"Secawan, sudah cukup untuk membuat ia tidur pulas. Hayo bawa kami ke kamarnya!" Orang itu menoleh dan memberi isarat kepada tiga orang anak buahnya untuk ikut. Mereka berempat la mengikuti A Gun menuju ke loteng d setelah tiba di depan kamar Hui Lan, Gun lalu mengeluarkan sebuah kunci dan membuka daun pintu kamar itu.
Lampu dalam kamar itu masih bernyala karena agaknya Hui Lan tid sempat memadamkannya saking kuatnya kantuk menguasainya semalam. Dengan hati-hati orang kurus itu masuk kamar diikuti tiga orang anak buahnya yang memegang sebatang golok terhunus. A Gun sendiri tidak berani masuk, dan mengintai dari luar pintu dengan hati tegang dan. takut-takut.
Setelah tiba di tepi pembaringan yang kelambunya juga tidak ditutup, mereka melihat Hui Lan masih tidur nyenyak, tertelentang dengan pakaian dan sepatu masih lengkap. Agaknya ia tidak sempat pula melepaskan sepatu dan berganti pakaian ketika akan tidur. Laki-laki kurus itu tersenyum menyeringai dan mencoba untuk menggoyangkan pundak Hui Lan, sedangkan tiga orang anak buahnya sudah siap menyerang kalau gadis itu terbangun. Namun, Hui Lan tidak terbangun seolah berada dalam keadaan pingsan. Ternyata obat bius yang terdapat dalam secawan arak yang diminumnya semalam amat kuat.
"Aduh cantiknya "
"Tubuhnya indah "
"Kulitnya putih mulus " Laki-laki kurus Itu menoleh dan memandang kepada tiga orang anak buahnya dengan merah. "Tutup mulut kalian dan jangan bicara atau berbuat kurang ajar kepada gadis ini. Ia akan kuserahkan kepada Tong Taijin (Pembesar Tong) yang tentu akan suka menukarnya dengan puluhan tail uang emas!"
Mendengar ini, tiga orang itu terdiam. Mereka pun girang mendengar kemungkinan menerima hadiah uang perak dari Pembesar Tong yang terkenal royal kalau melihat gadis cantik.
Laki-laki kurus itu adalah seorang kepala perampok berjuluk Sin-to Hui-Houw (Macan Terbang Golok Sakti) yang terkenal di sekitar daerah kota Kian-jung, terutama di sepanjang Sungai Yance seberang selatan. Dia memiliki sekit tiga puluh orang anak buah dan setiap pedagang, baik yang lewat sungai maupun darat, melewati daerah itu, harus membayar semacam pajak kepadanya kalau tidak ingin diganggu. Sin-to Hui-houw tidak pernah mendapat tentangan pasukan penjaga keamanan karena mempunyai hubungan erat dengan pembesar di kota itu. Boleh dibilang semua pembesar di situ telah menerima "upeti" dari kepala perampok ini.
Selain merampok dan menggar siapa yang tidak mau membayar sumbangan paksaan atau pajak berupa uang gerombolan ini juga tidak segan-segan mengganggu wanita-wanita muda. Sin-to Hui-Houw menjadi "pemasok" gadis-gadis mulia dan cantik bagi para pembesar yang memiliki kesenangan menambah isi "harta" mereka.
Maka, tidaklah mengherankan apabila kehadiran Ong Hui Lan di kota Kiang-jung menarik perhatian kepala perampok itu. Akan tetapi ketika melihat bahwa gadis itu yang setiap tahun datang kesitu ditemani Tiong Gi Cinjin, kepala perampok itu menjadi jerih. Dia sudah mendengar akan kesaktian Tiong Gi Cin-Jin, maka biarpun Pembesar Tong yang perrnah melihat Hui Lan dan tergila-gila menyuruh dia mendapatkan gadis itu untuknya,'kepala perampok kurus itu belum juga berani mengganggu Hui Lan. Akan tetapi diam-diam dia memesan kepada A Gun, pengurus rumah penginapan Lok-an yang juga menjadi kaki tangannya untuk memberitahu apabila gadis itu muncul di hotelnya.
