Ia mengenal bahwa semua gerakan Kwee Seng adalah benar-benar Pat-sian-kun dimainkan seperti ini sehingga menjadi ilmu silat yang lihai sekali dan benar-benar ia melihat bahwa kalau ia melanjutkan serangan-serangan dengan Pat-mo-kun, ia selalu akan terserang oleh Kwee Seng karena setiap kali ia menangkis dengan jurus Pat-mo-kun, pedang di tangan Kwee Seng yang tertangkis itu terpental dan langsung menjadi jurus lain yang melanjutkan serangan! Pat-jiu Sin-ong mengeluarkan seruan keras, lengking suaranya hebat sekali, seakan-akan menggetarkan bumi yang berada dibawah kaki, gemanya sampai panjang susul-menyusul di kanan kiri puncak. Kwee Seng cepat mengerahkan sin-kangnya karena jantungnya berguncang mendengar lengking tinggi ini. Diam-diam ia makin kagum. Kakek ini bukan main hebatnya, dan lengking tadi tak salah lagi tentulah Ilmu Coan-im-I-hun-to (Ilmu Kirim Suara Pengaruhi Semangat Lawan) yang terkenal sekali dari Ketua Beng-kauw.
Kalau saja sin-kangnya tidak sudah amat kuat, tentu ia akan menjadi setengah lumpuh mendengar seruan ini, bahkan ia percaya mereka yang tidak memiliki ilmu tinggi, mendengar lengking ini bisa jantungnya dan tewas seketika! Ia dapat melindungi jantung dan perasaannya daripada pengaruh lengking tadi, sedangkan permainan pedangnya tetap tenang dan selalu menggunakan kesempatan melanjutkan serangan-serangan yang terus ia dasarkan pada Ilmu Silat Pat-sian-kun. Betapapun juga, Kwee Seng adalah seorang satria perkasa, sekali berjanji hendak menggunakan Pat-sian-kun, ia akan terus menggunakan ini, biar andaikata ia terancam bahaya maut sekalipun! Setelah gema suara lengking itu mereda, Kwee Seng sambil menusukkan pedangnya kearah pusar lawan dengan jurus Pat-sian-lauw-goat (Delapan Dewa Mencari Bulan) berkata,
"Orang tua, apakah begitu perlu Pat-mo-kun harus kau bantu dengan Coan-im-kang (Tenaga Mengirim Suara) untuk mengalahkan pat-sian-kun?"
Merah wajah Pat-jiu Sin-ong. Ia mengerahkan tenaga menangkis tusukan kearah pusar sambil menjawab.
"Pat-mo Kiam-sut belum kalah, jangan kau banyak tingkah dan menjadi sombong!"
Akan tetapi ketika pedang Kwee Seng tertangkis pedang itu kembali sudah terpental dan membentuk jurus Pat-sian-ci-lou (Delapan Dewa Menunjuk Jalan) yang menusuk kearah leher. Gerakan Kwee Seng begitu cepat dan susulan serangannya secara otomatis sehingga lawannya tiada kesempatan untuk membalas. Karena jelas bahwa Pat-mo-kun selalu "tertindih"
Oleh Pat-sian-kun, makin lama makin panaslah hati Pat-jiu Sin-ong, yang membuat dadanya serasa akan meledak!
Ia menggereng dan kini Pat-mo Kiam-sut ia mainkan cepat sekali dalam usahanya untuk mendobrak dan membobol garis kurungan Pat-sian-kun. Pedangnya bergulung-gulung merupakan sinar terang, berubah-ubah bentuknya, kadang-kadang merupakan sinar bergulung-gulung membentuk lingkaran-lingkaran. Hebat sekali memang Pat-mo Kiam-sut yang diciptakan oleh kakek sakti itu. Namun Kwee Seng sudah mengetahui rahasia Pat-mo-kun, karena sesungguhnya Pat-mo-kun diciptakan dengan dasar Pat-sian-kun dan Kwee Seng adalah seorang ahli Pat-sian-kun. Maka pemuda sakti ini dapat menggerakkan pedangnya yang selalu mengatasi gerakan lawan, selalu mengurung dan selalu menindih, sebagian besar dia yang menyerang. Lingkaran-lingkaran yang dibentuk oleh gulungan sinar pedangnya lebih luas dan lebih lebar, seakan-akan "menggulung"
Lingkaran sinar Pat-jiu Sin-ong!
