Halo!

Tiga Dara Pendekar Siauw-lim Chapter 27

Memuat...

“Gui-ciangkun, semenjak kapankah aku harus melapor kepadamu lebih dulu sebelum aku pergi ke mana- mana?” ia balas bertanya dengan pandang mata menantang.

Gui Kok Houw marah sekali, akan tetapi ia tidak berani berlaku kasar terhadap putera pangeran itu, dan melihat kepala penjaga penjara berdiri dengan tubuh gemetar di situ, ia lalu maju dan menampar dengan tangan kanan sehingga tubuh penjaga itu terguling ke atas tanah.

“Babi bodoh!” ia memaki marah. “Bagaimana kau sampai berani melepaskan tawanan itu? Kau harus menggantinya dengan kepalamu!”

Kepala penjaga itu takut dengan tubuh menggigil karena takut lalu berkata, “Mohon ampun, Ciangkun. Sebetulnya bukan hamba yang salah. Souw-kongcu ini diserang oleh penjahat perempuan tadi..” dan ia lalu menuturkan betapa ia dan kawan-kawannya mendengar teriakan Souw Cong Hwi yang terluka pundaknya dan mengejar-ngejar tawanan itu yang tahu-tahu telah terlepas dari kurungan.

Gui Kok Houw memandang kepada Souw Cong Hwi dengan mata tajam dan mulut menyeringai lalu berkata, “Hm, agaknya hanya Souw-kongcu, sendirilah yang tahu bagaimana nona manis itu sampai dapat melepaskan diri!” Kata-katanya penuh mengandung sindiran.

Juga Wai Ong Koksu bertanya heran. “Bagaimanakah dia bisa meloloskan diri, Kongcu?”

Souw Cong Hwi menarik napas panjang dan menjawab, “Memang aku yang bodoh, mudah saja tertipu oleh nona itu. Aku yang merasa ikut bertanggung jawab dak aku ikut pula menangkap nona itu, sengaja datang hendak memeriksa karena khawatir kalau-kalau dua orang kawannya datang menolong, dan pula aku merasa khawatir juga kalau terjadi apa-apa yang tidak selayaknya dengan tawanan itu sampai di sini ia memandang kepada Gui Kok Houw dengan tajam penuh arti, maka aku datang menjenguk kurungan di mana nona itu berada. Ketika aku tiba di depan pintu kurungan, aku terkejut sekali melihat nona itu rebah telungkup dalam keadaan yang menunjukkan bahwa ia sedang pingsan, bahkan tadinya kusangkah ia telah mati. Aku lalu meminjam kunci dan membuka kurungan itu dengan pedang di tangan. Ketika aku membungkuk dan memeriksa, tiba-tiba nona yang kusangka pingsan itu menyerangku dengan tak tersangka-sangka sama sekali sehingga pedangku terampas dan ia melukai pundakku. Kemudian ia melarikan diri, aku berusaha mengejar, akan tetapi ia lebih cepat. Selanjutnya Cu-wi sekalian telah tahu apa yang terjadi.”

“Aneh sekali,” seru Gui Kok Houw, suaranya mengandung ketidak percayaan. “Bagaimana Souw-kongcu yang gagah perkasa sampai dapat tertipu sedemikian mudahnya seperti seorang anak kecil? Benar-benar aneh dan hampir tak mungkin!”

“Tidak percayakah Gui-ciangkun kepadaku?” kata Souw Cong Hwi sambil menatap wajah perwira itu. “Penutusanmu tak masuk diakal dan amat meragukan,” kata perwira itu terus terang.

Gui Kok Houw juga memandang dengan tajam dan dua orang itu saling pandang dengan marah, keadaan menjadi tegang karena mereka telah menjadi panas hati. Wai Ong Koksu lalu melangkah maju dan berkata,

“Sudahalah, hal ini tak perlu diperpanjang lagi. Lebih baik kita berusaha agar tawanan itu dapat ditangkap kembali. Gui-ciangkun, penjagaan di pintu gerbang kota harap diperkuat dan semua orang yang keluar dari kota harus diperiksa dengan teliti.”

“Tapi, Souw-kongcu bertanggung-jawab atas lolosnya tawanan ini,” kata Gui Kok Houw yang masih merasa penasaran.

Pada saat itu, malam telah berganti pagi dan tiba-tiba para penjaga menyambut kedatangan serombongan orang dengan penuh hormat. Rombongan ini ternyata adalah Pangeran Souw Bun Ong yang dikawal oleh pengawal pribadinya. Melihat kedatangan Pangeran Souw ini, Gui Kok Houw lalu memberi hormat, juga Wai Ong Koksu menjura dengan hormat. Pangeran Souw membalas penghormatan mereka dan langsung menghampiri Souw Cong Hwi.

