Dengan ucapan "agak lebih tinggi"
Ini terang orang tua itu memandang rendah kepada Kwee Seng, akan tetapi pemuda itu mendengarkan dengan tenang dan sabar.
"Andaikata aku yang mainkan Pat-mo Kiam-hoat, apakah kau juga masih berani bilang dapat mengalahkannya dengan Pat-sian-kun?"
"Orang tua yang baik, mana aku yang muda berani main-main denganmu? Kita sama-sama tahu bahwa ilmu silat sama sekali bukan merupakan syarat mutlak untuk menangkan pertandingan, melainkan tergantung daripada kemahiran seseorang. Betapa indah dan sulitnya sebuah ilmu kalau si pemainnya kurang menguasai ilmu itu, dapat kalah oleh seorang ahli mainkan sebuah ilmu biasa saja dengan mahir. Puterimu dahulu kuhadapi dengan Pat-sian-kun, hal ini kau sendiri tahu. Aku berjanji hendak menurunkan ilmu yang kupakai mengalahkan dia, malam ini kuturunkan kepadanya Pat-sian-kun, apalagi yang harus diperbincangkan?"
"Orang muda she Kwee! Dua kali kau menghina kami keluarga Liu!"
Si Ketua Beng-kauw membentak, suaranya mengguntur sehingga bergema diseluruh punucak, membikin kaget burung-burung yang tadinya mengaso dipohon. Dari jauh terdengar auman binatang-binatang buas yang merasa kaget pula mendengar suara aneh ini.
"Pa-jiu Sin-ong, aku tidak mengerti maksudmu."
Jawab Kwee Seng, tetap tenang.
"Dengan setulus hati aku menjatuhkan pilihanku kepadamu, aku akan girang sekali kalau kau menjadi suami anakku. Akan tetapi kau pura-pura menolak ketika berada disana. Ini penghinaan pertama. Kemudian kau mengadakan perjalanan dengan puteriku, kuberi kebebasan karena memang aku senang mempunyai mantu engkau. Dalam perjalanan ini kau jatuh cinta kepada Lu Sian, sikapmu menjemukan seperti seorang pemuda lemah. Ini masih kumaafkan karena memang kukehendaki kau mencintainya dan menjadi suaminya. Akan tetapi Lu Sian melihat kelemahanmu dan tidak mau membalas cintamu, melainkan mengharapkan ilmumu. Dan sekarang, kau yang katanya mencintainya mati-matian, ternyata hanya hendak menipunya, karena kalau betul mencinta, mengapa tidak rela mewariskan ilmu simpananmu? Inilah penghinaan kedua!"
Panas hati Kwee Seng. Terang sudah sekarang bahwa orang tua ini secara diam-diam mengawasi gerak-geriknya. Ia menjadi malu sekali mengingat akan kebodohan dan kelemahannya. Akan tetapi orang tua ini terang berlaku curang dan tak tahu malu.
"Pat-jiu Sin-ong! Sama kepala lain otak, sama dada lain hati! kau menganggap aku menipu, aku menganggap kau dan puterimu yang hendak mendesakku dan bahkan kau hendak menggunakan rasa hatiku yang murni terhadap puterimu untuk memuaskan nafsu tamakmu akan ilmu silat. Tidak, beng-kauwcu aku tetap dengan pendirianku, karena Pat-sian-kun yang mengalahkan Pat-mo-kun yang dipergunakan puterimu, maka sekarang aku hanya dapat menurunkan Pat-sian-kun saja."
"Singgg!!!"
Tiada menduga, kilat menyambar. Kiranya kilat itu keluar dari pedang di tangan Pat-jiu Sing-ong yang telah dihunusnya secara cepat sekali sehingga seperti main sulap saja, tahu-tahu ditangannya sudah ada sebatang pedang yang kemilau. Inilah Beng-kong-kiam (Pedang Sinar Terang) yang sudah puluhan tahun menemani tokoh ini merantau sampai jauh kebarat, pedang yang minum entah berapa banyaknya darah manusia.
"Kalau begitu, kau cobalah hadapi Pat-mo-kiam dengan begitu Pat-sian-kiam!"
Teriaknya. Terkejutlah Kwee Seng. Menghadapi seorang tokoh seperti Pat-jiu Sin-ong, bukanlah hal main-main, karena berarti merupakan pertempuran selama dua hari dua malam melawan Ban-pi Lo-cia berkesudahan seri, tiada yang kalah atau menang. Ini saja sudah membuktikan betapa hebatnya kepandaian kakek ini, dan sekarang kakek ini mengajak ia bertanding pedang! Dia tidak mempunyai pedang, biasanya ia menggunakan suling sebagai pengganti pedang. Akan tetapi sulingnya tidak ada lagi! Namun Kwee Seng adalah seorang pemuda gemblengan yang telah memiliki batin yang kuat sekali. Kalau baru-baru ini batinnya tergoncang dan lemah oleh asmara, hal ini tidaklah aneh karena ia masih muda, tentu saja menghadapi Dewi Asmara ia tidak akan kuat bertahan! Dengan sikap tenang Kwee Seng mengambil ranting yang tadi ia lepaskan di atas tanah lalu menghadapi kakek itu sambil berkata.
"Pat-jiu Sin-ong, aku tidak mempunyai senjata lainnya selain ini. Kalau kau bertekad hendak memaksaku, silakan."
"Ha-ha-ha-ha, Kwee Seng. Coba kau keluarkan Pat-sian-kun yang kau agung-agungkan itu menghadapi Pat-mo-kun! Lu Sian, mundur kau jauh-jauh dan jangan sekali-kali campur tangan!"
