Halo!

Si Rajawali Sakti Chapter 31

Memuat...

"Mari kita pergi!" Dia melompat belakang diikuti Sin-to Hui-houw. Tiba-tiba kakek bongkok itu melemparkan sesuatu ke arah Han Lin dan Hui Lan.

"Nona, lari!" seru Han Lin dan cepat dia meluncur dan menyambar lengan Hui Lan, dibawanya melompat jauh meninggalkan tempat itu.

Terdengar ledakan dan tampak hitam mengebul memenuhi tempat itu sehingga menjadi gelap dan tercium bau yang amat keras dan busuk. Dari tempat yang agak jauh pun Hui Lan masih dapat mencium bau busuk itu dan cepat menahan napas dan semakin menjauh, telah yakin betul bahwa asap itu memang mengandung racun yang amat jahat, Han Lin lalu menggunakan kedua tangannya untuk mendorong ke depan Ada angin pukulan yang menyambar ke depan dan meniup gumpalan asap hita itu. Melihat ini Hui Lan membantunya dengan pukulan jarak jauh sehingga asap itu membuyar dan tertiup angin pukul dua orang muda perkasa itu. Kemudia angin datang membantu dari samping dan ternyata burung rajawali itu pun mengkibas-ngibaskan kedua sayapnya, menimbulkan angin dan gumpalan asap itu segera tertiup pergi dan membubung ke atas. Setelah asap hitam beracun yang dilepas Ban-tok Mo-ko melalui bahan peledak itu menghilang dan tempat itu menjadi terang kembali, Hui Lan dan Han Lin melihat bahwa tidak ada seorang pun dari mereka yang tadi mengeroyok tinggal. Agaknya semua orang sudah melarikan diri ketika terdapat tabir asap hitam menutupi pandangan main tadi.

Karena sudah jelas bahwa pihak musuhtidak ada lagi, kini Hui Lan mengalihkan perhatiannya kepada pemuda yang telah membantunya dan burung rajawali besar itu. Ia merasa kagum melihat burung itu yang tadi membantunya dengan gagah, membuat para anak buah yang mengeroyoknya berpelantingan. Juga diam-diam ia merasa kagum kepada pemuda yang tampan, lembut dan tampak Masa seperti orang yang tidak memiliki kepandaian silat, namun yang ia tahu memiliki ilmu yang lihai sekali seringga mampu mengalahkan kakek bongkok kepala perampok tadi.

Setelah kini saling berhadapan dan perhatiannya tidak terbagi, Han Lin mendapat kenyataan bahwa gadis itu memiliki kecantikan yang lembut, dan sinar matanya menunjukkan ketegaran hati dan keberanian luar biasa. Han Lin teringat akan gadis cantik dan lihai yang muncul dalam pertandingan perebutan gelar di Puncak Thai- san. Dia merasa heran betapa dalam waktu yang tidak lama, berturut-turut dia bertemu dengan dua orang, gadis muda belia yang demikian lihai. Gadis pertama di Puncak Thai-san itu pun cantik jelita, lincah jenaka dan agak liar, akan tetapi ilmu silat juga hebat. Sayang dia tidak tahu si nama gadis itu dan dari aliran perguruan mana. Kini, dia bertemu lagi dengan seorang gadis muda belia yang cantik dan juga lihai. Dibandingkan dengan gadis pertama, sikap gadis ini jauh berbeda. Kalau yang pertama lincah jenaka,liar, gadis ke dua ini pendiam dan lembut, namun memiliki wibawa yang kuat. Keduanya juga memiliki keberanian mengagumkan. Dia tidak ingin melihat gadis Ini pergi tanpa berkenalan lebih dulu, maka Han Lin lalu mengangkat kedua tangan depan dada sebagai penghormatan dan berkata lembut, sambil tersenyum ramah.