“Benarkah kau terluka oleh pemberontak yang melarikan diri?” tanya pangeran ini sambil memandang kepada puteranya dengan muka khawatir.

“Hanya sedikit luka di pundak, ayah. Tidak apa-apa. Yang lebih hebat adalah tuduhan Gui-ciangkun yang seakan-akan menimpakan semua kesalahan kepadaku dan bahkan ia menyangka bahwa aku sengaja melepaskan tawanan itu.”

Pangeran Souw Bun Ong memandang kepada Gui Kok Houw yang segera menundukkan kepalanya, memberi hormat kepada pangeran itu dan berkata, “Maaf, maaf, bukan hamba menuduh secara membabi buta, akan tetapi sudah menjadi kewajiban hamba untuk mendapatkan kembali tawanan itu.” Setelah berkata demikian, perwira ini kembali memberi hormat dan mengundurkan diri dengan hati mendongkol sekali.

Pangeran Souw Bun Ong lalu mengajak puteranya pulang dan tak seorang pun yang berani melarangnya, sedangkan Wai Ong Koksu lalu menjumpai Gui Kok Houw untuk merundingkan hal itu. Wai Ong Koksu juga merasa curiga kepada Cong Hwi, maka ia menghibur Perwira Gui dan berkata,

“Menghadapi Pangeran Souw, kita tak boleh berlaku sembrono. Jangan sampai urusan tawanan kecil ini saja menjadikan kau bermusuhan dengan Pangeran Souw, itu berbahaya sekali. Kurasa gadis liar itu masih berada di kota raja dan kalau kita melakukan penjagaan keras dan mencari di dalam kota menyebar mata-mata, tentu kita akan dapat menangkapnya kembali.”

Demikianlah, semenjak saat itu, pintu gerbang kota raja dijaga dengan keras, dan banyak mata-mata dan penyelidik disebar untuk mengetahui di mana bersembunyinya tawanan yang lolos itu.

Sementara itu, Souw Cong Hwi merasa girang sekali mendengar dari ayahnya bahwa Hwe Lan telah datang ke gedungnya dan bersembunyi di situ menyamar sebagai seorang pelayan.

“Kau cinta padanya?” tanya ayahnya.

Dengan muka merah Cong Hwi menjawab, “Entahlah ayah. Akan tetapi aku...aku suka kepadanya, aku bersimpati padanya dan aku ingin melihat dai selamat dan berbahagia.” Ayahnya menghela napas. “Hm, itu artinya bahwa kau mencinta padanya.” Pangeran itu mengangguk-angguk dan meraba-raba jenggotnya yang panjang dan hitam. “Aku dan ibumu pun suka kepada gadis itu. Dia cukup cantik dan bersikap sopan. Akan tetapi...hm, kau tahu, Cong Hwi bagaimanapun juga, kita adalah bangsawan yang dihormati orang. Bukan kehendakku untuk berlaku kukuh dan memandang rendah orang lain, akan tetapi...kita harus ketahui dulu asal-usul gadis itu. Kalau memang ia keturunan baik-baik dan ada alasan yang kuat mengapa ia sampai menyerang pasukan Kim-i-wi, tentu aku dan ibumu akan memikirkan tentang perasaanmu terhadap dia itu.”

Souw Cong Hwi maklum sepenuhnya maksud ayahnya ini. Akan tetapi, ternyata bahwa dirinya, dan jarang sekali ia bicara tentang riwayatnya. Harus diakui bahwa gadis itu rajin sekali, melakukan semua pekerjaan seperti seorang pelayan tulen. Pelayan-pelayan lain dalam gedung itu tentu saja merasa heran dengan adanya pelayan baru ini, akan tetapi dengan cerdik, Nyonya Souw menyatakan bahwa pelayan ini adalah puteri seorang kenalan di dusun dan datang pada malam hari, dan diangkat menjadi pelayan dalam, melayani keperluan Nyonya Souw sendiri.

Cong Hwi adalah seorang pemuda terpelajar dan sopan, juga ia merasa malu-malu kepada Hwe Lan, maka jarang sekali dua orang muda ini bercakap-cakap. Pertemuan mereka dalam gedung itu hanyalah sepintas lalu saja.

