Suling Emas Naga Siluman Chapter 01

NIC

Puncak-puncak gunung menjulang tinggi di sekeliling, berlumba megah menembus awan. Sinar matahari pagi merah membakar langit di atas puncak di timur, mengusir kegelapan sisa malam dan menyalakan segala sesuatu di permukaan bumi dengan cahayanya yang merah keemasan. Salju yang menutupi puncak-puncak tertinggi seperti puncak-puncak Yolmo Lungma (Mount Everest), Kancen Yunga, dan Kongmaa La, berkilauan dengan sinar merah matahari pagi, seolah-olah perut gunung-gunung itu penuh dengan emas murni. Daun-daun pohon yang lebat seperti baru bangkit dari tidur, nyenyak dibuai kegelapan malam tadi, nampak segar bermandikan embun yang membentuk mutiara-mutiara indah di setiap ujung daun dan rumput hijau. Cahaya matahari menciptakan jalan emas memanjang di atas air Sungai Yalu Cangpo yang mengalir tenang, seolah-olah masih malas dan kedinginan. Sukarlah menggambarkan keindahan alam di Pegunungan Himalaya ini di pagi hari itu. Pagi yang cerah dan amat indah. Kata-kata tidak ada artinya lagi untuk menggambarkan keindahan.

Kata-kata adalah kosong, penggambaran yang mati, sedangkan kenyataan adalah hidup, seperti hidupnya setiap helai daun di antara jutaan daun yang bergerak lembut dihembus angin pagi. Seperti biasa, dari semenjak dahulu sekali sampai sekarang ini, yang bangun pagi-pagi mendahului sang surya hanyalah burung-burung, hewan-hewan, dan manusia-manusia petani yang miskin! Orang kaya di kota biasanya baru akan bangun dari kamar mewahnya kalau matahari sudah naik tinggi sekali! Pegunungan Himalaya merupakan pegunungan yang paling hebat di seluruh dunia ini, paling luas, dan paling banyak memiliki puncak-puncak tertinggi di dunia. Memanjang dari barat ke timur sebagai tapal batas yang sukar diukur dan ditentukan letaknya dari Negara-negara India, Tibet, Nepal dan Bhutan.

Pegunungan Himalaya memiliki banyak sekali gunung atau puncak-puncak yang amat tinggi, yang tertinggi dan di atas tujuh ribu meter adalah Puncak Dewi, Gurla Mandhayaf Gosainthan, Yolmo Lungma Kamet, Nanda Dhaula atau Giri, Chomo Lungma atau Mount Everest sebagai puncak tertinggi (8882 meter), dan Kancen (Kincin) Yunga. Itu adalah deretan raksasa-raksasa puncak yang amat tinggi di Pegunungan Himalaya. Dan di antara puncak-puncak dan lereng-lereng, di antara lembah-lembah yang amat curam, mengalirlah Sungai Yalu Cangpo atau yang juga dinamakan Sungai Brahmaputera. Sungai Yalu Cangpo yang mengalir di daerah Tibet menciptakan tanah subur bagi para petani Tibet, sungguhpun mereka yang bekerja di sawah ladang itu hanyalah buruh-buruh tani belaka karena semua sawah ladang telah menjadi milik para tuan tanah dan para pembesar yang berkuasa di Tibet,

Di samping para pendeta yang memiliki kekuasaan besar sekali di negara ini. Pagi itu, sebuah perahu yang ditumpangi tiga orang didayung meluncur lambat-lambat menentang aliran air, merayap perlahan di tepi di mana arus tidak begitu kuat. Mereka bertiga memakai pakaian tebal karena hawa amatlah dinginnya. Di sebelah tebing di mana perahu itu meluncur lewat, nampak belasan orang petani Tibet sedang bekerja mencangkul tanah. Sepagi itu mereka sudah bekerja, dan dari pinggang ke atas mereka bertelanjang sehingga narnpak otot-otot tubuh yang kekar karena terbiasa bekerja keras. Seorang di antara mereka, yang bertubuh kokoh kekar, menghentikan cangkulnya untuk melempangkan pinggang, mengurut punggung lalu menarik napas panjang.

"Sudah lelah? Heh-heh, mengapa tidak bernyanyi untuk melupakan kelelahan dan menambah semangat?"

Temannya menegur. Laki-laki yang bertubuh kokoh itu tersenyum, kemudian mengembangkan dada menghisap hawa udara sepenuh paru-parunya beberapa kali, dan tak lama kemudian terdengarlah suara nyanyiannya dalam bahasa Tibet. Suaranya nyaring, bergema sampai jauh ke lembah dan menyentuh permukaan air sungai, dan Si Penyanyi ini menengadah seolah-olah hendak mengadukan nasibnya dalam nyanyian itu kepada puncak-puncak yang menjulang tinggi menembus awan itu. Lagu yang dinyanyikannya adalah lagu tua yang amat disuka oleh para petani miskin.

"Wahai Yolmo Lungma yang tinggi!

Ahoi, Yalu Cangpo yang panjanq!

Dapatkah kalian memberi jawaban?

Kedua tangan ku kuat bekerja berat

namun tiada seperseratus yang di hasilkannya

menjadi bagianku untuk makan!

Aku punya hati

suaranya membeku di mulut,

telingaku disuruh tuli

mataku disuruh buta

nyawaku lebih murah daripada seekor domba!

Wahai, Yolmo Lungma

sembunyikan aku di puncakmu yang tinggi!

Ahaoi, Yalu Cangpo,

tenggelamkan aku di airmu yang dalam!"

