Halo!

Si Tangan Halilintar Chapter 31

Memuat...

Rombongan itu melanjutkan perjalanm mereka dan Kui Siang terpaksa mengikut laki-laki tinggi besar brewok itu. Bagaimanapun juga, untuk sementara ia selamat dari perkosaan. Dan perasaan wanitanya menyadarkan bahwa laki-laki kasar ini agaknya benar-benar jatuh cinta padanya sehingga menuruti permintaan dan syaratnya. Masih banyak waktu dan kesempatan baginya untuk dapat membebaskan diri dari laki-laki kasar ini. Dalam hatinya ia tidak percaya bahwa laki-laki seperti ini seorang pendekar patriot. seorang pejuang. Menurut cerita ibunya, seorang pendekar pejuang adalah seorang yang budiman, bukan pengganggu wanita seperti Teng Bhok dan anak buahnya ini yang sepak terjangnya seperti perampok! perhiasannya juga sudah dirampas orang kasar ini. Untung bahwa kitab pemberian suaminya itu tidak dirampas. Ia hanya mempertahankan kitab itu dengan segala kemampuannya, karena kitab itu diperuntukkan anak yang dikandungnya! Teringat.kan ini, ia teringat kepada suaminya. hampir ia menangis menjerit-jerit kalau teringat suaminya. Apa yang terjadi? Ia belum mengetahui apa yang terjadi dan kini ia terjatuh ke tangan gerombolan orang kasar dan jahat!

Karena perjalanan itu tidak dapat cepat walaupun menggunakan obor, pada keesokan harinya barulah rombongan itu tiba di tempat yang dituju. Ketika melihat bahwa mereka berada di depan sebuah kuil tua di kaki bukit, Kui Siang terbelalak dan jantungnya berdebar keras. Bukankah ini kuil di kaki Bukit Ayam seperti yang diceritakan suaminya, kemana ia harus pergi dan di situ terdapat sahabat-sahabat suaminya? Ia menanti dan memandang ke arah kuil dengan harap-harap cemas.

Di ruangan depan kuil itu tampak ada enam buah peti mati berjajar dan seorang tosu memimpin sembahyangan. Yang bersembahyang ada belasan orang bersama tosu itu. Melihat ini, Teng Bhok memberi isarat kepada Kui Siang dan enam orang anak buahnya untuk maju menghampiri kuil.

Ang Jit Tojin, tosu yang memimpin upacara sernbahyang itu, setelah mengetahui akan kedatangan serombongan orang itu, cepat keluar dan menyambut mereka di pekarangan kuil. Dia segera ditemani lima orang gagah yang bukan lain adalah Ciong-yang Ngo- taihiap (lima pendekar besar dari Ciong-yang). Para pendekar ini siap siaga melihat tujuh orang yang berwajah bengis dan bersikap kasar itu, akan tetapi merekapun merasa heran sekali melihat ada seorang wanita muda yang cantik jelita dan berpakaian seperti bangsawan menggendong buntalan pakaian datang bersama rombongan laki-laki kasar itu.

Teng Bhok. yang memimpin rombonganya memandang kepada Ang Jit Tojin dan lima orang pendekar gagah perkasa dari Ciong-yang dan dia mengangkat kedua tangan depan dada sebagai penghormatan secara sembarangan, diturut oleh enam orang anak buahnya. Sebagai orang-orang yang mempelajari tata susila Ang Jit Tojin dan lima orang kawanya membalas penghormatan itu.

"To-tiang," kata Teng Bhok dengan suaranya yang nyaring. "Kami mendengar bahwa para pendekar pejuang berada di kuil ini dan kami ingin menjumpai mereka. Benarkah kami berhadapan dengan para pendekar yang berjuang melawan emerintah Mancu penjajah?"

Ang Jit Tojin mengangguk dan sambil memandang dengan sinar mata penuh selidik dan berkata, "Benar, kami adalah pimpinan para pendekar pejuang. Pinto bernama Ang Jit Tojin dan lima orang rekan ini adalah Ciong-yang Ngo-taihiap siapakah cu-wi (anda sekalian) dan apa keperluan cu-wi mencari kami?"

Teng Bhok tertawa dengan bangga. "Ha-ha-ha, kebetulan sekali kami dapat menemukan para pendekar pejuang. Perkenalkan, kami adalah pendekar-pendekar dan aku menjadi pemimpinnya. Namaku Teng Bhok berjuluk Pat-jiu Hekwan (Lutung Hitam Bertangan Delapan)! Keperluan kami menjumpai kawan-kawan adalah untuk bergabung, bersama- sama berjuang melawan para pembesar Mancu!"

"Bagus!" kata Ang Jit Tojin dengan girang. Baginya tidak peduli orang sikapnya halus atau kasar, pintar atau bodoh, asal berwatak pendekar dan bersemangat untuk menentang pemerintah penjajah Mancu, tentu saja dapat diterima sebagai kawan seperjuangan. "Akan tetapi, siapakah nona ini?" Dia bertanya heran sambi! menunjuk kepada Kui Siang yang nampak pucat dan gelisah karena ia sama sekali tidak menyangka bahwa yang dimaksudkan sabahat oleh suaminya adalah para pejuang ini. Bukankah selama ini suaminya membantu ayah tirinya menentang dan membasmi para pemberontak?

