"Tahan semua !!" Seruannya membuat muridnya, Sin-to Hui-houw, dan tiga
Sun Heng-te menahan senjata mereka dan berlompatan ke belakang dekat kain bongkok itu.
Hui Lan memandang kepada pemuda yang berdiri di dekatnya. Alisnya berperut. Ia tahu bahwa pemuda yang tidak dikenalnya itu telah membantunya dan hal ini membuat ia tidak senang. Ia tidak membutuhkan bantuan dan merasa masih sanggup melawan semua pengeroyoknyal Mendengar kelepak sayap burung, semua orang memandang ke atas dan burung rajawali itu kini menyambar turun dan hinggap di atas cabang pohon yang tumbuh dekat tempat Han Lin berdiri.
Kini Ban-to Mo-ko sambil menatap tajam wajah pemuda itu, berkata, "Ho-ho, bocah lancang! Siapakah engkau yang berani mencampuri urusan kami" Dia mengangkat tongkat ularnya dan menudingkan tongkat ke muka Han Lin "Apakah engkau sudah bosan hidup, berani menentang aku Ban-tok Mo-ko?"
Han Lin pernah mendengar nama ini sebut gurunya sebagai seorang di antara datuk- datuk sesat. "Lo-cian-pwe," katanya hormat. "Saya tidak ingin menentang siapa pun tanpa sebab. Akan tetapi tadi saya melihat Nona ini dikeroyok puluhan orang laki- laki gagah, kemudian malah Lo-cian pwe sebagai seorang datuk ikut mengeroyok.
Hal ini sungguh berlawanan dengan keadilan di dunia persilatan, maka terpaksa saya datang untuk melerai menghentikan pengeroyokan yang tidak adil dan curang ini."
Mendengar ini, Ban-tok Mo-ko tampak malu dan rikuh sekali sehingga dia tidak dapat segera menjawab, hanya berani ah-uh-uh saja seperti orang bingung.
"Heh, orang muda*" tiba-tiba terdengar suara dari dalam kereta. Tong Koo yang bicara dengan keren. "Engkau gegabah, berani mencampuri urusan negara!
Ketahuilah, gadis ini adalah seorang mata-mata pemberontak, ia keturunan keluarga Kerajaan Chou. Maka kami hendak menangkapnya. Kalau engkau membelanya, berarti engkau ingin menjadi pemberontak pula!"
Diam-diam Han Lin terkejut. Kalau benar apa yang dikatakan orang gendut muka bopeng yang melihat pakaiannya seperti seorang pembesar itu, keadaannya menjadi gawat! Satu di antara nasihat-nasihat gurunya adalah bahwa dia sebaiknya tidak membantu para pemberontak yang hanya menimbulkan kekacauan dan perang yang akibatnya pasti menyengsarakan rakyat yang tidak tahu-menahu tentang perebutan kekuasaan antara orang-orang yang haus akan kedudukan dan kekuasaan.
"Maaf, Nona. Benarkah engkau seorang pemberontak?" Han Lin memandang gadis itu dan bertanya .
Hui Lan cemberut. "Jahanam gendut bopeng itu bicara bohong! Aku memang masih ada hubungan kekeluargaan dengan para bangsawan Kerajaan Chou, akan tetapi aku bukan pemberontak dan tidak Ingin memberontak. Kalau memberontak terhadap jahanam Itu, memang benar. Dia telah menyuruh kaki tangannya menangkapku dengan obat bius dengan niat kotor dan hina. Orang macam dia hanya mengotorkan dunia saja patut dihukum. Setelah berkata demikian, dengan gerakan cepat sekali seperti seekor bur ung tubuhnya sudah melompat dan meluncur ke arah kereta.
Empat orang perajurlt yang berada dekat kereta cepat mengangkat pedang menyambut Hui Lan, akan tetapi begitu sinar hijau berkelebatan, empat orang itu terpelanting roboh dengan lengan teri dan pedang mereka terlempar.
"Tolonggg.............. tolooonggggg " Tong Koo menjerit-jerit sambil berusaha
melarikan diri setelah turun dari kereta akan tetapi sebuah tendangan membuat dia terjungkal dan ketika sinar hijau pedang di tangan Hui Lan menyambar pembesar itu berkaok-kaok dengan suara sengau dan menutupi mukanya yang sudah tidak memiliki bukit hidung. Hidungnya telah dibabat putus oleh pedang Hui Lan sehingga mengeluarkan banyak darah. Sejak saat itu Si Hidung gelang Tong Koo harus diubah julukannya menjadi Si Hidung Buntung!
