Halo!

Si Tangan Halilintar Chapter 30

Memuat...

"Thian (Tuhan)..... lindungilah hamMu ini..... " ia berdoa sambil terus melangkah maju satu-satu dan perlahanhan.

Kakinya terasa hampir patah, tubuhny'a sudah lemas dan kulit kakinya lecet-lecet oleh sepatu karena wanita itu tidak biasa melakukan perjalanan jauh di atas jalan yang kasar dan keras penuh batu itu. Hampir ia tidak kuat dan ia berhenti sebentar, berdiri dan mengatur napas tiba-tiba terdengar suara orang dan nampak ada sinar api bergerak dari dalam hutan.

Hati Kui Siang menjadi gembira. Ada orang Ini berarti ia akan mempunyai teman seperjalanan. Dan orang-orang itu membawa obor pula! Sudah tampak bayangan tujuh orang laki-laki dan mereka semua masing-masing membawa sebatang obor. Mereka segera datang mendekat ketika mendengar suara wanita berseru.

"Heii, kawan-kawan.....! Ke sinilah dan tolonglah aku !"

Setelah tiba dekat, mereka mengepung Kui Siang dan mengangkat obor mereka tinggi- tinggi. Mula-mula tujuh orang yang wajahnya kasar dan bengis itu tampak ketakutan. Siapa yang tidak takut melihat di tepi hutan liar, pada malam hari lagi, seorang wanita yang demikian cantiknya? Mereka mengira bahwa mereka bertemu dengan sebangsa siluman. Walaupun mereka itu orangorang yang biasa melakukan kekerasan dan tukang- tukang berkelahi, namun kalau disuruh berhadapan dengan siluman tentu saja mereka ketakutan!

"Ia..... ia..... siluman !" Beberapa buah mulut berbisik ketakutan dan semua kaki sudah

siap untuk meiarikan diri. Akan tetapi laki-Iaki brewok yang usianya sekitar empat puluh tahun, membentak mereka.

"Goblok! Jangan lari, jangan takut lihat, kedua kakinya bersepatu dan menginjak tanah. Lihat, matanya tidak liar dan tidak ada ekor menonjol keluar dari pinggulnya. Ia bukan siluman, kawan. Ia manusia, seorang wanita yang cantik sekali!" Si brewok ini adalah pemimpin gerombolan itu dan mendengar ucapan pemimpin mereka itu, para anak buahnya menjadi berani dan setelah mereka merasa yakin bahwa yang mereka. hadapi adalah seorang wanita muda yang cantik jelita dan bukan siluman, mereka tertawa-tawa. Akan tetapi karena si brewok itu sudah menghampiri Kui Siang, maka merekapun tidak berani mengganggu, hanya menonton dengan mata liar, haus dan kagum. "Nona, siapakah engkau dan mengapa malam-malam begini berada di hutan ini seorang diri?" tanya si brewok sambil menatap wajah cantik itu dengan sepasang matanya yang besar.

Setelah kini berhadapan dekat dengan tujuh orang itu, Kui Siang menjadi takut karena melihat betapa mereka itu berwajah menyeramkan, tampak berngis dan kasar, memandang kepadanya dengan mata melotot seolah hendak menelannya bulat-bulat dengan pandang mata mereka. Berbagai bayangan menakutkan menyusup di benaknya dan ia menjadi pueat, tubuhnya gemetaran.

Melihat ini, si brewok yang bertubuh tinggi besar itu tertawa bergelak sambil mendongak sehingga tampak perutnya yang gendut terguneang. "Ha-ha-ha-ha! Jangan takut, nona manis. Ketahuilah, aku adalah Teng Bhok, seorang pendekar yang memimpin kawan- kawan ini untuk bergabung dengan para pejuang. Kami adalah orang-orang gagah yang tidak pantas ditakuti. Hayo katakan, siapa engkau dan mengapa malam-malam berada di sini?"

Mendengar inl, timbul keberanian dalam hati Kui Siang. Ia Ingin mempergunakan nama suaminya untuk menakut-nakuti mereka. "Aku bukan nona, melainkan seorang nyonya. Suamiku adalah Panglima Lauw Heng San, komandan Pasukan Garuda Sakti "

"Wah, ia isteri musuh kita! Bunuh saja, Teng-toako (Kakak Teng)!" teriak seorang anak buahnya dan yang lain juga berteriak-teriak.

"Kalau kita membunuhnya, kita tentu mendapatkan pahala karena membuat jasa besar!" kata yang lain. Tentu saja Kui Siang menjadi semakin ketakutan, apalagi melihat mereka mencabut golok.

"Diam kalian semua!" Teng Bhok membentak. Semua orang terdiam. "Simpan golok kalian!" Dia membentak lagi. Semua anak buahnya menurut.

"Suaminya memang musuh kita, akan tetapi perempuan ini milikku, tidak boleh ada yang mengganggu! Hei, nyonya, mulai saat ini engkau harus menuruti semua kata-kata dan kehendakku. Kalau tidak, engkau akan kuserahkan kepada anak buahku biar dijadikan rebutan!" Kui Siang menggigil mendengar ancaman ini. Ia dalah seorang wanita lemah akan tetapi cukup cerdik untuk memaklumi bahwa ia berada dalam keadaan yang gawat dan berbahaya sekali.