Dua jam lebih mereka bertanding dan selama ini Pat-jiu Sin-ong selalu mainkan Pat-mo-kun sedangkan dilain pihak Kwee Seng mainkan Pat-sian-kun. Biarpun Kwee Seng juga tidak pernah dapat menyentuh lawan dengan pedangnya, namun dalam pertandingan selama dua jam ini, jelas bahwa Pat-sian-kun lebih unggul karena delapan puluh prosen Kwee Seng menyerang sedangkan lawannya selalu harus mempertahankan diri dengan sekali waktu membalas serangan yang tiada artinya. Makin lama pat-jiu Sin-ong makin marah. Bukan marah kepada Kwee Seng melainkan panas perutnya karena benar-benar Pat-mo Kiam-sut tidak dapat mengatasi Pat-sian-kun. Memang watak ketua Beng-kauw ini aneh sekali, tidak mau ia dikalahkan. Ia sebenarnya amat suka kepada Kwee Seng, bahkan ia akan merasa gembira sekali kalau puteri tunggalnya dapat menjadi isteri Kwee Seng ini yang ia kagumi. Akan tetapi kalau ia harus kalah, nanti dulu! Watak ini pula agaknya yang menurun kepada Lu Sian.
"Kwee Seng! Kalau Pat-mo-kun tidak dapat mengatasi Pat-sian-kun, itupun belum cukup menjadi alasan untukmu menurunkannya kepada anakku! Apa artinya Pat-sian-kun yang biarpun sedikit lebih unggul dan dapat mengalahkan ilmuku yang lain, bukan hanya Lu Sian, aku sendiri akan membuang semua ilmu silatku dan hanya mempelajari satu macam ilmu saja, yaitu Pat-sian-kun!"
Setelah berkata demikian, kakek itu kini memutar pedangnya sedemikian hebatnya sehingga gulungan sinarnya bergelombang datang hendak menelan Kwee Seng! Di samping gelombang gulungan sinar pedang itu, masih terdengar angin menderu menyambar ketika tangan kiri kakek itu ikut menerjang dengan dorongan-dorongan jarak jauh yang mengandung angin pukulan kuat sekali!
"Hei...hei...! Orang tua, apakah kepalamu kebakaran? Hati boleh panas kepala harus tetap dingin!"
Kwee Seng sibuk sekali memutar pedangnya untuk melindungi diri sambil mengucapkan kata-kata memperingatan.
"Ha-ha-ha, orang muda, kau mulai takut?"
Kata-kata takut adalah pantangan bagi semua orang gagah, tak terkecuali Kwee Seng. Mendengar ia disangka takut, hatinya panas sekali.
"Siapa takut?"
Bentaknya dan pandangnya berkelebat-kelebat dalam usaha membalas serangan. Namun, Pak-sian Kiam-sut kurang lengkap kalau harus melayani gelombang serangan ilmu pedang itu apalagi masih dibantu dengan sambaran angin pukulan tangan kiri yang demikian ampuhnya. Kwee Seng masih terus mempertahankan dengan permainan Pat-sian Kiam-hoat, dan biarpun ia mampu membendung gelombang serangan, namun ia terdesak dan harus mundur-mundur kearah jurang hitam!
"Ha-ha-ha, Kim-mo-eng! Begini sajakah kepandaianmu? Apakah kau hanya mengandalkan Pat-sian-kun untuk menjagoi dan mengangkat nama sebagai seorang pendekar sakti? Ha-ha-ha, sungguh lucu!"
Pat-jiu Sin-ong tertawa bergelak.
