Si Tangan Halilintar Chapter 28

NIC

Untuk sejenak Heng San bagaikan berubah menjadi mayat atau patung hidup. Tubuhnya menjadi kaku dan diam tak bergerak, hanya kedua matanya yang bergerak-gerak memandang kepada Ang Jit Tojin dan pindah kepada kelima orang pendekar dari Ciong- yang itu. Kemudian, tiba-tiba ia memekik keras dan dari mulutnya tersembur darah merah. Dia terhuyung-huyung lalu jatuh pingsan di depan kaki Ang Jit Tojin.

Ketika dia sadar kembali, Heng San mendapatkan dirinya telah berbaring di atas sebuah pembaringan dalam sebuah kamar. Dia merasa dadanya hangat dan ketika dia meraba, ternyata dadanya telah ditempeli obat ko-yo (obat tempeI) yang hitam dan hangat. Ketika dia mengerling, dia melihat lain tubuh membujur di atas sebuah pembaringan kayu dan ketika dia memperhatikan, ternyata itu adalah jenazah suhunya. Dia melompat bangun, tidak memperdulikan dadanya yang terasa sakit, lalu dia menubruk dan memeluki jenazah suhunya sambi! menangis.

Ang Jit Tojin berlari masuk dan menegurnya. "Hemm, bagus! Engkau benar-benar seorang jantan! Tadinya tertipu dan menjadi pengkhianat bangsa, kini hanya menangis seperti seorang perempuan cengeng! Ah, sungguh mengecewakan sekali mempunyai murid seperti engkau ini Kasihan sekali sahabatku Pat-jiu Sinkai mempunyai murid bodoh dan lemah"

"Totiang, kenapa aku tidak dibunuh? Kenapa aku malah diobati? Siapa yang melakukan ini?"

Pendeta itu menghela napas panjang. "Pin-to memang berhati lemah. Tidak tega membunuh orang yang sedang terluka dan pingsan. Bagaimanapun juga, engkau tersesat karena tertipu. Pula, kami membutuhkan tenaga-tenaga yang kuat dan engkau tentu suka membantu kami melanjutkan perjuangan gurumu membasmi para durjana antek penjajah itu, untuk membalaskan sakit hati orang tuamu, untuk membalaskan sakit hati gurumu Ataukah engkau begitu pengecut sehingga tidak berani menentang jahanam she Thio dan para jagoannya?" "Cukup …... !!" Heng San membentak, tubuhnya menggigil dan dia tidak memperdulikan lagi sopan santun saking marahnya. "Kau kira aku ini seorang manusia yang berhati binatang dan sedemikian rendahnya? Lihat, akan kubuktikan kejantananku! Akan kuperlihatkan kepadamu bahwa tidak percuma suhu mengambil aku sebagai muridnya. Akan kuperlihatkan kepada ayah bundaku bahwa mereka tidak percuma. mempunyai anak seperti aku! Lihat, sebelum jenazah suhu menjadi dingin, sebelum kedua mata, suhu tertutup tanah, akan ada banjir darah di gedung Thio-ciangkun Lihat dan dengarlah saja!".

Sebelum Ang Jit Tojin dapat menjawab, Heng San sudah melompat keluar dari kuil dan berlari cepat sekali. Ang Jit Tojin menggeleng-geleng kepalanya dan berkata perlahan, "Kasihan anak itu”

Akan tetapi baru saja dia bangkit berdiri, tampak bayangan berkelebat dan tahu-tahu pemuda itu. telah berdiri di depannya. Wajah pemuda itu sudah berubah, bukan wajah orang biasa lagi, lebih pantas disebut wajah orang gila, atau mayat hidup, atau setan!

"Eh, mengapa engkau kembali lagi?" tanya Ang Jit Tojin heran.

"Satu pertanyaan lagi, totiang. Mengapa mereka membunuh orang tuaku, pedagang obat yang tidak berdosa?"

"Pedagang tidak berdosa? Ah, di mata srigala tidak ada orang berdosa atau tidak berdosa. Yang penting baginya orang itu mencurigakan atau tidak. Mata srigala itu penuh bayangan para patriot. Suhumu, Pat-jiu Sin-kai, telah lama masuk daftar hitam orang-orang yang harus diburu dan dibunuh. Ketika para penyelidiknya mengetahui bahwa Pat-jiu Sin kai berhubungan baik dengan orang tuamu, maka orang tuamu juga masuk daftar hitam dan harus dibasmi semua."

