Halo!

Tiga Dara Pendekar Siauw-lim Chapter 20

Memuat...

“Katakan dulu apa jalanmu!” jawab Siang Lan tak mau kalah. Kemudian Hong An tersenyum, alangkah tinggi hati gadis ini, pikirnya.

“Kita harus ikut berlari ke arah berlawanan dengan mereka, dengan demikian mereka menjadi kacau pergerakannya dan perhatian mereka terpecah, kalau sudah demikian baru kita menyerang!”

“Jalanku lain lagi! Aku hendak mempergunakan thi-lian-ci untuk menghajar mereka dari dalam!”

“Bagus, sambil berlari kau menghajar mereka dengan thi-lian-ci dan aku menyerang dengan pedang sehingga kurungan ini terbuka!” kata pula Hong An. Demikianlah, dua orang muda yang sama sekali tidak saling kenal dan secara kebetulan berada dalam keadaan yang sama ini, kini tanpa melihat muka masing-masing, telah mengadakan perundingan seperti dua orang kawan senasib!

Tiga belas orang anggota barisan Ang-hoa-tin itu menjadi heran dan curiga melihat dua orang yang mereka kurung hanya bercakap-cakap dan berbisik-bisik. Selagi Ang-hoa Sin-mo hendak memberi aba-aba untuk mulai dengan serangannya, tiba-tiba dua orang muda itu mulai bergerak dan berlari-lari dengan arah yang berlawanan! Tentu saja semua anggota barisan itu menjadi bingung dan tidak tahu harus berbuat bagaimana. Belum pernah mereka mengalami hal ini dan belum pernah ada orang yang mereka hadapi melakukan hal yang aneh ini.

“Serang mereka bergantian!” Tiba-tiba terdengar Ang-hoa Sin-mo memberi aba-aba karena dengan berlari- larinya kedua orang muda itu, berarti bahwa usaha membuat mereka menjadi pening telah gagal sama sekali! Kini mereka mulai menggerakkan senjata dan mulai menyerang setelah lebih dulu berhenti berlari.

“Bagus!” seru Hong An dan Siang Lan hampir berbareng karena setelah ketiga belas orang itu tidak berlari-lari lagi, mudahlah bagi mereka untuk bergerak. Dengan berbareng pula, Hong An memutar pedangnya menangkis serangan lawan, sedangkan Siang Lan melompat ke tengah dan tangan kirinya menyambar. Beberapa butir thi-lian-ci menyambar keluar dari tangan itu menuju ke arah ketiga orang anggota barisan itu yang menjadi terkejut sekali dan cepat mengelak. Akan tetapi kembali beberapa butir thi-lian-ci menyambar lagi dengan kecepatan luar biasa. Dua orang di antara mereka masih dapat mengelak dan menyampok dengan golok, akan tetapi yang seorang kurang cepat gerakannya sehingga sebutir thi-lian-ci dengan cepat memasuki daging di pundaknya, membuat ia menjerit kesakitan! Siang Lan tidak mau membuang waktu lagi dan cepat melompat dengan pedang diputar, mendesak orang yang telah terluka itu. Tiga orang kawannya membantunya dan menghadang untuk mencegah Siang Lan keluar dari kepungan akan tetapi kembali tangan kiri Siang Lan bergerak. Kini sembilan butir thi-lian-ci dengan cepatnya menyambar ke arah tiga orang itu yang cepat harus melompat jauh untuk menghindarkan diri dari senjata rahasia yang berbahaya itu. Saat ini digunakan oleh Siang Lan untuk menerjang orang yang terluka pundaknya tadi. Orang itu mencoba u ntuk menangkis dengan goloknya, akan tetapi ia kalah cepat dan biarpun ia berhasil menangkis pedang Siang Lan, namun tendangan gadis itu yang menyusul gerakan pedangnya dengan cepat mengenai dadanya sehingga ia menjerit kesakitan dan tubuhnya bergulingan di atas tanah!