Demikianlah, ketika mendengar laporan A Gun bahwa Hui Lan datang dan sekali ini datang seorang diri, cepat kepala perampok itu memberinya sebuah guci arak berisi anggur yang sudah di campuri obat bius kuat, untuk mengusahakan agar Hui Lan dapat terbius Sin-to Hui-houw memang memiliki seorang guru yang ahli racun dan ilmu silatnya cukup tinggi.
Merasa yakin bahwa Hui Lan benar benar terbius dan seperti orang pingsan! Si Colok Sakti itu mengeluarkan tali hitam terbuat dari sutera yang amal kuat, lalu mengikat kedua pergelangan tangan dan kaki gadis itu. Kemudian dua orang anak buahnya mengangkat tubuh Hui Lan yang pingsan, dibawa keluar dani dimasukkan ke dalam kereta. Kepala perampok itu masuk pula ke dalam kereta yang lalu dijalankan oleh kusir ke eta dan di belakang kereta berjalan lima belas orang anak buah perampok untuk mengawal kereta. Peristiwa itu berlangsung cepat dan tak seorang pun tamu hotel itu tahu, bahkan ketika kereta itu berjalan keluar kota, tidak menarik perhatian. Apalagi pada saat it semua penghuni kota Kiang-jung sudah tidur. Obat bius yang membuat Hui Lan tertidur pulas itu memang kuat sekali. sampai pagi Hui Lan belum juga terbangun dari tidurnya yang tidak wajar.
Sementara itu, Sin-to Hui-kouw menahan kereta itu di depan pondoknya di lengah hutan di tepi sungai dan segera mengirimutusan kepada Pembesar Tong yang bertempat tinggal di kota Hun-Iam, sebelah timur kota Kiang-jung di mana dia bekerja sebagai seorang kepala keamanan. Markas pasukannya berada di Kiang- jung, akan tetapi dia sendiri tinggal di Hun-lam, di mana dia memiliki sebuah gedung indah yang juga menjadi tempat peristirahatan atau tempat bersenang-senang karena isteri dan anak-anaknya tetap tinggal di sebuah rumahnya yang merangkap kantornya di kota Kiang-jung. Di Hun-lam inilah Tong Tai-jin menyimpan selir- selirnya di mana dia sering mengadakan pesta pora bersama teman-temannya yang sebagian besar merupakan rekan-rekannya atau sahabatnya, baik dari kalangan para hartawan atau pun para tokoh persilatan yang mendukungnya. Hidupnya seperti seorang raja saja dan memang pada waktu itu, setiap pembesar daerah yang berkuasa, merupakan raja kecil yang memiliki pemerintahan dan hukum sendiri, bahkan memiliki pasukan sendiri yang mendukungnya dan melaksanakan "hukum" yang diadakan untuk membela kepentingannya
Mendengar berita bahwa Si Golok Sakti telahberhasil menawan Ong Hui Lan, gadis yang membuatnya tergila-gila itu, Pembesar Tong menjadi girang bukan main. Dia sudah melakukan penyelidikan tentang Ong Hui Lan dan menyuruh orang membayangi ketika tahun lalu gadis itu pergi ke Nan-king. Dia tahu bahwa gadis itu adalah puteri dari Ong Su, bangsawan Kerajaan Chou, bekas Kepala Kebudayaan Pemerintah Chou yang telah jatuh. Maka dia semakin berbesar hati. Tentu mudah saja menghadapi Keluarga Ong itu kalau mereka berani menentangnya. Mereka itu dapat ia tuduh sebagai kaki tangan Kerajaan Chou yang sudah jatuh, yang menjadi pemberontak! Kalau sampai sekarang Tong Taijin belum bisa mendapatkan gadis itu adalah karena semua jagoannya mundur teratur ketika melihat Tiong Cinjin bersama gadis itu. Akan tetapi sekarang gadis itu sendirian dan sudah tertawan oleh Si Golok Sakti yang kini mempersilakan dia datang sendiri untuk menjemput kekasihnya yang baru itu. Bagaikan seekor srigala mencium darah dari daging yang lunak, Tong Koo, yaitu nama Pembesar Tong, menjilati bibirnya sendiri.. Kemudian dia lalu mengumpulk lima belas orang perajurit pengawal dan mengajak jagoan-jagoan andalannya, yaitu tiga orang yang dikenal sebagai Sun Hen-te (Tiga kakak beradik Sun) yang merupakan tiga orang laki-laki gagah berusia antara tiga puluh sampai empat puluh tahun dan terkenal memiliki ilmu pedang yang amat tangguh.