"Maafkan aku, Nona. Setelah kita saling berjumpa dalam keadaan luar biasa ini dan bersama-sama melawan orang-orang tadi, ingin aku memperkenalkan diri. Namaku Si Han Lin dan kalau boleh, aku ingin mengenal namamu yang terhormat."

Hui Lan adalah murid Tiong Gi Cin-jin, seorang pertapa penganut Agama Khong-hu- cu yang mengutamakan sikap susila dan sopan santun, cepat membalas penghormatan itu. Akan tetapi. suaranya tidak begitu ramah karena ia masih curiga apakah pemuda ini benar-benar me miliki Iktikad baik karena selama ini yang ia temui adalah kenyataan betapa sebagian besar laki-laki berniat kurang ajar terhadap wanita dan kalau ada ya bersikap sopan / lemah lembut, sikap ini pun hanya merupakan cara mereka untuk merayu!

"Aku tidak ingin berkenalan dan tadi pun aku tidak minta bantuanmu untuk melawan mereka, maka aku tidak merasa berhutang budi kepadamu. Akan tetapi karena engkau sudah memperkenalkan nama, kalau engkau ingin mengetahui namaku, aku adalah Ong Hui Lan."

Han Lin tersenyum. Gadis ini benar-benar bersikap tegas, akan tetapi juga angkuh! "Terima kasih, Nona Ong. Aku tinggal di Puncak Cemara di Cin-ling-san, dan engkau tinggal di manakah, Nona?"

Hui Lan mengerutkan alisnya. Baru saja bertemu, sudah bertanya nama dan setelah diberitahu, kini tanya alamat lagi. Apa sih maunya pemuda ini? Aka tetapi mendengar pemuda itu tinggal di Puncak Cemara, di Cin-ling-san, ia ter ingat akan pemberitahuan gurunya bahwa ada seorang sakti bernama Thai Kek Siansu yang tinggal di sana dan orang sakti itu memiliki sebuah burung rajawali raksasa, la mengerling ke arah rajawali Itu, lalu menjawab sambil lalu.

"Aku Tinggal di Nan-king."

"Nona Ong, apa yang sesungguhnya terjadi tadi? Mengapa engkau ditawan oleh mereka dan siapakah mereka itu?"

Sambil mengerutkan alisnya Hui Lan menjawab. "Sudahlah, mau apa sih bertanya- tanya? Aku harus mengejar mereka untuk memberi hajaran keras agar mereka menjadi jera dan bertaubat untuk melakukan perbuatan curang dan jahat!"

Melihat gadis itu hendak pergi, Han Lin cepat berkata. "Nona Ong, lawan yang sudah melarikan diri tidak perlu dikejar lagi. Memberi maaf adalah jauh lebih baik daripada membalas dendam."

Hui Lan yang tadinya sudah memutar tubuh, kini menghadapi lagi pemuda Itu, alisnya berkerut dan sinar matanya mencorong. "Kebaikan harus dibalas kebaikan pula, akan tetapi kejahatan harus dibalas dengan hukuman yang setimpal agar si jahat menjadi jera. Kalau semua orang seperti engkau, mudah memaafkan para penjahat, dunia akan semakin kacau karena para penjahat berpesta pora, tidak takut berbuat jahat karena pasti akan dimaafkan oleh orang-orang seperti engkau Setelah berkata demikian, Hui Lan melompat jauh dan berlari cepat rneninggalkan Han Lin yang berdiri tertegun. Akan tetapi dia lalu tersenyum geli. Bukan main Ong Hui Lan itu! Begitu yakin bahwa kekerasan akan dapat menertibkan mereka yang tersesat dan suka berbuat jahat.