"Aku akan taat kasihanilah aku, Teng-enghiong (Pendekar Teng), kasihanilah seorang

wanita yang tidak berdaya "

Teng Bhok tertawa, senang sekali hatinya disebut eng-hiong (pendekar) dan hatinya terasa mongkok (bangga). "Haha, engkau akan selamat di bawah perlindunganku. Coba kulihat isi buntalanmu itu!"

Karena takut orang itu akan mempergunakan kekerasan, terpaksa Kui Siang menyerahkan buntalan pakaiannya. Di bawah sinar banyak obor yang cukup terang, Teng Bhok memeriksa isi buntalan. Dia tertawa girang ketika menemukan perhiasan yang amat berharga itu dan segera menyimpannya dalam kantung bajunya! Ketika menemukan kitab yang diberikan Lauw Heng San kepada isterinya itu, Teng Bhok menyeringai dan membuangnya ke atas tanah. Dia dan enam orang anak buahnya adalah orang-orang buta huruf, apa gunanya kitab itu?

Setelah mengaduk-aduk isi buntalan dan melihat bahwa yang ada hanya pakaian wanita, Teng Bhok mengikat lagi buntalan itu dan menyerahkan kepada Kui Siang.

"Nih, bawalah buntalanmu." Kui Siang menerima buntalan itu tanpa mencela. Kitab yang dibuang tadi telah ia ambil dan ia simpan di balik pakaiannya. Baginya, kitab itu yang terpenting daripada segalanya. Setelah menyerahkan buntalan, Teng Bhok menoleh kepada enam orang anak buahnya dan sambil menyeringai dia berkata, "Sekarang kalian menjauhlah dari sini, tinggalkan kami berdua dan jangan ganggu aku!"

Enam orang itu tertawa-tawa dan pergi meninggalkan tempat itu. Kini hanya Teng Bhok dan Kui Siang berdua saja yang berada di situ. Teng Bhok lalu menancapkan gagang obornya di atas tanah, lalu dia menghampiri Kui Siang dan berkata. "Siapa namamu?"

"..... Nyonya Lauw Heng San "

"Hush! Maksudku nama kecilmu!" "Namaku Bu Kui Siang "

"Nama yang bagus, secantik orangnya Nah, Kui Siang, mulai sa at ini engkau menjadi isteriku tersayang!" Si brew ok tinggi besar itu makin mendekat. Kui Siang melangkah mundur dan tiba-tiba timbul keberanian luar niasa dalam hatinya melihat kehormatannya terancam. Lebih baik mati daripada ternoda laki-laki jahanam ini! Ia tidak takut mati.

"Teng-enghiong, aku adalah seorang wanita baik-baik. Aku bersedia menjadi isterimu, akan tetapi secara terhormat, dengan pernikahan yang sah. Kalau engkau memaksaku dan memperkosa aku, maka aku pasti akan membunuh diri! Jangan engkau sentuh aku sebelum engkau menikahi aku dengan sah!" Suara wanita itu kini sama sekali tidak mengandung rasa takut, bahkan mengancam!

Akan tetapi T eng Bhok yang sudah dibakar nafsu berahinya itu menganggap ucapan itu hanya gertak sambal belaka. "Ha-ha-ha, bagaimana engkau hendak membunuh diri, manis? Engkau tidak punya racun, tidak punya senjata tajam mau bunuh diri, aku selalu dapat mencegahmu, ha ha ha ?”

“Hemmm, kau kira aku begitu bodoh? aku dapat melompat ke jurang, aku dapat membenturkan pecah kepalaku pada batu, dinding dan lain-lain, atau aku dapat menggigit lidahku sendiri sampai putus dan mati kehabisan darah! Masih ada seribu cara untuk membunuh diri"

Teng Bhok terkejut. Benar juga, pikirnya. Dia sudah tergila-gila melihat wanita yang amat cantik ini. Sayang kalau membunuh diri. Dia ingin Kui Siang menjadi isterinya yang akan menghiburnya selamanya "Aih, jangan lakukan itu, sayang...... " Dia menahan diri dan tidak berusaha merangkul lagi.

"Kalau begitu, hentikan niatmu memperkosa aku!" Kui Siang menghardik. "Tapi engkau benar mau kuperisteri secara terhormat, kunikahi dengan sah?"

"Kita lihat saja perkembangannya nanti. Kalau engkau tidak bersikap kasar dan kurang ajar kepadaku, tentu aku bersedia."

Teng Bhok sudah tergila-gila kepada Kui Siang dan dia tidak ingin kehilangan wanita itu, maka dia mengangguk. "Baik, Kui Siang, aku akan sabar menanti sampai kita menikah dan engkau menyerahkan dirimu dengan suka rela kepadaku!"

Setelah berkata demikian Teng Bhok memanggil enam orang anak buahnya. Mereka bermunculan dan merasa heran mengapa pemimpin mereka tampaknya masih belum melakukan apa-apa terhadap wanita cantik itu. Akan tetapi mereka tidak berani bertanya.

"Hayo kita lanjutkan perjalanan. Mari Kui Siang, engkau ikut denganku."

Dukungan & Donasi

Bantu kami terus update dengan memberi dukungan melalui:

BCA 7891767327
Trakteer
Post a Comment