Sebetulnya mereka ini bukan penjahat dan pernah menjadi murid-murid Thian-san- pai. Mereka menjadi pengawal-pengawal bayaran dari Tong Koo karena pembesar itu memberi mereka upah yang tinggi dan selalu royal dengan hadiah-hadiah.
Bahkan mereka bertiga mendapatkan hadiah sebuah rumah yang cukup besar dan mewah.
Demikianlah, pagi itu Pembesar Tong dikawal oleh lima belas orang perajurit dipimpin tiga Sun Heng-te naik kereta menuju ke hutan di mana Sin-to Hui-Houw menanti dengan tawanannya yang masih rebah pulas di dalam keretanya. Pada saat itu, jauh di udara, burung rajawali yang ditunggangi Sin Han L in melayang dan mengikuti rombongan Pembesar Tong itu.
Seperti kita ketahui, Han Lin dan rajawali itu meninggalkan Thai-san. Karena pemuda itu ingin menggunakan kesempatan itu untuk berlalang-buana sebelum kembali ke Puncak Cemara di Cin-ling-san, maka dia menyuruh rajawali itu mengambil jalan memutar ke selatan.
Mula-mula dia tertarik melihat rombongan kereta yang dikawal pasukan kecil yang melihat pakaiannya adalah para perajurit kerajaan. Akan tetapi tiga orang yang berpakaian preman dan duduk dengan tegak dan gagah di atas kuda masing-masing, jelas bukan perajurit. Han Lin tertarik sekali dan dia menyuruh Rajawali membayangi dari atas. Ketika rombongan memasuki hutan di tepi sungai Yang-ce, sebuah hutan yang lebat Han Lin menyuruh rajawali terbang rendah dan tetap membayangi mereka dari pohon ke pohon.
Sementara itu, rombongan Tong Tai jin kini telah tiba di depan pondok, disambut dengan muka tersenyum-senyum oleh Sin-to Hui-houw.
"Kiong-hi (selamat), Taijin! Taijin akan mendapatkan apa yang telah lama Taijin idam-idamkan!" kata Sin-to H houw.
"Bagus, mana gadis itu?" tanya Tong Taijin yang berperut gendut dan bermuka bopeng (burik cacar).
"la masih tidur pulas dalam kereta saya, Taijin. Boleh Taijin ambil dan pindahkan ke kereta Taijin sekarang."
"Apa apa ia tidak berbahaya? Bukankah katamu ia murid seorang datuk yang
lihai?"
"Jangan khawatir, Taijin. Sekarang ia telah terbius dan apabila ia sadar, kaki tangannya terbelenggu kuat. la tidak akan mampu melawan dan tidak berdaya lagi." kata Sin-to Hui-houw sambil tertawa. "Mari lihatlah sendiri, Taijin."
Tong Koo, pembesar gendut bopeng itu, mengikuti kepala perampok menghampiri kereta di mana Hui Lan rebah tak berdaya. Setelah tirai kereta disingkap dan melihat gadis itu telentang dan tidur pulas, air liur memenuhi mulut Tong Taijin. Dia menoleh kepada tiga saudara Sun Hengte yang mengikutinya Untuk menjaga keselamatan majikan itu.
"Angkat ia ke keretaku!" katanya.
Tiga orang Saudara Sun itu bukanlah orang-orang jahat. Mereka hanya beringas mengawal dan menjaga keselamatan Tong Koo dan mereka belum pernah melakukan hal-hal yang bertentangan dengan kegagahan mereka. Murid-murid Thian-san-pai ini menjadi pengawal Tong Koo hanya karena tertarik akan upah dan hadiah yang banyak. Maka mendengar majikan mereka menyuruh mengangkat seorang gadis yang agaknya pingsan itu dan memindahkannya ke kereta majikan mereka, ketiganya saling pandang dengan ragu. Akan tetapi karena memindahk seorang gadis pingsan bukan perbuat jahat, mereka akhirnya melakukannya. Dua orang dari mereka menggotong tubuh Hui Lan ke kereta Tong Taijin.