Si Tangan Halilintar Chapter 21

NIC

Mendengar ini, ibu ini tidak percaya dan langsung lari memasuki kamar itu dan apa yang dilihatnya membuat ia hampir pingsan.

"Kui Siang ….!" lbu itu menjerit.

"Apa yang kaulakukan ini …..?? ya Tuhan, anak durhaka, anak tak tahu malu, mencemarkan nama orang tua …... !" Ibu itu menjerit-jerit sehingga banyak pelayan berlari-lari mendatangi dan berkumpul di luar kamar yang pintu¬nya terbuka. Mereka semua melihat Nona Siang masih duduk di tepi pembaringan di mana Heng San rebah telentang dan keduanya tampak terbelalak kaget dan kebingungan. Walaupun dia merasa betapa tubuhnya melayang-layang, kepala. pening dan rangsangan gairah berahi seperti membakarnya, namun jeritan ibu Kui Siang itu seolah menyeretnya kembali ke alam kesadaran dan membuat Heng San terkejut setengah mati menyadari akan perbuatannya dan keadaannya.

Tiba-tiba Thio-dangkun muncul dan dia melompat ke dalam kamar itu, memandang kepada dua orang muda di pembaringan itu dengan muka merah dan mata melotot.

"Bagus sekali perbuatan kalian!" bentaknya.

Kui Siang lebih dulu menguasai diri¬nya dan ia menangis sambil berlari dan menjatuhkan dirinya berlutut didepan ayah tirinya. Sambil menangis ia berkata tersendat-sendat, " …… Ayah …… anak telah bersalah …… ampuni saya atau ….. hukumlah, bunuhlah saya, ayah ……" Gadis itu merasa malu bukan main. Peristiwa tadi sungguh di luar dugaan. Ia merasa seperti lumpuh ketika dirangkul dan diciumi Heng San.

Tiba-tiba Heng San melompat dan berlutut di sebelah Kui Siang. Biarpun dia berada dalam keadaan tidak normal, namun dia masih dapat menguasai dirinya dan dia tahu bahwa gadis itu terancam bahaya besar, akan rusak nama dan kehormatannya, bahkan mungkin akan dihukum mati. Dia tidak mungkin mem¬biarkan hal itu terjadi! "Ciangkun, bukan Nona Siang yang bersalah, melainkan saya yang bersalah! Saya mengaku salah, saya bersedia menerima hukuman apapun juga."

Ibu Kui Siang yang bagaimanapun juga menyayang puterinya, melihat puterinya terancam lalu ikut pula berlutut di depan suaminya sambil menangis. " ….. pandanglah mukaku dan ampuni Kui Siang ….. " ia meratap.

Thio Ci Gan menghela nap as panjang dan mengelus jenggotnya. "Hemm, sudahlah. Kalau memang kalian berdua sudah saling mendnta, kami akan segera mengatur pernikahan kalian." Setelah berkata demikian, Thio-ciangkun meninggalkan kamar itu dan segera mengeluarkan perintah agar segera dipersiapkan pernikahan yang harus dilangsungkan tiga hari kemudian!.

Hanya Lui Tiong seorang yang dapat menduga bahwa semua itu tentu sudah diatur oleh atasannya. Teringat dia akan kata-kata panglima itu bahwa Heng San pasti dan harus mau menikah dengan Kui Siang! Akan tetapi apa yang dapat dia lakukan? Dia hanya menyesali nasibnya sendiri dan semakin iri akan nasib baik Heng San yang mendapatkan gadis jelita dan menjadi mantu Panglima Thio!

Di dalam hatinya, Heng San merasa menyesal sekali akan kejadian itu. Dia menyesal mengapa dia sampai hanyut oleh rangsangan berahi. Padahal, sesungguhnya dia harus mengaku pada diri sendiri bahwa walaupun dia suka kepada Kui Siang, namun sebetulnya cintanya adalah pada Ma Hong Lian! Akan tetapi, dia tidak mungkin membiarkan Kui Siang celaka dan tercemar namanya karena dia. Maka, diapun mau melaksanakan pernikahan dan memaksa dirinya agar jujur terhadap Kui Siang, agar dapat memperlihatkan kasih sayangnya sebagai suami kepada gadis yang tidak berdosa itu. Dan ternyata setelah menikah, Kui Siang bersikap amat mesra dan mencin¬tanya sehingga mau tidak mau timbul pula perasaan sayang dalam hati Heng San kepada isterinya. Suami isteri ini tampak mesra dan saling mengasihi sehingga ibu Siang-siocia (Nona Siang) juga ikut merasa bahagia. Demikian pula Thio-ciangkun merasa gembira sekali karena dia sudah dapat mengikat Heng San menjadi mantunya, berarti orang muda itu kini menjadi pembantunya yang tak dapat diragukan lagi kesetiaannya.