"Terima kasih, totiang!" Sekali lagi Heng San berkelebat dan menghilang keluar kuil. Ang Jit Tojin segera pergi ke belakang menemui Ciong-yang Ngotaihiap, menceritakan bahwa Heng San telah berlari keluar dan hendak membuat banjir darah di rumah Thio-ciangkun.

Seorang di antara lima pendekar itu berkata, "Memang tiada jalan lain bagiriya untuk menebus dosa. Akan tetapi kita harus dapat menggunakan saat, dan kesempatan baik ini. Lauw Heng San seorang yang kuat dan tinggi ilmu silatnya. Mari kita mengejarnya dan bersama-sama menggunakan kesempatan ini untuk menghancurkan kekuatan pangeran Mancu yang menyamar sebagai orang she Thio dan kaki tangannya itu dan yang terpenting; membebaskan Ma-enghiong."

Demikianlah, merekaberenam mengadakanperundingan, memerintahkan para anak buah untuk mengurus jenazah Patjiu Sin-kai, Ma Hong Lian, dan murid lain. Setelah itu mereka berenam bergegas mempergunakan ilmu berlari cepat mengejar Heng San menuju ke kota Keng-koan.

Heng San berlari secepatnya dan tiada hentinya hati akal pikirannya menyesali semua perbuatannya. Di dalam hatinya bernyala api besar yang seakan-akan hendak membakar dirinya dari dalam. Api kemarahan terhadap Thio-ciangkun dan kaki tangannya. Dia dapat menduga bahwa suhunya tentu singgah di rumah orang tuanya ketika mencari-cari kawan seperjuangan dan karena dia menjadi orang buruan pemerintah, maka orang tuanya lalu dicurigai dan dibunuh oleh kaki tangan Thio-ciangkun. Dan dia sudah menjadi pembantu Thio-ciangkun, membelanya mati-matian bahkan menjadi mantunya!

Kemarahannya membuat Heng San, berlari lebih cepat lagi dan sebentar saja dia sudah tiba di kota. Tiba-tiba dia teringat kepada Liok Ham Sai, pembesar yang dulu ditolongnya dari serangan para pejuang yang ketika itu dianggapnya perampok, lalu memperkenalkannya kepada Thio-ciangkun. Ah, ti-koan itupun seorang kaki tangan pemerintah penjajah Mancu, seorang Han yang menjadi pengkhianat!

Pikiran ini membuat Heng San berlari menuju ke gedung Liok - tikoan. Ketika itu, matahari telah turun ke barat dan hari telah menjadi sore. Heng San melompat ke atas genteng gedung tikoan dan langsung turun ke ruangan belakang. Dia melihat dua orang penjaga sedang bercakap-cakap yang menjadi kaget ketika melihat seorang pemuda yang tiba-tiba berdiri di situ. Akan tetapi mereka segera mengenal bahwa pemuda itu adalah komandan Pasukan Garuda Sakti yang terkenal, maka mereka segera menyambut dengan hormat.

"Di mana Liok-tikoan?" tanya Heng San singkat.

"Beliau berada di taman. Apakah Ciang-kun hendak bertemu dengan Liok- taijin?"

Tanpa menjawab, Heng San menggerakkan kedua tangannya dan dua orang penjaga itu terpelanting roboh pingsan seketika! Heng San berlari ke belakang dan dalam taman dia mendapatkan Liok-tikoan sedang duduk makan angin bersama dua orang selir mudanya. Pembesar gendut pendek itu merasa heran sekali melihat Heng San memasuki taman tanpa memberitahu lebih dulu. Akan tetapi dia segera dapat mengenal pemuda itu dan tersenyum. Sebelum dia dapat menegur atau menyapa, Heng San sudah melompat ke depannya dan sekali kakinya mencuat dengan amat kuatnya ke arah lambung, terdengar suara berdebuk dan tubuh Liok-tikoan terlempar ke udara lalu terbanting jatuh dan tewas seketika! Kedua orang selir itu menjerit, akan tetapi Heng San menggunakan kedua tangannya menangkap mereka dan melemparkan tubuh mereka ke dalam kolam ikan yang berada dekat situ sehingga saking takutnya kedua orang perempuan itu sudah pingsan sebelum tercebur ke dalam air.

