah sesombong ini?”

“Bangsat tua!” Tha Sin Liong balas memaki dan sengaja menyebut bangsat tua sebagai balasan, sungguhpun Boan Swe baru berusia tiga puluh tahun lebih. “Kalau aku sudah bosan hidup, nanti aku naik ke panggung ini. Jangan banyak membuka mulutmu yang besar dan jangan pula menakut-nakuti aku dengan sepasang matamu yang seperti mata kerbau itu, kau dan saudaramu ini majulah!”

Akan tetapi, Boan Kin masih merasa ragu-ragu dan malu untuk mengeroyok seorang pemuda seperti ini, karena hal ini akan menjatuhkan namanya, maka ia bertanya,

“Anak muda, benar-benarkah kau menghendaki kami berdua maju bersama? Jangan kau main-main!”

“Saudara yang baik,” kata Sin Liong sambil tersenyum sabar, “aku pernah mendengar bahwa seorang tokoh besar dari Go-bi-pai pernah menciptakan ilmu golok pasangan yang disebut Im Yang Siang-to-hwat dan yang amat kuat apabila dimainkan oleh dua orang. Kau dan kawanmu ini menggendong golok telanjang di punggung, tentu kalian adalah ahli-ahli ilmu golok tersebut. Oleh karena itu, biarlah kalian maju bersama mainkan ilmu golok itu agar aku dapat mengenal kelihaiannya!”

Kembali Boan Kin tercengang mendengar ini, tidak saja terkejut melihat ketabahan pemuda ini, akan tetapi juga heran mengapa pemuda ini tahu tentang Im Yang Siang-to-hwat. Memang dia dan adiknya pernah mempelajari ilmu golok ini, bahkan ilmu ini pula yang mereka berdua andalkan dan yang telah membuat keduanya jarang terkalahkan.

“Baiklah, orang muda she The. Kau sendiri yang minta, bukan kami yang sengaja mendesak!” Sambil berkata demikian, Boan Kin mencabut goloknya, diturut pula oleh Boan Swe. Kedua kakak beradik ini lalu mengambil tempat di kanan kiri pemuda itu yang masih berdiri tenang-tenang saja. Kemudian, Sin Liong mengangkat kedua lengannya dengan pangkal lengan menempel iga, tangan diangkat ke pundak dan telapak tangannya dikembangkan ke kanan kiri, seperti orang sedang memikul.

“Mulailah!” katanya.

Kedua saudara Boan itu sama sekali tak pernah menduga bahwa pemuda ini hendak melawan mereka dengan tangan kosong saja, maka mereka merasa heran berbareng marah dan mendongkol karena terang saja anak muda itu memandang enteng kepada mereka. Sambil berseru keras Boan Swe yang berangasan lalu menyerbu dan goloknya yang lebar dan berkilau saking tajamnya itu menyambar ke arah leher Sin Liong dengan maksud memenggal leher pemuda itu dengan sekali tebas saja. Dan hampir berbareng pada saat yang sama pula, golok di tangan Boan Kin telah menyambar pula, akan tetapi yang diserang adalah sepasang kaki pemuda itu.

“Bagus!” Sin Liong berseru dan untuk mengelak dari dua serangan atas dan bawah ini, tubuhnya melompat ke depan dan ia hendak mengambil kedudukan berhadapan dengan kedua lawannya, akan tetapi dengan cepat pula Boan Kin telah melompat ke sebelahnya dan kembali ia berada di tengah-tengah dan kedua lawannya itu mengurung di kiri kanan.

Kalau ia menghadapi yang seorang maka orang kedua akan berada di belakangnya. Kini Boan Kin yang melakukan serangan lebih dulu dengan menusukkan goloknya dari arah kiri sedangkan Boan Swe lalu menyusul dengan tusukan dari arah kanan. Kembali Sin Liong mengelak dan selanjutnya pemuda ini mempergunakan gin-kangnya yang luar biasa sehingga tubuhnya seakan-akan tubuh seekor burung walet yang amat gesitnya, menyambar-nyambar di antara kedua golok yang berkelebat bagaikan dua ekor naga mengamuk.

Memang ilmu golok kedua orang itu lihai sekali gerakannya, dan selalu digerakkan dengan cepat dan dalam keadaan berlawanan. Kalau golok pertama menyerang dari kanan, golok kedua menyerang dari kiri, kalau yang pertama menyerang dari atas, yang kedua menyerang dari bawah. Demikianlah, maka kedua batang golok itu seakan-akan mengurung rapat-rapat dan tidak memberi jalan keluar kepada lawan yang amat gesit itu.

