Halo!

Suling Emas Naga Siluman Chapter 05

Memuat...

Mereka berloncatan ke dekat pintu, lalu tiga pasang tangan yang mengandung kekuatan sin-kang yang besar itu memegang dan mendorong kembali pintu batu ke kiri. Akan tetapi, ada kekuatan dahsyat dari luar yang menentang dan yang mendorong pintu itu ke kanan. Terjadilah adu kekuatan yang amat hebat, dilakukan dengan diam-diam di tempat yang asing dan aneh itu dalam suasana yang amat menyeramkan dan menegangkan. Terdengar suara dari luar, seperti suara singa menggereng atau harimau mengaum sehingga suara itu menggetarkan bumi sampai kedalam guha. Setelah terdengar suara dahsyat ini, tenaga yang mendorong batu bundar ke kanan semakin kuat! Tiga orang tosu itu mempertahankan, namun mereka ikut terdorong ke kanan! Celah-celah makin melebar dan lubang itu hampir nampak!

"Lepaskan dan terjang keluar! Di dalam tidak leluasa!"

Hok Keng Cu tiba-tiba berseru setelah mendapat kenyataan bahwa tenaga mereka bertiga masih tidak mampu mempertahankan batu besar yang didorong terbuka dari luar itu. Ketika tiga orang tosu itu menarik kembali tangan mereka, batu besar itu dengan cepat terdorong ke kanan dan terbukalah guha itu.

Mereka agak silau oleh masuknya sinar matahari yang cerah, akan tetapi mereka sudah berloncatan keluar guha dan telah mempersiapkan senjata di tangan. Ketika tiba di luar dan membalik, mereka bertiga terbelalak dan wajah mereka pucat ketika mereka melihat mahluk yang berdiri di depan mereka. Mahluk itu tingginya dua meter lebih, tubuhnya berbulu pendek kasar, bulu yang warnanya merah coklat kehitaman, dengan totol-totol putih di bagian dada. Bulu rambut tubuhnya yang kasar itu agak panjang di bagian kedua pundaknya, menutupi pundak seperti baju bulu. Mukanya agak rata, bersih tidak berambut, seperti muka monyet besar yang lebih mirip manusia daripada monyet. Mulutnya lebar, ketika itu menyeringai marah memperlihatkan gigi yang besar-besar seperti gigi manusia bentuknya, tidak bersihung.

Kepalanya di bagian atas meruncing seperti bentuk kerucut. Kedua lengannya yang besar itu panjang sampai ke lutut, kedua pundaknya menurun seperti biasa terdapat pada pundak monyet besar. Akan tetapi mahluk ini tidak berekor dan lebih mendekati bentuk tubuh manusia daripada monyet atau biruang. Seluruh perawakannya membayangkan keadaan yang kokoh kuat seperti batu gunung! Akan tetapi yang menarik perhatian tiga orang tosu itu adalah sebatang pedang yang menancap di paha kanan mahluk ini. Sebatang pedang pendek yang mengkilap menusuk dari depan dan menembus paha kanan itu sampai ke belakang. Tidak nampak darah dekat tempat pedang itu menancap, agaknya sudah agak lama pedang itu menancap paha mahluk aneh ini.

"Yetiiii!"

Akhirnya terdengar Hok Keng Cu berseru tertahan. Mahluk ini melangkah maju sambil mengeluarkan suara gerengan aneh. Tiba-tiba Hok Ya Cu mengeluarkan bentakan nyaring dan pedang tipisnya menyambar ke arah leher mahluk itu.

"Aurgghh....!"

Yeti itu mendengus dari, tenggorokannya dan dengan gerakan lamban namun mengeluarkan angin dahsyat, tangannya bergerak ke depan. Pedang di tangan Hok Ya Cu menabas ke arah lengan yang diangkat itu.

"Trakkkk!"

Pedang itu terpental dan tangan Hok Ya Cu yang memegang pedang itu tergetar, membuat orangnya terhuyung ke belakang.

"Dia kebal!"

