“Coba bayangkan, mereka menangkap sahabat Hua!” katanya. “Kami berempat sedang minum-minum di rumah Bibi Cong, ketika tiba-tiba muncul beberapa orang petugas keamanan dari benteng dan menangkapnya tanpa sepatah pun kata keterangan. Tentu saja kami terkejut sekali. Aku lari bersembunyi di kamar Bi Hwa sampai setengah hari lamanya, Sementara itu aku berhasil mendapatkan beberapa penjelasan, Kiranya tiga orang saudara Hua telah mengadukan dia dalam persoalan warisan sehingga dia ditangkap untuk diperiksa. Barulah hatiku lega dan aku berani keluar dari tempat persembunyianku.”
“Hemm, sampai begitu! Inilah hasilnya pergaulanmu dengan mereka, dan kebiasaanmu berkeliaran,” Goat Toanio mencelanya. Percakapan mereka terhenti dengan munculnya kacung Siauw Thai yang memberi tahu akan kedatangan gadis pelayan Ciu Hwa yang diutus oleh Nyonya Hua untuk mengundang Shi Men karena ada urusan penting. Sejenak Shi Men tertegun, lalu diapun berangkat. “Hemm, mungkin lain kali engkau tidak akan memperoleh nasihat yang baik dari siapapun kalau kau tidak mendengar nasihatku,”, kata Goat Toanio memperingatkan.
“Kami adalah tetangga dan Hua adalah sahabatku, tak mungkin menolak permintaannya.” jawab Shi Men. Nyonya Hua menyambut kedatangannya dengan pakaian kusut dan wajah pucat sekali. Sambil menangis nyonya itu berlutut di depan kaki Shi Men.
“Ahh, apakah yang harus kulakukan? Suamiku tak pernah mau mendengar nasihatku. Dia tidak memperdulikan rumah tangga dan selalu pergi ke kota. Dan kini malapetaka pun tiba. Aku dapat mati penasaran kalau teringat, kepadanya. Dan kalau dia dihukum cambuk sampai setengah mampus barulah dia tahu rasa. Akan tetapi aku memikirkan nama baik si tua Kong-kong (kakek) Karena nama baiknya, aku mohon kepadamu, tolonglah agar jangan sampai urusan ini jatuh ke pengadilan dan mendatangkan aib.”
“Tenanglah dan mari kita duduk dengan baik. Bagaimanapun, aku belum tahu bagaimana sebenarnya urusan suamimu itu.” Nyonya Hua lalu memberi penjelasa dengan singkat.
“Suamiku adalah saudara ke dua, dari empat bersaudara, semuanya keponakan-keponakan dari Kakek. Sebelum mati, Kong-kong tua menyerahkan seluruh warisannya kepadaku, karena dia tidak begitu percaya kepada suamiku yang menjadi keponakannya. Tiga orang keponakan yang lain jauh dari Kong- kong, yang selalu bersikap keras kepada mereka. Ketika Kong-kong meninggal, tiga orang keponakan yang lain itupun menerima warisan, yaitu pembagian barang-barang dan prabot rumah. Akan tetapi harta pusakanya tetap berada padaku, tidak dibagi-bagi. Sudah berulang kali aku menganjurkan suamiku untuk membayar tiga orang saudaranya itu dengan uang sebagai pembagian warisan, namun dia tidak pernah mau perduli. Dan sekarang, mereka bertiga itu menuntut dengan tiba-tiba.”
“Ah, kiranya hanya urusan perebutan warisan saja,” kata Shi Men. “Urusan itu tidaklah terlalu besar. Jangan kau khawatir. Tentu saja aku akan membantumu dan kuanggap urusan ini seperti urusanku. sendiri.”
“Ahhhh, sekarang hatiku merasa lega. Kukira yang terpenting adalah mencari dukungan para pejabat tinggi. Tentu saja aku akan menyediakan syaratnya untuk itu.”
“Tidak perlu menyebar uang tanpa perhitungan. Yang berhak memutuskan perkara ini adalah hakim dari Kai-Hong-Hok, yaitu Jenderal Yang dan pembesar Cai. Kedua orang inilah yang memegang peran dalam pengadilan dan mereka berdua dekat dengan istana. Jenderal Yang mempunyai hubungan baik sekali dengan aku. Kita harus mendekati mereka berdua, karena mereka akan mampu mempengaruhi jaksa yang menerima tuntutan suamimu. Akan tetapi, kalau pembesar Cai, kita boleh memberi hadiah sekedarnya, kepada Jenderal Yang tak mungkin memberi hadiah yang tidak berarti. Dia berkedudukan tinggi dan masih ada hubungan baik denganku.
“Baik, tunggulah.” Nyonya Hua masuk ke kamarnya, lalu menyuruh para pelayannya membawa enam puluh potong perak yang jumlah beratnya tidak kurang dari tiga ribu ons.
“Nah, ini kuserahkan kepadamu.”
“Kenapa begitu banyak? Setengahnyapun sudah cukup.” “Bawa sajalah dan anggap saja milikmu. Selain ini, aku masih menyembunyikan beberapa peti terisi pakaian kebesaran berikut semua perhiasannya yang serba mahal dan aku ingin menitipkan barang- barang itu kepadamu demi keamanan. Bolehkah?”
“Bagaimana kalau saudara Hua kehilangan barang-barang itu setelah dia pulang?”