Para penonton menahan napas menyaksikan pertempuran hebat ini. Mereka mmerasa kagum sekali melihat betapa dengan bertangan kosong, pemuda yang tampan itu berani menghadapi serangan dua batang golok yang demikian lihainya dan sebentar kemudian, para penonton menjadi melongo karena kini mereka tak dapat melihat pula tubuh pemuda itu yang berubah menjadi bayangan putih berkelebat ke sana kemari di antara sinar golok yang putih berkilau seperti ular-ular perak.

Gan Kong yang melihat ini, merasa terkejut sekali dan diam-diam bersukur bahwa tadi ia tidak bertempur melawan pemuda ini, karena betapa dengan tangan kosong pemuda itu dapat mempermainkan Boan Kin dan Boan Swe yang mainkan ilmu golok selihai itu, ia merasa sangsi apakah ia akan dapat kalahkan pemuda ini.

Sui Lan juga merasa kagum sekali, dan diam-diam megakui bahwa dalam hal gin-kang, pemuda itu tidak kalah dari dia! Akan tetapi, ia maklum bahwa kalau pertempuran itu dilanjutkan oleh pemuda itu dengan tangan kosong saja, sukarlah baginya untuk memperoleh kemenangan bahkan banyak sekali bahayanya ia akan terluka oleh golok yang datang menyerang bagaikan hujan lebat itu.

The Sin Liong bukanlah seorang pemuda yang bodoh, dan ia tahu pula tentang kenyataan ini. tadipun ia hanya ingin mengukur sampai di mana tingkat kepandaian kedua orang murid Go-bi-pai itu. Maka setelah ia mempergunakan kegesitan dan gin-kangnya yang tinggi untuk melawan kedua lawannya sampai empat puluh jurus, tiba-tiba ia tertawa dan berkata,

“Sekarang sudah tiba saatnya kalian harus melepaskan golok itu!” Dan berbareng dengan itu, tahu-tahu ia telah mencabut pedang yang tergantung di punggung dan bersama dengan menyambarnya sinar kebiru-biruan menyilaukan mata, terdengar bunyi “trang!” dan kedua saudara Boan itu cepat melompat mundur sambil berseru kaget, karena ternyata bahwa dengan sekali babat saja golok mereka telah putus menjadi dua potong!

“Bagus, Saudara The. Kau benar-benar lihai sekali! Akan tetapi kekalahan kami adalah karena kau mempergunakan po-kiam (Pedang Mustika) yang baik. Kami masih belum puas. Mari kita bertanding lagi mengandalkan kaki dan tangan!” kata Boan Kin sambil melemparkan golok yang tinggal gagangnya saja itu.

Sin Liong tersenyum dan menyimpan pedangnya, sedangkan para penonton menjadi berisik karena orang- orang membicarakan pertempuran tadi dengan penuh kekaguman dan memuji-muji pemuda tampan itu.

“Tangan dan kaki adalah senjata yang kita bawa semenjak lahir, dan kegunaannya tidak kalah oleh pedang atau golok,” kata Sin Liong, “Saudara Boan, kau adalah ahli lwee-kang sedangkan kawanmu ini ahli gwe-kang, apakah kalian berdua hendak mempergunakan ilmu silat dua serangkai Hok-thian Hok-te (Balikkan Langit dan Bumi) untuk mengeroyok dan menjatuhkan aku?”

Kembali Boan Kin tertegun mendengar ucapaan ini, karena ternyata bahwa pemuda itu dapat menduga tepat sekali, tanda bahwa dalam hal ilmu-ilmu silat tinggi dari Go-bi-pai, pemuda ini telah mempunyai pandangan yang luas sekali.

“Apakah kau takut?” tanyanya dengan senyum sindir.

Sin Liong tertawa sinis dan sepasang matanya yang tajam itu berseri gembira. Takut? Ha-ha-ha, itulah pantangan besar bagi Suhuku Pat-jiu Sin-kai!”

Terkejutlah Boan Kin dan Boan Swe mendengar bahwa pemuda ini adalah murid Pat-jiu Sin-kai (Pengemis Sakti Bertangan Delapan) yang namanya amat terkenal di kalangan persilatan tingkat atas!