Kwee Seng biarpun sudah menerima gemblengan semenjak kecil, namun ia tetap masih seorang pemuda yang kalau dibandingkan dengan pat-jiu Sin-ong, tentu saja kalah pengalaman dan kalah cerdik. Ia tidak mengira sama sekali bahwa kakek itu memang sengaja menyerangnya dengan ilmu silat pilihan untuk mendesaknya dan sengaja pula memanaskan hatinya agar ia suka menggunakan ilmu simpanannya. Kakek yang haus akan ilmu silat itu menggunakan semua ini untuk memancing keluar ilmu-ilmu simpanannya! Kwee Seng tidak menduga akan hal ini, maka mendengar ejekan itu ia lalu berseru keras dan tiba-tiba angin yang mengeluarkan suara bersiutan menyambar dari tangan kirinya yang sudah mengeluarkan kipasnya! Kini ia merasa dirinya lengkap! Tangan kanan memegang pedang mainkan Pat-sia Kiam-hoat sedangkan tangan kiri memegang kipas mainkan Ilmu Kipas Lo-hai-san-hoat! Bukan main hebatnya.
Namun pasangan ilmu pedang dan ilmu kipas yang selama ini mengangkat namanya sehingga ia dijuluki Kim-mo-eng, hanya dapat membendung gelombang penyerangan Pat-jiu Sin-ong saja, tanpa dapat banyak membalas. Karena ia tidak ingin terdesak terus kepinggir jurang yang hanya tinggal tiga meter dibelakangnya, terpaksa Kwee Seng merobah gerakan pedangnya dan kini pedangnya mulai main Ilmu pedang Cap-jit-seng-kiam yang jarang ia keluarkan karena ilmu pedang ini merupakan ilmu pedang rahasia yang menjadi inti sari daripada ilmu pedang simpanannya. Melihat pemuda itu mengeluarkan ilmu pedang simpanannya, diam-diam hati Pat-jiu Sin-ong menjadi girang sekali. Ia tahu bahwa mengalahkan pemuda ini bukan merupakan hal mudah dan memang maksudnya untuk dapat mengalahkannya cepat-cepat sebelum menguras dan mempelajari ilmu-ilmu pemuda ini yang benar-benar merupakan ilmu pilihan.
Hebat pertandingan itu dan diam-diam Kwee Seng harus mengakui bahwa selama hidupnya, baru kali ini ia menemui tanding yang luar biasa kuatnya. Bahkan harus ia akui bahwa kalau dibandingkan dengan Ban-pi Lo-cia, ketua Beng-kauw ini lebih kuat sedikit. Biarpun ia telah mengerahkan kepandaian dan tenaganya, tetap saja ia tidak mampu mendesak ke tengah. Apalagi ketika tiba-tiba ia teringat akan watak gila kakek ini yang ingin mengumpulkan semua ilmu hebat di dunia sehingga Kwee Seng yang sadar bahwa ia sedang dipancing, cepat-cepat mengacaukan gerakan Cap-jit-seng-kiam itu dengan ilmu silat lainnya. Melihat perubahan ini, hati Pat-jiu Sin-ong yang tadinya kegirangan menjadi kecewa dan timbullah kemarahannya sehingga ia memperhebat permainannya untuk mendesak dan menekan Kwee Seng agar pemuda itu terpaksa mengandalkan Cap-jit-seng-kiam lagi.
Sekarang waktu sudah berjalan tiga jam lebih dan subuh mulai membayang. Pada saat Kwee Seng terdesak hebat, tiba-tiba pemuda ini berseru keras dan terhuyung-huyung kebelakang. Tadi ketika ia sedang sibuk mempertahankan diri menghadapi gelombang serangan, tiba-tiba telinganya menangkap bunyi mendesir dari arah kiri. Ia terkejut sekali, maklum bahwa ada senjata rahasia yang amat halus menghujaninya, cepat ia mengebutkan kipasnya dan berhasil menyampok banyak sekali jarum-jarum halus, akan tetapi sebatang jarum masih berhasil memasuki pundaknya, mendatangkan rasa sakit sekali. Pundaknya seketika menjadi kaku dan setengah lumpuh, juga rasa gatal membuktikan bahwa jarum itu mengandung racun jahat. Kwee Seng terhuyung kebelakang dan terpaksa melepaskan pedang ditangan kanannya yang sudah menjadi lumpuh dan pada saat itu, kembali ia dihujani jarum yang lebih banyak lagi.
