Di dekat tempat Sui Lan berdiri, terdapat empat orang pemuda yang berpakaian seperti pelajar. Mereka ini bicara bisik-bisik satu kepada yang lain dan Sui Lan yang berpendengaran tajam dapat menangkap sedikit kata-kata mereka ketika seorang di antaranya berkata,
“Lo-heng, tak perlu kita melayani segala macam orang kasar seperti mereka.”
“Akan tetapi hatiku amat panas, mendengar Siauw-lim-pai dipandang rendah seperti itu!!” kata seorang lain. “Biarlah aku mencobanya juga.” Setelah berkata demikian, orang yang bicara ini lalu melompat ke atas panggung.
“AH, Twa-suheng terlalu gegabah,” kata seorang lain.
Ketika pemuda yang berpakaian putih itu melompat ke atas panggung, semua penonton bersorak karena mereka merasa gembira dan mengharapkan menonton pertandingan yang hebat. Pemuda itu menjura kepada murid Bu-tong-pai tadi dan berkata,
“Siuw-te seorang she Bun ingin menerima pelajara,”
“Bagus!” seru orang Bu-tong-pai itu. “Aku bernama Gan Kong, tidak tahu saudara dari cabang persilatan manakah?” “Siauw-te tidak termasuk anggota cabang persilatan yang manapun juga, akan tetapi siauw-te pernah mempelajari sedikit ilmu silat Siauw-lim.”
Bersinarlah mata Gan Kong mendengar ini. “Hm, jadi kau adalah anak murid Siauw-lim-pai?” Juga kawan- kawannya yang empat orang itu memandang penuh perhatian.
“Sudah kukatakan bahwa aku bukan anggota cabang persilatan manapun juga, jadi bukan anggota Siauw-lim- pai, akan tetapi aku pernah mempelajari ilmu silat Siauw-lim. Apakah hal ini juga merupakan sesuatu yang harus dipandang rendah?”
Mendengar percakapan mereka yang telah mulai ‘panas’ itu, para penonton menjadi makin gembira dan tegang.
Sementara itu, Gan Kong mengangguk-angguk dan tersenyum mengejek.
“Kalau saudara bukan anggota Siauw-lim-pai, itu bagus sekali. Lagi pula saudara tidak kelihatan seperti pemberontak, maka tentu saja saudara bukan anggota cabang persilatan penjahat itu! Dengan siapakah kau hendak bermain-main? Dengan saudara Boan dari Go-bi-pai tadi ataukah dengan aku atau sute-suteku dari cabang Bu-tong-pai?” Sikap dan bicara orang she Gan ini amat memandang rendah dan berkali-kali ia menyatakan kebenciannya kepada Siauw-lim-pai, maka Sui Lan yang mendengar ini hampir saja tak dapat menahan kesabarannya lagi.
Pemuda baju putih she Bun itu tersenyum dan menahan kemarahannya. “Dengan siapa saja pun boleh!”
“Kalau begitu, biarlah aku yang melayanimu. Mari, mari, ingin kulihat sampai di mana kau mempelajari ilmu silat busuk dari cabang persilatan Siauw-lim-pai yang jahat itu!” kata Gan Kong dengan sombongnya sambil membuka jubah luarnya dan tersenyum simpul. Melihat sikapnya ini, hampir sebagian besar para penonton segera menaruh simpati kepada pemuda baju putih itu dan diam-diam mengharapkan agar supaya pemuda itu akan berhasil mengalahkan Gan Kong yang sombong itu.
Sui Lan mendengar betapa Gan Kong mengeluarkan ucapan yang amat menghina Siauw-lim-pai, tentu saja menjadi panas perutnya dan sudah gatal-gatal tangannya hendak memberi hajaran keras kepada orang itu. Akan tetapi, oleh karena pemuda she Bun itu telah menghadapi Gan Kong, maka ia menahan sabar dan di dalam hatinya ia berjanji akan membantu pemuda she Bun yang pernah mempelajari ilmu silat Siauw-lim-pai.