Dia teringat akan pengertian yang ditanamkan gurunya ke dalam sanubarinya, pengertian yang telah membuka mata batinnya untuk melihat kenyataan dalam kehidupan ini. Kebaikan tidak mungkin dapat dipelajari, dilatih, apalagi dipaksakan dengan kekerasan. Kebaikan yang direkayasa seperti itu hanya akan melahirkan orang-orang munafik yang melakukan apa yang dinamakan kebaikan karena merasa takut, atau karena ingin mendapatkan "sesuatu" sebagai imbalan jasa kebaikan yang dia lakukan. Sesuatu itu dapat berupa pujian, kebanggaan nama besar, balas jasa, baik dari manusia atau pun dari Tuhan. Dengan demikian, apa yang dia lakukan sebagai kebaikan hanya merupakan cara untuk mendapatkan sesuatu yang baginya bernilai lebih, terutama lebih menyenangkan atau lebih menguntungkan, sebagai tujuan akhirnya! Kebaikan bukanlah kebaikan lagi kalau menjadi tujuan.

Kalau ada Kasih dalam diri, maka apa pun yang dilakukannya, sudah pasti baik bagi orang lain, tanpa dia menganggap bahwa apa yang dia lakukan adalah perbuatan baik. Kalau ada seorang ibu menimang-nimang anaknya, ia sama kali tidak merasa melakukan perbuatan baik. Kalau ada orang melihat orang lain dalam kesusahan lalu timbul perasaan iba dan segera menolongnya, dia pun tidak menyadari bahwa dia melakukan perbuatan baik. Perbuatan spontan seperti ini, demi kepentingan orang lain, muncul dari dalam sebagai bunga dan buah dari pohon kasih.

Sebatang pohon mengeluarkan bunga dan buah di mana saja dia berada, tanpa maksud untuk melakukan suatu kebaikan juga tidak ditujukan kepada siapa pun juga. Keharuman bunga dan buahnya tersiar ke mana-mana, dapat dinikmati siapa saja, juga tidak apa-apa andai tidak ada yang menikmatinya. Demikianlah Kasih yang terdapat dalam sebuah benda di alam maya pada. Sinar matahari pun bersinar memberi kehangatan dan kehidupan kepada siapa saja tanpa bermaksud untuk memberi kebaikan, maka sekali tidak mempunyai tujuan bagi orang lain maupun bagi dirinya diri. Keadaan dirinya, seperti apa nya, itulah apa yang disebut kebenaran atau kebaikan, keharumannya bukan sengaja diharum-harumkan, karena mereka sudah harum. Dirinyalah keharuman sendiri, apa adanya, wajar.

"Kuek-kuek-kuek. !" Rajawali berbunyi dan Han Lin tersenyum.

"Maaf, Tiauw-ko, aku tenggelam dalam lamunan sampai lupa padamu." lalu menghampiri rajawali itu yang mendekam dan setelah Han Lin lompat ke atas punggungnya, rajawali itu mengeluarkan seruan girang lalu dia pun terbang.

ooOOoo

Pada suatu hari, di tanah datar yang rada di puncak di mana perkumpulan Hong-san- pai berada, tampak seorang muda sedang berlatih silat seorang diri. Tanah datar itu terletak di bagian bekang perkampungan Hong-san-pai yang berada di Puncak Hong- san. Hawa udara pagi itu dingin sekali, akan tetapi pemuda yang berlatih silat tangan kosong itu hanya memakai celana panjang tanpa baju sehingga tubuhhya dari pinggang ke atas telanjang. Tampak tubuh yang kokoh, kuat, dengan otot-otot tersembul dan tubuh itu penuh keringat karena sudah sejak pagi sekali dia berlatih silat. Pemuda itu selain bertubuh kokoh kuat dan tegap, Juga berwajah tampan gagah. Rambutnya hitam dan panjang, digelung keatas dan diikat sutera merah.

Mukanya terbentuk persegi sehingga tampak jantan. Sepasang matanya tajam mencorong dan terkadang tampak bengis namun bola mata yang bergerak-gerak cepat itu membayangkan kecerdikan. Mulutnya selalu dihias senyum sinis seperti orang mengejek dan memandang rendah apa saja yang dilihatnya.