Tiga orang yang sedang mendayung perahu itu saling pandang. Suara nyanyian itu terdengar jelas oleh mereka yang berada di bawah dan karena orang yang bernyanyi tidak nampak dari perahu, maka terdengar menyeramkan, apalagi karena suara itu bergema di empat penjuru, dipantulkan oleh air dan dinding batu gunung. Akan tetapi tiga orang itu tentu saja tidak merasa takut, apalagi karena mereka segera mengenal lagu itu, sebuah lagu Tibet kuno yang pernah dilarang oleh pemerintah Tibet karena lagu itu pernah membakar semangat para petani miskin sehingga hampir menimbulkan pemberontakan. Akan tetapi, biarpun sekarang tidak ada lagi rakyat miskin di Tibet yang memberontak, lagu itu masih digemari oleh para petani. Tiga orang dalam perahu ini merupakan tokoh-tokoh besar dari Kun-lun-pai. Pegunungan Kun-lun memang terkenal sebagal satu di antara tempat-tempat yang dihuni banyak orang pandai, pertapa-pertapa gemblengan,

Sungguhpun yang paling terkenal tentu saja adalah perkumpulan Kun-lun-pai yang merupakan satu di antara partai-partai persilatan terbesar. Tiga orang ini adalah tosu-tosu yang bertapa di lereng Pegunungan Kunlun-san. Mereka ini adalah tosu-tosu yang condong kepada aliran Im-yang. Yang seorang berusia enam puluh tahun berjuluk Hok Keng Cu, bertubuh jangkung kurus dengan mulut yang selalu tersenyum. Orang ke dua juga berusia sekitar enam puluh tahun, tubuhnya gendut tapi mukanya pucat, julukannya Hok Ya Cu, masih sute dari Hok Keng Cu. Sedangkan orang ke tiga masih lebih muda, usianya empat puluh lima tahun, wajahnya tampan dan tubuhnya tinggi tegap, pakaiannya sederhana dan di punggungnya tergantung sepasang pedang. Dia pun seorang tosu dari aliran lain, akan tetapi merupakan sahabat baik dari Hok Keng Cu dan Hok Ya Cu.

Orang ke tiga ini bernama Ciok Kam, dan di dunia kang-ouw dia terkenal dengan julukan Hui-siang-kiam (Sepasang Pedang Terbang). Dari julukannya saja orang dapat menduga bahwa Hui-siang-kiam Ciok Kam ini tentu mahir ilmu pedang pasangan dan memiliki ginkang yang hebat. Dan memang demikianlah adanya. Apakah yang menarik tiga orang pertapa Kun-lun-san ini untuk melakukan perjalanan sesukar dan sejauh itu, sampai di Pegunungan Himalaya lewat Sungai Yalu Cangpo? Bukan hanya mereka ber-tiga saja yang pada waktu itu nampak berkeliaran di daerah Pegunungan Himalaya. Sudah hampir sebulan lamanya, daerah Pegunungan Himalaya yang jarang dikunjungi orang itu ramai dengan datangnya banyak sekali orang-orang kang-ouw kenamaan, seolah-olah ada pesta besar di pegunungan itu yang menarik para tokoh kang-ouw di seluruh Tiongkok.

Sesungguhnya bukan pesta yang menarik , para tokoh kang-ouw seperti besi semberani yang kuat menarik jarum-jarum halus itu, melakukan suatu berita yang datangnya dari kota raja tentang lenyapnya sebuah pedang pusaka yang disimpan di dalam kamar pusaka istana kerajaan! Kurang lebih dua bulan yang lalu, terjadilah geger di kota raja karena pedang pusaka kerajaan, satu di antara pusaka-pusaka yang paling diagungkan telah lenyap tanpa bekas dari dalam gudang pusaka yang terjaga ketat oleh pasukan pengawal! Tidak terdengar suara sedikit pun, dan tidak kelihatan ada maling masuk, akan tetapi ketika seperti biasa seorang pengawal yang bertugas mengurus pusaka-pusaka itu memasuki gudang untuk memeriksa, pedang pusaka yang bernama Koai-liong-pokiam (Pedang Pusaka Naga Siluman) itu telah hilang dari tempatnya!

Tentu saja gegerlah kota raja. Pedang ini dianggap sebagai pusaka pelindung keagungan keluarga Kaisar! Maka dikerahkanlah pasukan di bawah pimpinan orang-orang pandai untuk mencari jejak pedang pusaka itu. Dan berita ini tentu saja segera tersiar keluar dan gegerlah dunia persilatan! Koai-liong-pokiam merupakan pedang pusaka yang dianggap memiliki wibawa melindungi keamanan atau keagungan keluarga Kaisar, akan tetapi di kalangan persilatan, di dunia kang-ouw, pedang itu dianggap sebagai pedang ajaib yang amat ampuh, yang dirindukan oleh seluruh tokoh persilatan karena pernah ada desas-desus bahwa siapa yang memiliki pedang itu, akan sukarlah ditandingi, sukar dikalahkan karena pedang itu ampuh bukan kepalang!

Maka, bukan hanya pasukan kerajaan saja yang sibuk melakukan penyelidikan untuk mencari pencurinya dan mengembalikan pedang Koai-liong-pokiam ke Istana, akan tetapi tokoh-tokoh kang-ouw mulai sibuk untuk mencari pedang itu. Tentu saja hanya sebagian di antara mereka yang berusaha mencari pedang untuk dikembalikan kepada Kaisar agar memperoleh hadiah, sedangkan sebagian besar pula ingin memperoleh pedang itu untuk dimilikinya sendiri! Kemudian, sebulan yang lalu, tersiar berita yang mengejutkan dan menggegerkan lagi bahwa pedang pusaka itu dilarikan oleh pencurinya ke daerah Himalaya! Inilah yang menarik semua tokoh kang-ouw berbondong-bondong pergi mengunjungi daerah Pegunungan Himalaya untuk mengadu nasib memperebutkan pedang pusaka itu.

Posting Komentar