Dalam keadaan terhuyung ini, Kwee Seng yang maklum bahwa jarum-jarum itu amat berbahaya, menyampok dengan kipasnya sambil melompat mundur, akan tetapi ia lupa bahwa ketika ia terhuyung-huyung kebelakang tadi ia telah mendekati jurang sehingga jarak satu meter. Maka ketika ia melompat kebelakang sambil menyampok kipasnya, memang ia dapat membebaskan diri daripada penyerangan jarum-jarum rahasia, namun tak dapat dicegah lagi tubuhnya terjerumus kedalam jurang dan melayang-layang ke bawah tanpa dapat ditahannya! Terdengar jerit mengerikan dari belakang semak-semak dan muncullah Lai Kui Lan yang lari ke tepi jurang sambil menangis.
"Pengecut keparat!"
Bentak Pat-jiu Sin-ong sambil lari dan menghantamkan pedangnya kearah bayangan hitam yang tadi menyerangkan jarum-jarum rahasianya kearah Kwee Seng.
"Locianpwe, saya membantumu..."
Bayangan itu yang bukan lain adalah Bayisan si Orang Khitan, mengelak sambil memprotes. Akan tetapi pat-jiu Sin-ong Liu Gan tidak mempedulikan protes ini.
"Siapa butuh bantuanmu? Kau pengecut curang patut mampus!"
Pedangnya menyambar lagi akan tetapi alangkah herannya ketika bayangan hitam itu kembali dapat mengelak. Dua kali serangannya dapat dielakkan! Ini tandanya bahwa orang muda ini bukanlah orang sembarangan.
"Siapa kau?"
Bentaknya, menahan serangannya karena gerakan pemuda itu menarik perhatiannya, membuatnya ingin tahu siapa gerangan pemuda yang dapat mengelak sampai dua kali ini.
"Saya bernama Bayisan dari Khitan musuh besar Kwee Seng..."
"Keparat orang Khitan! Kau telah bersikap pengecut!"
Kembali pat-jiu Sin-ong menyerang, kali ini lebih hebat. Bayisan gelagapan dan maklum bahwa ia tidak boleh main-main menghadapi kakek ini, maka ia cepat melompat kebelakang dan melarikan diri dalam gelap, Pat-jiu Sin-ong mengejar sambil memaki-maki.
Sementara itu, Liu Lu Sian yang pucat mukanya menyaksikan Kwee Seng terjerumus kedalam jurang hitam yang hanya dapat berarti maut, merasa heran melihat seorang gadis pakain putih lari ke tepi jurang sambil menangis dan ketika ia mendekat, ia tekejut mengenal wanita itu sebagai wanita pakaian putih yang ia hadapi diatas genteng gedung dalam benteng Jenderal Kam Si Ek, gadis yang menjadi suci (kakak seperguruan) Kam Si Ek! Pada saat itu, Lai Kui Lan membalikkan tubuhnya dengan pipi basah air mata ia mendamprat Lu Sian. Lu Sian yang ingat bahwa gadis itu adalah kakak seperguruan Kam Si Ek yang dikaguminya, menjawab halus,
"Cici yang baik, kalau memang sejak tadi kau mengintai, tentu kau maklum bahwa bukan aku maupun ayahku yang membuat Kwee Seng terjerumus kedalam jurang, melainkan seorang yang mengaku bernama Bayisan dan yang sekarang dikejar-kejar ayah. Akan tetapi, engkau, bagaimana kau mengenal Kwee Seng dan mengapa pula kau menangisinya?"
Tiba-tiba wajah Kui Lan menjadi merah sekali. Dia seorang gadis yang jujur, maka dengan menabahkan hati ia berkata,