Kata Hok Ya Cu yang sudah menerjang pula, menggerakkan sabuk sutera yang sudah dilolosnya tali dari pinggangnya. Nampak sinar putih berkelebat panjang seperti seekor ular, dibarengi suara bercuitan amat kuatnya, menotok ke arah kedua mata mahluk itu secara bertubi-tubi! Yeti itu agaknya tidak mau atau tidak dapat mengelak, hanya memejamkan kedua mata ketika ujung sabuk putih itu mematuk-matuk, dan seperti juga. pedang tadi, hanya terdengar suara "tak-tuk-tak-tuk!"

Seolah-olah ujung sabuk yang sudah menjadi kaku karena digerakkan dengan sin-kang itu bertemu dan menotok benda-benda keras melebihi baja!

Yeti menjadi marah, kedua lengannya yang panjang itu menyambar ke depan dan Hok Keng Cu terpaksa menarik sabuknya karena dia maklum bahwa sekali sabuknya kena ditangkap, akan sukarlah menyelamatkan senjatanya itu. Sementara itu, Hok Ya Cu sudah menggerakkan pedangnya lagi, akan tetapi ke mana pun pedangnya menyerang, menusuk atau membacok, selalu terpental kembali sehingga tosu ini menjadi amat jerih. Ada pun Ciok Kam setelah melihat keadaan dua orang sahabatnya itu, segera mengeluarkan lengkingan panjang dan dia pun menerjang ke depan, sepasang pedangnya digerakkan sedemikian rupa sehingga membentuk sinar-sinar yang saling bersilang, kemudian menjadi dua gulungan sinar berkilauan yang menerjang Yeti itu dari kanan kiri. Bukan main indah dan hebatnya ilmu siang-kiam (sepasang pedang) dari tosu muda Kun-lun-pai ini!

Yeti itu menggeram ketika sinar-sinar pedang itu mengurungnya.

Dia menggerakkan kedua tangannya dan setiap kali pedang itu bertemu dengan tangannya, maka pedang itu terpental dan akhirnya Ciok-tosu tidak dapat bertahan lagi dan terpaksa meloncat ke belakang karena selain semua bagian tubuh mahluk ini kebal dan keras bukan main, bahkan bulu-bulunya yang pendek kasar itu agaknya juga kuat seperti kawat-kawat baja tulen, dia juga merasa betapa kedua tangannya nyeri dan ketika dia meloncat mundur dan melihat kedua tangannya, ternyata ada bagian telapak tangannya yang pecah dan berdarah! Ciok Kam merasa penasaran sekali. Paha kanan mahluk ini ditembus pedang yang masih menancap, berarti bahwa mahluk ini tidak seluruhnya kebal. Kalau pedang itu dapat menancap di paha, mahluk itu, mengapa kedua pedangnya tidak? Dia menerjang lagi dan kini sinar pedangnya yang bergulung-gulung mengarah paha mahluk itu.

"Trak-trak, tringgg....!"

"Aihhhh....!"

Ciok-tosu menjerit dan mencelat ke belakang, memandang pedang di tangan kanannya yang telah buntung menjadi dua potong! Pedangnya itu tadi menyerang paha kanan mahluk itu dan tanpa disengaja, mahluk itu menggerakkan kaki dan pedangnya bertemu dengan pedang yang menancap di paha mahluk itu dan.... pedangnya buntung seperti terbuat dari pada tanah liat saja! Dan pedang di tangan kiri yang menusuk paha kiri mahluk itu terpental kembali!

"Dia kebal dan lihai, mari kita lari!"

Hok Keng Cu berseru. Akan tetapi Ciok Kam yang merasa penasaran itu tidak mau lari. Mereka bertiga adalah to-koh-tokoh Kun-lun-san yang terkenal jagoan, masa kini mengeroyok seekor binatang aneh yang sudah terluka paha kanannya ini tidak mampu menang? Tiba-tiba Ciok Kam mengeluarkan suara melengking nyaring dan tubuhnya melayang ke atas. Inilah keistimewaannya dan yang membuat dia dijuluki Hui-siang-kiam (Sepasang Pedang Terbang).