Kini pecahlah kepungan di bagian Siang Lan dan gadis itu melompat keluar siap menanti serbuan lawan dengan pedang di tangan. Adapun Hong An yang juga bergerak cepat dengan pedangnya di tangan telah dikeroyok oleh empat orang, yakni Ang-hoa Sin-mo, Ang-hoa Mo-li dan dua orang anak buah mereka. Gerakan pedang ini demikian cepat dan hebat sehingga Ang-hoa Sin-mo diam-diam mengeluh. Ternyata bahwa pemuda ini memiliki kepandaian yang jauh lebih tinggi dari Kui Bok Beng, dan sama sekali tidak memiliki ilmu silat cabangnya, yakni cabang Bu-tong-pai yang telah banyak dirubah. Melihat ilmu pedangnya, Ang-hoa Sin- mo dapat menduga bahwa Hong An tentu murid dari Kun-lun-pai yang terkenal memiliki ilmu pedang yang terkenal tangguh dan lihai.

Biarpun permainan cambuk besi dari Ang-hoa Sin-mo dan siang-kiam dari Ang-hoa Mo-li cukup tangguh, dibantu pula oleh dua orang anak buah mereka yang cukup tinggi ilmu silatnya, namun ilmu pedang Kui Hong An dapat mengimbangi serangan mereka, bahkan dapat membuat kacau permainan kedua orang anak buah perampok itu. Untuk menghadapi sambaran cambuk besi dari Ang-hoa Sin-mo yang lihai dan sepasang pedang dari Ang-hoa Mo-li yang ganas, Hong An mempergunakan kegesitan dan gin-kangnya. Ia bergerak cepat dan tubuhnya berkelebat ke sana kemari, didahului oleh sinar pedangnya yang berkilauan.

Sementara itu, Siang Lan hanya menghadapi keroyokan tujuh orang anak buah perampok, menghadapi mereka dengan enak dan tenang. Dua orang di antara anak buah perampok telah rebah di tanah, yakni yang tadi ia tendang dan seorang lagi yang terkena pedangnya pada saat mereka menyerbu setelah ia keluar dari kepungan. Dengan robohnya dua orang, maka kini yang menghadapinya masih ada tujuh orang lagi. Gadis ini sama sekali tidak merasa gentar dan pedangnya dimainkan sedemikian rupa sehingga pedang itu selain merupakan sinar gemilang yang melindungi seluruh tubuhnya, juga kadang-kadang melesai panjang dan jauh menyerang. Ia juga menggunakan thi-lian-ci, maka kacau balau para pengeroyoknya. Dua orang berteriak mengaduh-aduh dan mundur dari pertempuran karena perut mereka kemasukan biji-biji besi itu! Hal ini membuat lima orang pengeroyok lain menjadi pucat ketakutan dan permainan mereka makin kacau balau lagi. Akan tetapi mereka ini masih membandel dan terus menyerang dengan buas. Melihat kebandelan mereka, Siang Lan merasa gemas juga. Ia tidak mau membunuh banyak orang dan tidak suka pula melayani orang-orang kasar ini lebih lama lagi, maka ia berseru keras dan segera gerakan pedangnya dirubah cepat. Gerakan pedangnya timbul dari tenaga lwee-kangnya, dan permainannya pun luar biasa, karena ia mainkan ilmu pedang Tat-mo Kiam-hwat, yakni ilmu pedang ciptaan Tat Mo Couwsu yang sakti. Terdengar teriakan-teriakan terkejut karena begitu Siang Lan menggerakkan pedangnya dengan luar biasa ini, dua orang pengeroyok melempar pedang dan memegangi tangan kanannya yang mengalirkan darah, sedangkan seorang lagi mengeluh kesakitan karena pundaknya terbabat oleh ujung pedang gadis pendekar itu!

Mereka kini menjadi takut betul-betul dan ketika menengok ke arah pemimpin-pemimpin mereka ternyata bahwa keadaan pemimpin mereka juga terdesak sekali maka dua orang pengeroyok yang masih belum terluka segera berseru, “Lari...!” Orang yang telah menderita luka itu terhuyung-huyung lalu berlari cepat pergi dari situ, menyusul dua orang kawannya yang telah melarikan diri terlebih dulu.

Siang Lan tersenyum dan memandang ke arah pemuda yang masih bertempur itu. Ia menjadi kagum melihat betapa pemuda itu telah berhasil pula merobohkan dua orang kawan Ang-hoa Siang-mo sehingga kini ia hanya menghadapi suami isteri Iblis Kembang Merah itu. Sekali pandang saja maklumlah Siang Lan bahwa pemuda itu adalah seorang anak murid Kun-lun-pai yang memiliki gerakan cepat sekali sehingga diam-diam ia merasa kagum. Tiba-tiba Siang Lan merasa betapa matanya menjadi merah ketika darah hangat menyerbut naik ke mukanya karena perasaan jengah dan malu mendorongnya. Mengapa ia merasa kagum dan tertarik kepada pemuda ini? Tak pantas bagi seorang gadis mempunyai perasaan semacam ini terhadap seorang pemuda yang baru saja dijumpainya.

