Halo!

Si Tangan Halilintar Chapter 20

Memuat...

Lui Tiong memandang heran. "Apa …. apa maksud ciangkun?" "Aku akan menikahkan dia dengan Kui Siang!"

Hampir saja Lui Tiong melompat dari kursinya saking heran dan kagetnya. Dia melapor dengan niat untuk memburukkan Heng San, untuk menjatuhkan terdorong oleh rasa irinya, tidak tahunya laporannya itu malah membuat pemuda itu akan diambil mantu oleh atasannya! Walaupun gadis itu puteri tiri, namun cantik jelita.

Thio-ciangkun merupakan kehormatan besar sekali yang membuat kedudukan Heng San akan lebih terangkat tinggi!

"Ciangkun …. ! Akan tetapi …. tetapi "

"Tetapi apa? Heng San masih muda, tampan dan gagah, ilmu kepandaiannya tinggi. Dia cukup pantas menjadi suami Kui Siang." Panglima itu kembali mengangguk-angguk.

"Maksud saya …. bagaimana kalau Heng San tidak mau, kalau dia menoJak?" kata Lui Tiong penuh harap.

"Ha-ha-ha, bukankah engkau sendiri yang melaporkan bahwa Heng San jatuh cinta kepada Kui Siang? Aku yang akan mengatur agar dia mau, pasti mau dan harus mau. Ha- ha-ha!"

Dia lalu memberi isarat agar pembantunya itu mundur. Thio-ciangkun tetap tertawa ketika Lui Jiong keluar dari ruangan itu, kembali ke dalam kamarnya, membanting diri di atas pembaringan dan bersungut-sungut.

Biarpun dia sudah pulas, namun ketika suara langkah lembut itu memasuki kamarnya, pendengaran Heng San yang terlatih baik dapat menangkapnya. Seketika dia terbangun, namun begitu dia melihat siapa yang memasuki kamarnya sambil membawa sebuah baki dengan beberapa mangkok di atasnya, melangkah dengan lenggang yang lembut dan lemah gemulai, Heng San tidak dapat bergerak atau mengeluarkan suara saking herannya. Mula-mula dalam pandangannya yang baru saja terbangun dari pulas, dia seolah melihat Ma Hong Lian yang melenggang memasuki kamarnya. Hatinya tidak percaya dan dibantahnya penglihatannya sendiri dan perlahan-lahan bayangan Ma Hong Lian itu berubah dan tahulah dia bahwa yang memasuki kamarnya adalah Nona Siang.

Dia merasa seperti dalam mimpi. Sudah beberapa kali dia bertemu dengan gadis ini, hal yang tidak dapat dihindarkan karena mereka tinggal di bawah satu atap walaupun gedung itu luas sekali. Dalam setiap pertemuan, mereka hanya saling pandang dan Heng San selalu memberi hormat dengan membungkuk dan gadis itupun mengangguk sambil memandang dan tersenyum kepadanya. Belum pernah mereka saling bertegur sapa dan sekarang, gadis itu memasuki kamarnya seorang diri. Seperti dalam mimpi dia melihat gadis itu meletakkan baki di atas meja, lalu duduk di atas kursi dekat pembaringan di mana dia masih rebah telentang.

Kemudian dia memaksa diri bangkit duduk dan berkata, "Eh …. ah …. Nona Siang …., apakah artinya penghormatan yang diberikan kepadaku ini? Kenapa nona memasuki kamar saya?"

Gadis itu memandang dan tersenyum. Heng San terpesona dan wajah itu sungguh mirip wajah Hong Lian. Begitu manis, begitu cantik. Bibir yang merah basah itu merekah, tampak deretan gigi putih mengintai sejenak dan mulut yang tersenyum itu seperti menebarkan beribu bunga, seperti meneteskan sari madu. Mata itu seperti mata burung Hong dalam dongeng.

"Kenapa? Apakah tidak boleh aku. memasuki kamar ini, Lauw-sieu?" suara itu demikian lembut, merdu seperti nyanyian indah.

"Ah, tentu, tentu saja boleh sekali, nona. Akan tetapi aku tidak mengerti ….." Heng San hendak turun dari pembaringan, akan tetapi gadis itu bangkit berdiri dan menggerakkan kedua tangan mencegah dia turun.

"Berbaringlah saja, sicu. Dengarlah, aku disuruh oleh ayah untuk merawatmu, untuk mengobati luka di pundakmu dan memberimu obat. Karena itu, rebahlah saja, biar aku memeriksa keadaan luka di pundakmu."

"Akan tetapi " Heng San hendak membantah.

Dengan lembut kedua tangan gadis itu mendorong pundak Heng San sehingga pemuda itu apa boleh buat merebahkan diri lagi, telentang.

"Lauw-sicu, aku adalah puteri seorang panglima dan aku telah banyak mempelajari ilmu pengobatan, khusus untuk mengobati luka-luka yang terjadi dalam pertempuran. Karena ayah sayang kepadamu, maka dia menyuruh aku sendiri yang merawatmu. Nah, biarlah aku memeriksa luka di pundakmu." Dengan jari-jari lembut namun cekatan, gadis itu lalu merobek baju di pundak yang sudah berlubang itu agar dapat memeriksa lukanya dengan lebih teliti.

"Hemm, luka ini cukup lebar dan yang paling buruk adalah bahwa senjata rahasia itu agaknya mengandung racun sehingga luka ini agak kehitaman. Aku akan mencucinya lebih dulu." Gadis itu lalu mengambil air dalam tempayan, lalu mencuci luka itu dengan cekatan. Heng San diam saja. Biarpun matanya menatap ke langit-langit kamar, namun dia mera¬sa betapa dekatnya gadis itu dengan dia sehingga dia dapat mencium keharuman yang keluar dari pakaian gadis itu dan seolah terasa kelembutan jari-jari tangan mengusap pundaknya, kehangatan tubuh itu seolah membakarnya.