Melihat ini, ributlah para pengawal dan anak buah perampok. Sin-to Hui-houw, tiga orang Sun Heng-te, dan juga Ban-tok Mo-ko berlompatan hendak menyerang Hui Lan. Bahkan anak buah mereka yang masih ada sekitar dua puluh orang itu sudah menggerakkan senjata untuk mengeroyok.
Akan tetapi Han Lin berkata kepada burung rajawali yang bertengger di atas pohon. "Tiauw-ko, lindungi gadis itu!" Dia sendiri lalu melompat dan berada dekat Hui Lan. Ketika Ban-tok Mo-ko menyerang dengan tongkat ularnya, Han Lin cepat menangkis dengan Pek-sim-kian. yang telah dicabutnya.
"Trakkkkk. !!" Tongkat ular itu terpental dan Ban-tok Mo-ko menjadi semakin
marah. Kini dia menujukan serangan-serangannya kepada Han Lin. Dia bukan hanya menyerang dengan tongkat, akan tetapi juga dengan pukulan tangan kiri yang mengandung racun dan tendangan kakinya. Namun, semua serangannya itu dapat digagalkan oleh Han Lin dengan tangkisan dan elakan. Yang membuat kakek bongkok itu terkejut adalah ketika dia mendapat kenyataan betapa pemuda itu berani menangkis tangan beracunnya dengan tangan pula dan agaknya sedikit pun hawa beracun tangannya tidak mempengaruhi pemuda itu! Bahkon setiap kali beradu senjata atau tangan dia terdorong ke belakang sampai terhuyung, tanda bahwa dia kalah banyak dalam kekuatan tenaga sakti.
Melihat gurunya agaknya kewalaha Sin-to Hui-houw segera datang membantunya. Han Lin dikeroyok dua, akan tetapi pemuda itu bersikap tenang pengeroyokan itu sama sekali tidak membuat dia sibuk, bahkan dia masih dapat membagi perhatiannya untuk mengamati keadaan gadis itu. Hui Lan kini dikeroyok tiga bersaudara Sun. Tadi, ketika dikeroyok empat orang saja, ia mampu mengimbangi mereka, maka kini setelah Sin-to Hui-houw meninggalkannya untuk mengeroyok pemuda itu tentu saja ia yang hanya dikeroyok tiga orang berada di pihak yang lebih unggul". Ketika dua kelompok perajurit dan anak buah perampok itu, sebanyak dua puluh orang, mulai maju mengeroyok Hui Lan, tiba-tiba rajawali itu menyambar dari .atas. Tadi ketika Han Lin menyuruh rajawali itu melindungi gadis itu, burung itu terbang tinggi dan kini dia menyambar dan menyerang dua puluh orang yang sudah mengurung dan hendak [mengeroyok Hui Lan. Tentu saja mereka terkejut bukan main dan biar mereka berusaha untuk melawan dan menyerang rajawali yang mengamuk itu, namun usaha mereka sia-sia belaka karena pedang dan golok mereka terpental dan tubuh mereka berpelantingan, terkena pukulan sepasang sayap, sepasang cakar dan serangan paruh burung itu. Mereka menjadi jerih dan tidak berani melawan lagi, bahkan mereka lalu lari meninggalkan tempat itu.
Pembesar Tong Koo masih merintih-rintih sambil menutupi hidungnya dengan dua tangan yang sudah berlepotan darah. Tidak ada seorang pun yang melolongnya karena semua anak buahnya lari ketakutan. Sementara itu, Sin-to Hui-Houw sibuk sendiri membantu gurunya mengeroyok Han Lin dan mereka berdua juga mulai bingung karena semua serangan mereka sama sekali tidak pernah meryentuh tubuh pemuda itu. Tiga orang saudara Sun yang mengeroyok Hui Lan juga terdesak hebat. Akhirnya, seorang dari mereka terpelanting oleh tendangan kaki kanan Hui Lan, sedangkan orang kedua terguling dengan luka sabetan ujung pedang di pahanya.
Orang ke tiga terpaksa menjauhkan diri, merasa tidak kuat melawan seorang diri.
Melihat keadaan mereka yang jelas menderita kekalahan, Ban-tok Mo-ko yang licik maklum bahwa kalau dilanjutkan, dia sendiri akan sulit untuk dapat menyelamatkan diri dari pemuda yang amat lihai itu. Maka ketika dia mendapat kesempatan, dia berseru kepada muridnya.