Enam bulan telah lewat sejak Lauw Heng San menikah dengan Bu Kui Siang, anak tiri PanglimaThio Ci Gan. Harus diakuinya bahwa Bu Kui Siang amat mencintanya dan watak gadis itu memang baik sekali, seperti watak ibunya. Halus, lembut dan berperasaan peka. Ia telah mendengar cerita Kui Siang tentang riwayat ibunya. Ayah kandungnya bernama Bu Kiat, seorang panglima pembantu dalam pasukan Go Sam Kui yang dahulu melakukan perlawanan terhadap bala tentara Mancu. Setelah pasukan Go Sam Kui hancur, Panglima Bu Kiat gugur dalam perang. Isterinya bersama puterinya, yaitu Nyonya Bu dan Kui Siang, menjadi tawanan. Ketika itu, yang menjadi komandan pasukan Mancu adalah Thio Ci Gan, seorang Han yang terpikat bangsa Mancu menjadi seorang panglima. Demikianlah, karena tertarik oleh kecantikan Nyonya Bu, Thio Ci Gan mengambilnya sebagai isteri kedua. Nyonya Bu terpaksa menerimanya untuk menyelamatkan puterinya. Kui Siang lalu menjadi anak tiri Thio-ciangkun dan iapun disayang oleh ayah tirinya. Dari isterinya ini pula Heng San mendengar bahwa para pemberontak itu, menurut persangkaan isterinya yang mendengar dari ibunya, adalah pemberontak-pemberontak yang menentang pemerintah Mancu.

Malam itu Heng San duduk termenung memikirkan itu semua. Biarpun ia selalu teringat kepada Ma Hong Lian, namun harus diakuinya bahwa kelembutan dan cinta kasih Kui Siang membuat dia dapat menyayang isterinya pula. Apalagi isterinya kini telah mengandung dua bulan. Akan tetapi dia tidak dapat melupakan Hong Lian, gadis yang amat dikaguminya itu. Dia merasa menyesal mengapa Hong Lian menjadi anggauta pengacau, anggau¬ta pemberontak sehingga terpaksa berha¬dapan dengan dia sebagai musuh. Teringat dia betapa dalam pertemuannya yang pertama dengan Hong Lian, gadis itupun telah menjadi seorang pencuri.

Kui Siang tentu saja tidak mengetahui dengan jelas keadaan para pemberontak itu karena ia hanya mendengar penuturan ibunya dan ia baru berusia dua tahun ketika ayah kandungnya gugur dalam perang sebagai seorang pejuang patriot melawan bangsa Mancu yang datang menjajah tanah air. Sebetulnya rombongan penari itu adalah serombongan pendekar patriot yang bertugas menghubungi para orang gagah di dunia kang-ouw untuk rencana pemberontakan terhadap pemerintah Mancu. Pemimpin rombongan itu bernama Ma Giok, seorang guru silat yang terkenal gagah perkasa dan berjiwa patriot. Ma Hong Lian adalah anaknya yang sejak kecil telah ditinggal mati ibunya. Hong Lian dididik ilmu silat oleh ayahnya sendiri sehingga setelah dewasa ia menjadi seorang pendekar wanita yang gagah perkasa dan berjiwa patriot pula. Di dunia persilatan Ma Hong Lian dikenal dengan julukan Tit-Ie Li-hiap (Pendekar Wanita Tit-Ie).

Karena merasa penasaran melihat sepak terjang para pembesar, baik bangsa Mancu maupun bangsa Han yang menjadi pengkhianat dan menghambakan diri kepada pemerintah Mancu, melihat betapa mereka itu memperkaya diri sendiri dengan menindas rakyat, memaksa rakyat membayar pajak untuk dikorup demi menggendutkan perut sendiri, para orang gagah di daerah selatan segera mengumpulkan kawan-kawan seperjuangan untuk menggerakkan pemberontakan. Akan tetapi usaha mereka itu selalu kandas karena pemerintah memang cerdik dan mendapat dukungan banyak orang pribumi yang berilmu tinggi dan menjadi pengkhianat, orang-orang yang sudah dipengaruhi dengan umpan harta, kedudukan tinggi, atau wanita.

Oleh karena gerakan besar mereka selalu gagal untuk menyerang pasukan pemerintah penjajah Mancu, maka kini sisa-sisa para patriot hanya bergerak dengan hati-hati dan sangat terbatas sekali. Mereka lebih mengutamakan gerakan menentang para pembesar korup yang menindas rakyat dan membasmi kaki tangan mereka. Untuk memberontak terhadap pemerintah, mereka tidak mampu. Maka, jalan satu-satunya untuk mem¬bela rakyat adalah secara langsung menentang pembesar-pembesar setempat dan kaki tangan mereka yang menyengsarakan kehidupan rakyat jelata.

Ma Giok atau yang biasa disebut Ma-kauwsu (Guru silat Ma) mendapat tugas untuk menghubungi orang-orang di utara yang berjiwa patriot dan memiliki kegagahan. Di samping itu juga bertugas menyelidiki para pembesar yang menjadi kepercayaan kaisar, para pembesar yang memiliki pengaruh besar. Dalam perjalanan untuk melaksanakan tugas ini, Ma Giok menyamar sebagai pemimpin serom¬bongan penari silat. Para pembantunya adalah puterinya sendiri, Ma Hong Lian, dan dua orang murid yang sudah dapat diandalkan.

Dia mendengar bahwa di Keng-koan tinggal seorang pembesar militer yang berpengaruh dan mempunyai banyak kaki tangan yang pandai. Juga dia mendengar bahwa Thio- ciangkun (Panglima Thio) itu kini membentuk seregu pasukan yang terdiri dari perajurit- perajurit pilihan, di¬pimpin oleh perwira-perwira yang amat lihai sehingga merupakan pasukan yang tangguh yang diberi nama Pasukan Garuda Sakti. Ma Giok segera mengajak rombongannya melakukan penyelidikan ke kota Keng-koan.

Posting Komentar