Tiba-tiba dia menghentikan latihan lalu menghapus keringatnya dengan sehelai kain. Pemuda itu adalah puteraPangeran Chou Ban Heng, yaitu Chou Kian Ki. seperti telah kita ketahui, Chou Kian Ki dilatih ilmu silat oleh tokek gurunya sendiri, yaitu Hong- san Siansu yang menjadi gurunya. Kemudian dia menerima gemblengan dari tokoh- tokoh atau datuk yang mendukung gerakan ayahnya, yaitu selain digembleng kakek gurunya Hong-san Siansu, pun dilatih oleh K wan In Su yangberjuluk Kanglam Sin- kiam dan Im Yang Tosu yang selain ilmu silat, juga memiliki ilmu sihir. Kini, usia Chou Kian Ki sudah dua puluh lima tahun dan dia amat tekun mempelajari ilmu silat tinggi sehingga tingkat kepandaiannya sudah dapat mengimbangi tingkat guru-gurunya!

Dia bahkan dapat menggabungkan ilmu silat dari Hong-san Siansu, Kwan In Su, dan Im Yang Tosu. Chou Kian Ki memanggil para anggauta Hong-san-pai yang kebetulan berada tak jauh dari situ. Sepuluh orang murid Hong-san-pai menghampirinya.

"Pergunakan senjata kalian dan keroyoklah aku. Aku sedang melatih gabungan Tiga Silat Sakti. Jangan ragu, seranglah dengan sungguh dan. kerahkan seluruh tenaga kalian!"

Sepuluh orang murid itu sudah tahu akan kelihaian Chou Kian Ki dan sudah seringkali mereka mengeroyok dan dibuat jatuh bangun oleh pemuda itu. Merek-ragu bukan takut melukai Kian Ki, sebaliknya ragu karena tidak ingin terluka

"Hayo cepat lakukan! Mengapa kalian diam saja?" bentak Kian Ki.

"Chou Kongcu (Tuan Muda Chou), kasihanilah kami. Kami takut terpukul dan tewas dalam latihan ini." kata seorang di antara mereka.

"Bodoh kalian! Biarpun dengan mudah aku akan mampu membunuh kalian, akan tetapi mengapa aku harus membunuh Kalian, adalah anggauta Hong-san-pai anak buah sendiri. Aku tidak akan membunuh kalian. Hayo cepat serang aku!"

Para anggauta itu takut kepada Kia K i karena kalau putera pangeran ini melapor kepada Hong-san Pang-cu, ketua mereka, yaitu Hong-san Sian-su, merek tentu akan mendapat marah besar. Mereka saling pandang dan terpaksa mengeluarkan senjata masing-masing. Ada yang memegang toya (tongkat), ada yang memegang golok dan ada pula yang mencabut pedang.

"Kongcu, kasihanilah kami dan jangan memukul terlampau keras!" kata seorang dari mereka dan sepuluh orang itu lalu mengepung dan mulai menyerang Kian Ki dengan senjata mereka. Dari pengalaman mereka maklum bahwa mereka harus menyerang dengan sungguh-sungguh karena biasanya, yang main-main dan tidak bersungguh- sungguh akan menerima pukulan paling keras.

Setelah sepuluh orang itu serentak menyerang, Kian Ki bergerak dengan cepat dan kuat. Tubuhnya bergeser kesana sini, menangkis dan mengelak sambil memainkan jurus-jurus campuran tiga macam ilmu silat yang telah dia gabungkan. Akibatnya hebat. Golok dan Pedang yang tajam dia sambut dengan lengan begitu saja dan senjata-senjata Para pengeroyok itu ada yang patah dan sebagian pula terlempar, disusul terpentalnya sepuluh orang itu seolah-olah disambar oleh kekuatan dahsyat yang tak tampak.

Dukungan & Donasi

Bantu kami terus update dengan memberi dukungan melalui:

BCA 7891767327
Trakteer
Post a Comment