Setelah menaburkan obat bubuk ke atas luka di pundak itu dan membalutnya, Kui Siang mengambil sebuah mangkuk yang terisi ramuan obat godok ber wama coklat.

"Lauw-sicu, ayahku sengaja membuatkan obat ini untukmu. Aku tidak mengenal obat ini, akan tetapi kata ayah, obat ini baik sekali untuk menguatkan tubuh dan menjaga agar pengaruh racun tidak menjalar lebih jauh. Minumlah, sicu." Heng San melihat obat dalam mangkok itu masih mengepulkan uap panas. "Biarlah agak dingin dulu, nona. Thio-ciangkun sungguh baik sekali kepadaku, dan aku amat berterima kasih kepadanya."

"Ah, sicu. Ayah tentu saja suka kepada sicu karena sicu adalah orang kepercayaannya dan sicu sudah banyak membuat jasa besar membantu ayah."

“Akan tetapi engkaupun amat baik kepadaku, nona. Aku hanya mengenalmu sebagai Nona Siang. Sebetulnya, kalau boleh aku bertanya, siapakah nama lengkapmu?"

Gadis itu tersenyum dan menatap wajah yang tampan itu. Diam-diam, sejak bertemu dengan Heng San, la memang merasa kagum dan tertarik. Pemuda Ini tak pernah memandang dengan kurang ajar seperti para jagoan lain kepadanya, melainkan bersikap sopan sekali. Sepasang mata bertemu pandang dan bertaut, lalu gadis itu menundukkan muka.

"Namaku ….. Bu Kui Siang."

Heng San memandang her an. "She ….. Bu ?"

"Ah, belum tahukah engkau, sicu? Thio-ciangkun itu adalah ayah tiriku. Ketika ibuku menjadi isterinya, ibu sudah janda dan aku ketika itu baru berusia dua tahun."

"Dan ayah kandungmu?"

"Kata ibu, ayah kandungku dahulu adalah seorang perwira pengikut pasukan Gouw Sam Kui dan tewas dalam perang. Ibu dan aku menjadi tawanan dan akhirnya ibu diperisteri oleh ayah tiriku itu. Ah, sudahlah, sicu. Kau minumlah obat pemberian ayah ini." kata Kui Siang yang agaknya tidak suka menceritakan riwayat ayah kandungnya.

Sedikit keterangan ini mendatangkan keharuan dalam hati Heng San dan diapun tidak menolak lagi ketika disuruh minum obat. Dia bangkit duduk dan gadis itu membantunya, memberi minum obat dari mangkok itu. Obat itu rasanya agak pahit namun baunya sedap sehingga diminumnya sampai habis. Rasanya hangat sekali ketika memasuki perutnya.

Kui Siang membantu dia rebah kembali. "Sekarang mengasolah saja, sicu. Aku akan melaporkan kepada ayah bahwa keadaanmu sudah membaik." Gadis itu meletakkan mangkok kosong di atas baki yang masih berada di meja. Akan tetapi tiba-tiba ia terkejut mendengar Heng San mengeluh. la cepat membalik dan menghampiri. Dilihatnya pemuda itu gelisah sekali, mengeluh, memejamkan mata dan mukanya berubah merah sekali. Ketika ia mendekat dan meraba dahi pemuda itu, ia terkejut karena terasa kulit mukanya panas sekali.

"Lauw-sicu ….. kau ….. kau kenapakah ….. ?" Gadisitu menjadi panik, meme¬gangi kedua pundak Heng San.

Heng San tiba-tiba terserang panas yang amat aneh. Dia merasa dirinya dilambungkan ke atas, lalu diombang-ambingkan seolah berada di lautan yang amat kuat ombaknya, membuat kepalanya pening sehingga dia tidak berani membuka matanya, seperti terapung-apung di Iangit. Ketika mendengar suara gadis itu memanggil-manggil dan kedua pundaknya diguncang-guncang, dia memaksa diri membuka kedua matanya. Dilihatnya wajah itu! Wajah yang selama ini menjadi buah mimpinya. Wajah Ma Hong Lian yang membuatnya tergila-gila, wajah gad is yang telah merebut hatinya, yang dicintanya.

Gairah yang teramat kuat merangsangnya, membakar berahinya dan diapun merangkul leher itu, ditarik dan didekapnya muka itu, diciuminya.

"Hong Lian " desahnya. Kui Siang terkejut setengah mati. la hendak meronta melepaskan diri namun tidak mampu karena dekapan itu kuat sekali. Ketika mukanya, pipinya, hidungnya dan bibirnya dihujani ciuman oleh pemuda yang dikaguminya itu, tiba-tiba ia menjadi lemas lunglai.

"Lauw-sicu ….. ah, Lauw-sicu.... " ia menangis ketika mukanya. didekap di dada Heng San.

Pada saat itu, daun pintu kamar terbuka dari luar dan seorang wanita melangkah masuk. Wanita itu menahan jerit ketika melihat Kui Siang dipeluk Heng San, menelungkup di atas dada pemuda itu. Wanita itu adalah ibu kandung Kui Siang yang baru saja diberitahu suaminya bahwa anak gadisnya bermain gila dengan Lauw Heng San dan sekarang berada di kamar pemuda itu.

Dukungan & Donasi

Bantu kami terus update dengan memberi dukungan melalui:

BCA 7891767327
Trakteer
Post a Comment