Ia melihat betapa Hong An mendesak hebat suami isteri itu dengan pedangnya, bahkan kini Ang-hoa Mo-li hanya bermain dengan satu pedang saja karena pedang di tangan kirinya telah terlempar ketika ia menangkis pedang Hong An. Tiba-tiba Ang-hoa Mo-li melompat keluar dari kalangan pertempuran itu sambil berseru,

“Lim Pok, kau hadapi sendiri dia! Kaulah yang dulu bermusuhan dengan Bok Beng, bukan aku!” Setelah berkata demikian Ang-hoa Mo-li lari pergi dari situ!

Siang Lan merasa gemas sekali melihat ketidak setiaan iblis perempuan itu terhadap suaminya, maka ia mengambil segenggam thi-lian-ci dan disambitkan ke arah tubuh Ang-hoa Mo-li yang hendak melarikan diri.

“Ang-hoa Mo-lli bawalah hadiah ini dariku!” teriaknya. Ang-hoa Mo-li cepat mengelak, akan tetapi karena sambitan thi-lian-ci yang dilepas oleh Siang Lan ini memang cepat sekali sambarannya, juga dilepas secara istimewa sehingga biji-biji teratai besi itu menyambar ketiga jurusan yakni tepat ke arah punggung dan sebagian ke arah kanan kiri tubuh Ang-hoa Mo-li, maka ketika iblis perempuan itu mengelak ke kiri, masih saja sebutir thi-lian-ci mengenai tangan kanannya! Ia menjerit kesakitan, membalikkan tubuh dan memandang marah kepada Siang Lan. Akan tetapi, melihat gadis gagah itu berdiri dengan tersenyum mengejek, ia menjadi ngeri karena maklum bahwa kepandaiannya takkan dapat menangkan lawan tangguh ini, maka ia berseru,

“Dasar anak murid Siauw-lim-pai yang jahat! Hati-hati kau, lain kali akan datang saatnya aku membalas kekurangajaranmu ini!” Setelah berkata demikian, ia melompat maju dan melarikan diri.

Sementara itu, ketika melihat betapa isterinya lari meninggalkannya, hati Ang-hoa Sin-mo menjadi bingung sekali, dibantu oleh isterinya pun dia masih tak dapat menangkan pemuda ini, apalagi kalau menghadapinya seorang diri! Biarpun ia telah memutar-mutar cambuk besinya dengan nekat, namun tetap saja terdesak.

Pada saat yang baik, Hong An mendesaknya dengan serangan Po-in-kian-cit (Menyapu Awan Melihat Matahari), ujung pedangnya bagaikan kilat secepatnya menyabet ke arah leher Ang-hoa Sin-mo yang segera menangkis dengan cambuknya. Akan tetapi ketika pedang itu bertemu dengan cambuk, Hong An memutar pedangnya sehingga cambuk itu menggubat pedang. Ang-hoa Sin-mo mengerahkan tenaga dan membetotnya dengan maksud untuk merampas pedang lawan, akan tetapi ternyata bahwa tenaga Hong An juga besar sekali sehingga jangankan untuk merampas pedang lawan, akan tetapi ternyata bahwa tenaga Hong An juga besar sekali sehingga jangankan untuk merampas pedang, menggerakkannya saja pun Ang-hoa Sin-mo tidak sanggup! Pada saat itu Hong An melancarkan serangan dengan kakinya yang bergerak bergantian dalam ilmu tendang Sa-tak-twi (Tendangan Segitiga). Ilmu tendang yang amat lihai dan cepat ini tak dapat dihindarkan oleh Ang-hoa Sin-mo sehingga dalam dua jurus saja pergelangan tangannya yang memegang thi-pian telah kena tendang sehingga senjatanya terlepas dan terlempar ke udara!

Dukungan & Donasi

Bantu kami terus update dengan memberi dukungan melalui:

BCA 7891767327
Trakteer
Post a Comment