Biarpun pedangnya tinggal sebatang, namun kini dengan meloncat sangat cepatnya, tubuhnya melayang ke atas dan dari atas dia menyerang dan menusukkan pedangnya ke arah ubun-ubun kepala mahluk itu! Jurusnya ini adalah jurus pilihan, dan jaranglah ada tokoh kang-ouw yang akan mampu menghindarkan diri dari serangan dahsyat ini. Yeti itu menggereng, kedua tangannya melindungi kepala dan digerakkan sedemikian kerasnya sehingga ketika pedang itu menusuk, pedang dan orangnya kena ditamparnya dan tubuh Ciok-tosu terpental sampai beberapa meter jauhnya, menumbuk batang pohon dan terpelanting, terbanting ke atas tanah dan terus menggelundung masuk ke dalam jurang! Melihat ini, Hok Keng Cu dan Hok Ya Cu marah sekali dan berbareng mereka itu menyerang dengan pedang dan sabuk sutera.

"Cratt!"

Ujung sabuk sutera mengenai tepi mata kanan mahluk itu. Mahluk ini mengaum dan tangan kanannya yang panjang berbulu itu bergerak sedemikian cepatnya sehingga tahu-tahu pundak Hok Keng Cu karena dicengkeram. Kuku-kuku yang amat panjang, kuat tajam dan runcing melengkung itu meremukkan tulang pundak dan betapa pun tosu itu meronta, dia tak mampu melepaskan diri.

"Tidaaaak.... jangaaaaannn.....!"

Tosu itu menjerit dan matanya terbelalak, akan tetapi mahluk itu sudah menggerakkan lengan kirinya dengan kuku-kuku diulur menusuk dan menggurat. Terdengar kain robek dan kukunya telah merobek kain berikut kulit dan daging tosu itu, dari ulu hati sampai ke pusar sehingga terobeklah perutnya dan isinya berantakan! Ketika dilepas, tubuh itu sudah tak bernyawa lagi dan mandi darah. Hok Ya Cu terbelalak, mukanya pucat sekali dan dia menggigil. Maklum bahwa dia tidak akan mampu melawan mahluk itu, dia lalu membalikkan tubuhnya dan melarikan diri. Akan tetapi, dengan sekali lompat saja, mahluk yang kelihatannya lamban itu sudah mengejarnya dan sekali tangannya bergerak, jari-jari tangan yang kuat itu sudah menampar ke arah leher.

"Krekkk!"

Tubuh Hok Ya Cu terpelanting dan roboh dengan tulang leher patah-patah. Tentu saja dia pun tewas seketika! Yeti itu masih marah. Sepasang matanya kini menjadi kemerahan dan beringas. Dia mendengus-dengus, lalu melangkah, terpincang-pincang dan kaku karena paha kanannya tertembus pedang, memasuki guha. Di dalam guha dia mengamuk, mengobrak-abrik kayu-kayu bakar dan melempar-lemparkan batu-batu, setelah puas mengamuk lalu dia keluar dan biarpun terpincang-pincang, tubuhnya dapat dengan cepat mendaki lereng yang berbatu-batu, kemudian menuruni jurang dan lenyap ditelan semak-semak belukar. Suasana menjadi sunyi sekali di tempat itu. Sunyi dan menyeramkan. Bau amis darah terbawa angin lalu, bercampur dengan bau daun-daun yang dihidupkan oleh sinar matahari pagi.

Burung-burung yang tadinya seperti bersembunyi ketakutan, mulai menampakkan diri. Hanya beberapa macam burung yang tahan hidup di daerah dingin seperti Lembah Arun ini. Mayat Hok Keng Cu telentang mengerikan. Matanya terbelalak dan perutnya terbuka. Mayat Hok Ya Cu rebah miring, kepalanya terputar dan matanya juga terbelalak ketakutan. Kurang lebih dua jam kemudian, nampak sesosok tubuh merangkak-rangkak keluar dari dalam jurang. Itulah Ciok Kam Tosu! Ternyata dia belum tewas dan ketika dia terguliing ke dalam jurang dalam keadaan pingsan, ada semak-semak yang kebetulan menahan tubuhnya sehingga dia tidak sampai terjatuh ke dalam jurang yang seolah-olah tidak berdasar saking dalamnya itu. Dan karena dia pingsan, maka makhluk aneh itu tidak mendengar dia bergerak lagi dan mengira dia sudah mati maka meninggalkannya.

Dukungan & Donasi

Bantu kami terus update dengan memberi dukungan melalui:

BCA 7891767327
Trakteer
Post a Comment