“Hm, jadi kau adalah murid dari Pat-jiu Sin-kai Kwe Sin? Pantas, pantas! Tak heran kau begini lihai. Akan tetapi, Go-bi-pai tak usah kalah nama dengan suhumu itu!” kata Boan Kin.

“Siapa bilang Go-bi-pai kalah nama? Go-bi-pai adalah cabang persilatan yang tinggi tingkatnya, akan tetapi kaulah yang masih amat rendah tingkatmu, dan karena kau baru bertingkat lima dalam kedudukan Go-bi-pai, maka kepandaianmu yang masih rendah inilah kiranya yang membuat kau berlaku sombong dan bergaul dengan segala macam orang jahat!”

Kembali Boan Kin merasa terheran. Bagaimana pemuda ini bisa mengetahui bahwa tingkatnya adalah tingkat kelima? Akan tetapi, karena ia masih merasa penasaran sekali ia lalu membentak,

“Marilah kita coba!” Dan ia lalu maju menyerang dengan hebat. Pukulannya kelihatan perlahan dan tak bertenaga, akan tetapi karena ia mempergunakan lwee-kang, maka angin pukulannya mendatangkan hawa dingin pukulannya mendatangkan hawa dingin mendahului pukulan itu sendiri. Juga Boan Swe bergerak mendahului dan memukul pemuda itu dengan pukurannya yang keras dan dilakukan dengan tenaga kasar. Di dalam latihannya, Boan Swe dapat mempergunakan kekerasan kepalannya untuk memukul pecah sampai hancur lebur sepuluh bata merah yang ditumpuk-tumpuk, maka apa bila kepalan tangannya yang dipukulkan ke arah kepala Sin Liong itu mengenai sasaran, tentu kepala Sin Liong akan pecah pula!

Akan tetapi, kedua saudara Boan ini benar-benar tidak tahu diri dan kurang hati-hati. Seharusnya, sebagai orang-orang sudah memiliki ilmu silat cukup tinggi, mereka tahu bahwa dari ucapannya dan juga dari gerakannya ketika bertempur melawan mereka dengan tangan kosong tadi, pemuda ini memiliki tingkat kosong tadi, pemuda ini memiliki tingkat kepandaian yang sedikitnya sebanding dengan ahli silat Go-bi-pai tingkat dua!

Ketika mereka menyerang, sambil tersenyum Sin Liong melompat ke atas dan ketika membalas dengan serangan-serangan kilat, kedua saudara Boan itu menjadi sibuk sekali! Sin Liong telah melakukan serangan dengan gerak tipu Sam-hoan-to-goat (Tiga Lingkaran Membungkus Bulan), sebuah ilmu silat yang luar biasa sekali gerakannya dan sukar diduga perubahannya. Mereka seakan-akan melihat lawannya telah berubah tiga orang dan berputar-putar di sekeliling tubuh mereka, membuat mereka menjadi pening dan pandangan mata mereka kabur. Hal seperti ini selama hidup baru satu kali mereka alami, yakni ketika dulu su-couw (kakek guru) mereka, Pek Bi Tojin, pernah menguji kepandaian mereka dan kakek guru ini pun bersilat dengan cepatnya sehingga mereka menjadi pening seperti keadaan mereka sekarang!

Akan tetapi, kedua saudara Boan ini memang keras kepala dan tidak mau mengaku kalah. Mereka memukul membabi buta dengan nekat sambil mengerahkan seluruh tenaga. Pada suatu saat, hampir bersamaan, Boan Kin memukul dari sebelah kiri dengan gerak tipu Cio-po-thian-keng (Batu Meledak Langit Gempur), sedangkan Boan Swe dari sebelah kanan memukul pula dengan gerak tipu Pai-bun-twi-san (Atur Pintu Tolak Gunung). Pukulan kedua orang ini sama cepat dan kerasnya dan dilakukan dalam keadaan mata berkunang dan kepala pening. Tiba-tiba terdengar suara ketawa dari Sin Liong yang merendahkan diri hampir berjongkok sambil menggerakkan kedua tangannya ke kanan kiri. Pukulan kedua orang itu melesat arahnya karena disentuh oleh tangan Sin Liong dan tak dapat ditahan lagi kepalan mereka menuju ke tubuh lawan sendiri.

Posting Komentar