Lu Sian meloncat mundur, menonton dari pinggir jurang. Pat-jiu Sin-ong memutar-mutar pedangnya diatas kepala sambil tertawa bergelak. Hebat sekali kakek ini. Pedangnya yang diputar diatas kepala itu berdesingan mengaung-ngaung seperti suara sirene dan lenyaplah bentuk pedang, berubah menjadi sinar bergulung-gulung yang melebihi sinar bulan terangnya.
"Kwee Seng, inilah jurus ketiga dari Pat-mo-kun, sambutlah!"
Teriak pat-jiu-Sin-ong, disusul dengan men yambarnya sinar terang kearah Kwee Eng. Karena Pat-mo Kiam-hoat ini sengaja dicipta untuk menghadapi Pat-sian Kiam-hoat, maka tentu saja gerakannya ada persamaan dan Kwee Seng mengenal baik gaya serangan ini, akan tetapi ia maklum bahwa jurus ini kalau dimainkan oleh pat-jiu Sin-ong amatlah jauh bedanya dengan permainan Lu Sian.
Jurus apa saja kalau diperagakan oleh tangan kakek Ketua Beng-kauw ini merupakan jurus maut yang amat hebat dan berbahaya. Sekali pandang ia tahu bahwa jurus lawannya ini harus ia hadapi dengan Pat-sian-kun, jurus kesebelas. Setiap jurus Pat-sian-kun yang sudah ia ringkas itu dapat menghadapi empat macam jurus lawan. Sambil mengerahkan tenaganya ia menggerakkan ranting ditangan kanannya, memutar-mutar ranting itu seperti gerakan seekor ular berenang. Dengan tepat rantingnya berhasil menangkis pedang.
"Krakkkk!"
Ranting itu patah menjadi dua. Pat-jiu Sin-ong menarik pedangnya sambil tertawa bergelak.
"Ha-ha-ha-ha, kau sungguh tak memandang mata kepadaku, Kim-mo-eng! Apa kau kira dapat mempermainkan aku hanya dengan sepotong ranting saja seperti yang kau lakukan kepada Lu Sian?"
"Kau tahu bahwa aku tidak memiliki senjata pedang, Pat-jiu Sin-ong."
Jawab Kwee Seng dengan sikap tenang, akan tetapi diam-diam ia senang juga karena ternyata Ketua Beng-kauw ini biarpun wataknya aneh dan kadang-kadang kejam ganas, namun masih memiliki kegagahan seorang tokoh besar sehingga tadi menarik kembali pedangnya karena senjata lawan yang tak berimbang kekuatannya itu patah.
"Lu Sian, kau pinjamkan pedangmu kepadanya, biar dia mencoba membuktikan omongannya bahwa Pat-sian-kun dapat mengalahkan Pat-mo-kun kita."
Lu Sian mengeluarkan suara ketawa mengejek mencabut pedangnya dan melontarkannya ke arah Kwee Seng. Jangan dipandang ringan lontaran ini, karena pedang itu bagaikan anak panah terlepas dari busurnya terbang ke arah Kwee Seng.Ahli silat biasa saja tentu akan "termakan"
Oleh pedang terbang ini. Akan tetapi dengan tenang Kwee Seng mengulur tangan dan tahu-tahu ia telah menangkap pedang itu dari samping tepat pada gagangnya.
"Ha-ha-ha, sekarang kau sudah bersenjata pedang. Kalau kalah jangan mencari alasan lain. Awas, sambut ini jurus ketujuh Pat-mo-kun!"
Kata Pat-jiu Sin-ong sambil menggerakkan pedangnya membabat kearah iga kiri Kwee Seng dilanjutkan dengan putaran pedang membalik keatas menusuk mata kanan. Diam-diam Kwee Seng mendongkol. Terang bahwa Ketua Beng-kauw ini sengaja mengejek dan memandang rendah kepadanya sehingga setiap menyerang menyebut urutan nomor jurus Pat-mo-kun.
Kalau ia tidak memperhatikan kelihaiannya, kakek yang sombong ini akan menjadi semakin sombong, pikirnya. Maka ia cepat memutar pedang pinjamannya itu, pedang yang amat ringan dan enak dipakai. Tahu bahwa pedang Toa-hong-kiam ini merupakan pedang pusaka yang ampuh juga, hatinya besar dan cepat ia mainkan Pat-sian Kiam-sut dengan pengerahan tenaga sin-kangnya. Dua kali serangan lawan dapat ia tangkis dengan meminjam tenaga lawan kemudian pedangnya terpental seperti terlepas dari tangannya, padahal sebetulnya terpentalnya pedang itu terkendali sepenuhnya oleh tenaga sin-kangnya, maka dapat ia atur sehingga pedang itu terpental dengan ujungnya mengarah tenggorokan lawan yang sama sekali tidak menyangkanya.
Pat-jiu Sin-ong diam-diam kaget juga,karena ia tidak mengira bahwa serangan pertamanya itu seakan-akan malah dijadikan batu loncatan oleh Kwee Seng sehingga bukan merupakan serangan lagi melainkan merupakan tenaga bantuan bagi lawan untuk balas menyerang dengan tenaga sedikit namun dapat mematikan! Ketika Pat-jiu Sin-ong menarik kembali pedangnya dan menangkis sambil menggetarkan pedangnya untuk membuka kesempatan serangan balasan, kembali pedang Kwee Seng yang tertangkis itu terpental dan langsung membabat leher! Kaget sekali hati Pat-jiu Sin-ong. Bukan kaget menghadapi serangan ini baginya mudah saja menghindari diri daripada babatan. Akan tetapi yang mengejutkan hatinya adalah menyaksikan perubahan jurus-jurus Ilmu Silat Pat-sian-kun ini.