Sepekan kemudian, ketika Cong Hwi tengah duduk seorang diri di ruang dalam tiba-tiba Hwe Lan datang ke ruang itu dan bertanya tentang peristiwa pelariannya itu. Dengan terus terang Cong Hwi menceritakan pengalamannya dan kemudian berkata,

“Karena itu, Nona, lebih baik kau jangan keluar dari gedung ini. mereka tahu bahwa kau masih belum keluar dari kota raja dan setiap hari kulihat mata-mata berkeliaran di dalam kota mencari-carimu, sedangkan untuk keluar dari pintu gerbang, amat sukar sekali. Jangankan kau, sedangkan aku sendiri pun selalu diamat-amati oleh para penyelidik, karena Gui-ciangkun merasa curiga terus kepadaku.”

“Ah, kalau begitu, aku telah menerima budi besar sekali darimu, Kongcu, dan aku hanya membikin susah kau saja.”

“Jangan berkata demikian, Nona. Sudah selayaknya kalau manusia saling menolong. Aku...aku percaya bahwa kau adalah seorang pendekar yang berbudi dan kepercayaanku akan lebih mendalam kalau saja kau suka berterus terang menceritakan riwayat hidupmu, agar aku dan orang tuaku mengetahui siapakah sebetulnya kau ini dan mengapa pula kau memusuhi Kim-i-wi.”

Hwe Lan menarik napas panjang. Ia memang merasa berhutang budi dan menganggap pemuda ini sebagai seorang yang amat baik dan patut dikagumi serta dipercaya, akan tetapi, untuk menceritakan riwayatnya kepada seorang pemuda yang bukan apa-apanya, ia masih merasa berat.

“Souw-kongcu, tidak ada apa-apanya yang menarik dalam riwayat hidupku, dan sukar bagiku untuk menceritakannya kepadamu. Hanya satu hal yang perlu kuceritakan, yakni bahwa aku mempunyai seorang enci dan seorang adik perempuan. Mereka berdua sewaktu-waktu akan memasuki kota raja dan mencariku. Maka, apabila kau melihat mereka tolonglah beritahu kepadaku. Kalau tidak ingin menanti mereka, agaknya aku pun takkan berani mengganggu rumahmu lebih lama lagi.”

Souw Cong Hwi biarpun masih muda akan tetapi ia dapat mengetahui bahwa gadis ini adalah seorang gadis yang selalu tabah sekali, juga berhati keras. Maka ia tidak mau mendesak karena tahu bahwa biarpun didesak akan percuma saja. Ia hanya menyanggupi untuk melihat kalau-kalau kakak dan adik gadis itu sudah datang. Diam-diam ia merasa khawatir juga mendengar bahwa dua orang gadis lain akan datang ke kota raja, karena kalau sampai terlihat oleh Gui-ciangkun dan Wai Ong Koksu, bukanlah itu berarti bahwa dua orang gadis itu hanya akan menghadapi bencana?

Sementara itu, setelah tinggal di dalam gedung sampai hampir sebulan dan belum juga ia mendengar tentang keadaan Siang Lan dan Sui Lan, Hwe Lan mulai gelisah dan tak tenang. Sampai berapa lama ia harus menanti? Ia sudah tak sabar lagi, ingin lekas-lekas mencari dan membalas dendam kepada perwira she Lee yang membunuh Nyo Hun Tiong dan gurunya, yakni Yap Sian Houw yang sudah dianggap sebagai orang tua sendiri. Akan tetapi, kalau sendiri mencarinya, kemana ia harus mencari? Ia sendiri masih menjadi orang buruan, maka berbahaya sekali kalau ia berusaha mencari di kota raja. Lalu ia teringat kepada Cong Hwi. Pemuda ini ilmu silatnya tidak rendah mungkin setingkat dengan kepandaiannya. Kalau pemuda ini dapat berkorban menolongnya, mengapa ia tidak berterus terang saja dan menaruh kepercayaan kepada Cong Hwi?

Malam hari itu, Cong Hwi sedang duduk di dalam taman bunga. Hatinya kecewa dan berduka. Ia benar-benar jatuh cinta kepada Hwe Lan, akan tetapi gadis itu agaknya tidak mempedulikannya. Bahkan tidak mempercayainya, buktinya gadis itu tidak mau menuturkan riwayat hidupnya. Padahal ayah ibunya takkan mau mengambil menantu seorang gadis yang tidak diketahui riwayat hidupnya. Andaikata ayah ibunya mau, belum tentu pula Hwe Lan suka menerimanya! Memikirkan semua ini, Cong Hwi benar-benar menjadi patah hati dan ia duduk melamun memandang ke arah bulan purnama yang membuat taman itu nampak makin indah. Akan tetapi tidak indah dalam pandangan Cong Hwi, bahkan melihat bulan berjalan-jalan seorang diri di angkasa itu membuat ia merasa lebih kesunyian lagi!

Dukungan & Donasi

Bantu kami terus update dengan memberi dukungan melalui:

BCA 7891767327
Trakteer
Post a Comment