Gan Kong tertawa mengejek ketika melihat pemuda itu memasang kuda-kuda sambil tertawa-tawa ia mulai menyerang dengan pukulan tangan kanan ke arah pelipis pemuda itu. Lawannya cepat merubah kedudukan kuda-kudanya dan merendahkan tubuh sambil mengangkat tangan menangkis lalu balas menyerang dengan sodokan ke arah perut Gan Kong yang cepat menarik tangannya dan mencengkeram ke arah tangan lawan yang memukul. Pemuda itu kaget melihat gerakan Eng-jiauw-kang (Cengkeraman Kuku Garuda) ini dan menarik tangannya lalu menyerang lagi dengan sambaran tangan kiri dari samping ke arah leher lawan.
Melihat gerakan pemuda ini, Sui Lan maklum bahwa pemuda itu telah mempelajari ilmu silat Lo-han Kun-hwat dari Siauw-lim-pai dan biarpun kepandaianya cukup baik serta kegesitannya juga lumayan, akan tetapi sebentar saja ia dapat mengetahui bahwa pemuda ini bukanlah lawan berat bagi Gan Kong yang memiliki kepandaian lebih tinggi dan tenaga yang lebih besar.
Dugaannya memang benar, karena pada saat pemuda she Bun itu melakukan serangan dengan pukulan keras ke arah dada Gan Kong, murid Bu-tong-pai itu sambil berseru keras lalu menangkis dari samping sehingga ketika kedua lengan tangan beradu, pemuda she Bun itu terhuyung mundur dan mukanya meringis kesakitan sedangkan tangannya nampak biru! Akan tetapi ia masih belum menerima kalah, juga tidak ada kesempatan untuk mengaku kalah, karena gan Kong sambil tertawa-tawa mengejek terus mendesak dengan pukulan- pukulan maut!
Sui Lan terkejut sekali karena kini Gan Kong akan mempergunakan ilmu Coat-meh-hoat, yakni ilmu tiam-hwat (totokan) dari Bu-tong-pai yang berbahaya. Coat-meh-hoat adalah ilmu totok yang dilakukan tanpa mencari urat-urat tertentu dan jari-jari tangan Gan Kong yang nampak hitam itu mempunyai kekuatan yang dapat menembus dinding bata dengan sekali tusuk! Tiga jari tangannya, yakni telunjuk jadi tengah dan jari manisnya, karena selalu dilatih, menjadi sama panjangnya dan celakalah kalau pemuda she Bun itu sampai terkena tusukan jari-jari ini yang biarpun tidak runcing, akan tetapi akan dapat menembus kulit dan dagingnya! Apalagi Gan Kong ternyata berhati kejam dan ganas sekali, terbukti dari serangan-serangannya yang selalu ditujukan ke tempat berbahaya dari lawannya! Ini bukanlah merupakan pibu (adu tenaga) lagi, bukan sekedar mengukur kepandaian, akan tetapi lebih tepat disebut usaha pembunuhan!
Dengan gerakan yang amat kuat, Gan Kong menusukkan jari tangan kanannya ke arah mata pemuda she Bun itu sambil berseru, “Shaaaat!” dan pemuda itu terkejut sekali cepat miringkan kepala dan menghindarkan diri dari tusukan itu, akan tetapi jari-jari tangan kiri Gan Kong menyusul cepat, ditusukkan ke arah lambungnya dengan cepat dibarengi bentakan, “Shiiii!”
Pemuda she Bun itu merasa betapa tusukan jari tangan itu mendatangkan angin sehingga ia cepat-cepat memutar tubuh dan merubah kedudukan kakinya. Sungguhpun ia berhasil menghindarkan diri dari serangan ini, akan tetapi tubuhnya menjadi suli kedudukannya dan Gan Kong tidak mau memberi ampun lagi kepadanya, terus melancarkan tusukan-tusukan dengan kedua tangannya yang dibuka jari-jarinya. Jari tangan yang kuat itu ditusukkan secara bertubi-tubi ke arah leher, lambung, perut, mata, pusar dan sambung menyambung sehingga pemuda she Bun itu menjadi sibuk sekali menangkis, mengelak, dan sama sekali tidak mempunyai kesempatan untuk membalas! Akhirnya ketika keadaan sudah terdesak sekali, Gan Kong menyerang terus sambil tertawa masam dan mengejek.