"Oh, ha-ha-ha, ia adalah calon isteriku, to-tiang. Setelah kami diterima menjadi anggauta pasukan pejuang, aku akan segera melangsungkan pernikahanku dengan calon isteriku yang cantik jelita seperti bidadari ini, ha-ha-ha!"

Ang Jit Tojin dan Ciong-yang Ngo-tahiap mengerutkan alisnya mendengar ucapan yang kasar itu. Kui Siang melihat sikap tosu dan lima orang gagah itu dan tahu bahwa mereka merasa tidak senang, laka iapun cepat melangkah maju dan berkata dengan suara lantang.

"To-tiang dan cu-wi tai-hiap! Apa ang dikatakannya itu bohong belaka!" "Hai, diam kau!" Teng Bhok membentak.

"Biarkan dia bicara' Tiba-tiba orang tertua dari Ciong-yang Ngo-taihiap yang bertubuh tinggi besar dan kokoh kuat berseru sambil memandang kepada Teng bhok dengan sinar mata mencorong. "Lanjutkan bicaramu, nona!" sambungnya kepada Kui Siang.

"Saya bernama Bu Kui Siang, isteri dari Lauw Heng San komandan Pasukan Garuda Sakti"

"Ha-ha, ia isteri musuh besar kita! Karena itu aku sengaja menangkapnya! Bagaimana, kawan-kawan? jasaku besar, bukan?" kata Teng Bhok bangga.

Akan tetapi Ang Tit Tojin terkejut bukan main mendengar pengakuan Kui Siang ini. Dia sudah mendengar akan wanita ini dari para penyelidik, akan tetapi dia belum pernah melihatnya sendiri sehingga tadi tidak mengenalnya. Setelah mengetahui bahwa wanita itu isteri Lauw Heng San, dengan gerakan cepat sekali Ang Jit Tojin maju dan menyambar lengan wanita itu, ditarlknya sehingga kini Kui Siang berdiri di dekatnya, jauh dari Teng Bhok dan enam orang anak buahnya.

"Heii, to-tiang! Apa yang kaulakukan ini?" tanya Teng Bhok sambil mengerutkan alisnya. "Toa-nio, lanjutkan ceritamu. Bagaimana engkau bisa tertawan oleh mereka itu?"

Mendengar pertanyaan yang nadanya lembut bersahabat itu, hati Kui Siang merasa lega dan ia teringat kepada suaminya lalu mengusap beberapa butir mata yang mengalir turun. "Malam tadi suami saya pulang dalam keadaan yang menyedihkan. Pakaiannya penuh darah, mukanya pucat dan dia menyuruh saya cepat berkemas, membawa pakaian dan perhiasan. Tanpa sempat memberi penjelasan dia memerintahkan agar saya malam itu juga melarikan diri luar kota dan menuju ke kuil di kaki bukit Ayam ini. Saya tidak tahu apa yang terjadi dan dia juga tidak memberitahu, hanya bilang bahwa berbahaya sekali bagi saya kalau saya tinggal di rumah dan bahwa saya akan mendapat pertolongan dari para sahabatnya di kuil ini. Terpaksa saya menaati perintahnya, melarikan diri di malam tadi. Di tengah perjalanan saya bertemu dengan mereka ini. Perhiasan saya dirampas dan dia ini akan memaksa saya menjadi isterinya. Tadinya ia hendak memperkosa saya, akan tetapi saya mengancam akan membunuh diri dan dan dia mengajak saya ke sini.

"Hemmm.....! Jahanam busuk macam kalian ini mengaku pendekar dan hendak menjadi pejuang?" bentak Song Kwan yang berjuluk Kiam-sian (Dewa Pedang), orang pertama Ciong-yang Ngo-tahiap yang berusia empat puluh tahun dan bertubuh tinggi besar.

Ang Jit Tojin memberi isarat kepada Song Kwan agar bersabar dan dia memandang kepada Teng Bhok dengan alis berkerut, " Saudara Teng Bhok, benarkah apa yang diceritakan Nyonya Lauw Heng San ini?"

Teng Bhok tersenyum dan mengangguk. " To-tiang, apa salahnya? ia jelas isteri komandan Pasukan Garuda Sakti, musuh besar kita! Apa salahnya kalau aku merampas barangnya dan hendak memaksanya menjadi isteriku? Ini merupakan tugas kita kaum pejuang, bukan?!

"Toa-nio, masuklah dan beristirahatlah dalam kuil dan jangan khawatir, kami akan melindungimu." kata Ang Jit Tojin kepada Kui Siang, melihat wanita itu tampak lelah sekali dan gelisah.

"Terima kasih, to-tiang." kata Kui Siang dan la membawa buntalannya memasuki kuil.

"Ang Jit Tojin! Aku minta penjelasan, bagaimana ini? Tidak salahkah penglihatan dan pendengaranku bahwa engkau sebagai pimpinan para pejuang malah melindungi isteri musuh besar kita?" Teng Bhok bertanya dengan marah.

Ang Jit Tojin menatap wajah Teng Bhok dengan sinar mata tajam penuh teguran. "Teng Bhok, engkau merampok dan hendak memperkosa wanita! Perbuatanmu itu sama sekali bukan perbuatan pendekar, melainkan perbuatan penjahat! penjahat seperti engkau ini hendak menjadi pejuang? Ingatlah, pejuang bukanlah penjahat keji!"

Dukungan & Donasi

Bantu kami terus update dengan memberi dukungan melalui:

BCA 7891767327
Trakteer
Post a Comment