Heng San memandang tubuh Liok-tikoan dengan puas, lalu ia melompat keluar taman dan langsung berlari cepat ke gedung Thio-taijin. Dia teringat akan isterinya dan cepat menuju ke rumahnya terlebih dulu, rumah yang tidak jauh letaknya dari gedung Thio-ciangkun.

Kui Siang menyambutnya dengan mata terbelalak dan muka pucat. Baju suaminya berlepotan darah, darah suhunya dan darahnya sendiri. Segera isteri ini memegang lengan suaminya.

"San-ko........! Apa........ apa yang terjadi ?" Isteri ini merasa ngeri juga melihat wajah

suaminya yang tidak seperti biasanya, wajah itu pucat, kedua matanya merah dan garis- garis wajah itu menunjukkan kemarahan besar.

"Kui Siang, isteriku, cepat engkau berkemas. Bawa perhiasan dan bekal secukupnya. Engkau harus pergi dari sini, cepat dan jangan banyak bertanya!"

Tentu saja Kui Sing terkejut dan merasa heran sekali. Akan tetapi ia adalah seorang isteri yang selain amat. mecinta suaminya, juga amat taat maka tanpa banyak cakap ia lalu berkemas, membawa sedikit pakaian dan hiasan dalam sebuah buntalan kain se:mentara itu Heng San mengambil sebuah kitab. Itu adalah kitab pelajaran ilmu silat tangan kosong Ngo-heng Lian-hwan Kun-hoat, ilmu silat tangan Kosong yang dulu dipelajarinya dari Pat- jiu Sin-kai, akan tetapi telah disempurnakannya sendiri, digubahnya menjadi ilmu silat tangan kosong istimewa yang dia beru nama Silat Tangan Halilintar!

"Bawa kitab ini, jangan sampai hilang kelak, engkau harus menyuruh anak kita mempelajari dan mewarisi ilmuku ini. Sekarang, cepat engkau keluar dari kota ini, pergi ke selatan dan cari sebuah kuil di hutan ke dua, di bawah bukit Ayam. dimana ada sahabat- sahabatku yang akan menolongmu!"

"Akan tetapi apa artinya semua ini? Apa yang terjadi, suamiku?" kata Kui Siang sambil

menggendong buntalan itu di punggungnya setelah memasukkan kitab ke dalam buntalan.

"Jangan banyak bertanya, kelak engkau akan mengerti. Yang penting, ketahuilah, kalau engkau berada di sini, nyawamu terancam. Nah, pergilah cepat, isteriku dan selamat berpisah!" Dia merangkul dan mencium muka isterinya. "Aku cinta padamu, Kui Siang." "Aku..... aku...... pun cinta padamu, San-ko !" Wanita itu terisak dan dengan hati yang

tidak karuan rasanya, ia lalu berlari keluar, bingung sekali akan tetapi tetap ingin menaati perintah suaminya.

Setelah merasa yakin bahwa isterinya telah pergi menyelamatkan diri dan yakin pula bahwa Ang Jit Tojin yang dia tahu adalah seorang pendeta patriot dan pendekar dan kawan-kawannya tentu mereka akan menolong dan melindungi isterinya. Heng San lalu melompat keluar dan berlari ke arah gedung Thio-ciangkun. Dia langsung masuk dari pintu depan dan yang pertama menyambutnya adalah seorang prajurit anak buahnya sendiri, yaitu anak buah Pasukan Garuda Sakti yang malam itu bertugas jaga di gedung Thio- ciangkun.

"Selamat malam, Lauw-ciangkun. Ciangkun dari mana sajakah? Thio-taijin dan para pembantunya mencari-cari sejak tadi."

"Antar aku padanya!" kata Heng San singkat sehingga anak buahnya itu memandang heran karena sikap Heng San tidak seperti biasa, akan tetapi ia tidak berani membantah dan segera mengantarkan Heng San ke ruangan tamu yang luas.

Setelah memasuki ruangan itu, Heng San melihat bahwa Thio-ciangkun sedang duduk bercakap-cakap dengan Lui Tiong, Ban Hok, Auwyang Sin dan Lui Im Hosiang yang sebetulnya adalah paman guru sendiri dari Lui Tiong. Heng San langsung melangkah, menghampiri Thio-ciangkun.

Posting Komentar