Halo!

Si Rajawali Sakti Chapter 27

Memuat...

"Kalau begitu, Suhu, perkenankan teecu menghaturkan terima kasih atas semua budi kebaikan Suhu yang telah Suhu limpahkan kepada teecu selama ini!" Hui Lan menjatuhkan diri berlutut .dan memberi hormat kepada gjrunya. Tiong Gi Cinjin membiarkan muridnya memberi hormat menyatakan terima kasihnya. Kemudian dia berkata lembut. “

"Hui Lan, sekarang berkemas dan berangkatlah. Ceng-hwa-kiam (Pedang Bunga Hijau) itu kuberikan padamu. Pergunakanlah sebaik mungkin."

Hui Lan memasuki pondok berkemas, membawa pedang milik suhunya yang biasa ia pakai berlatih silat pedang. Ketika ia keluar lagi, gurunya sudah tidak ada. "Suhu !" Ia memanggil dan dari jauh di bawah puncak terdengar jawaban suara

gurunya.

"Hui Lan, pulanglah ke Nan-king!” Selamat berpisah, muridku yang baik!"

Hui Lan terharu dan sambil mengerahkan tenaga khikang ia berseru ke arah datangnya suara gurunya itu. "Suhu, harap menjaga diri Suhu baik-baik!"

Setelah merenung sejenak, memandangi sekeliling puncak yang telah menjadi tempat tinggalnya selama sepuluh tahun, Hui Lan lalu turun bukit itu, hendak melakukan perjalanan kembali ke rumah orang tuanya di Nan-king.

Biasanya, setiap satu dua tahun sekali, kalau ia pergi ke Nan-king menjenguk orang tuanya, ia selalu ditemani gurunya dan selama itu, ia tidak pernah menemui halangan atau gangguan apa pun dalam perjalanan. Akan tetapi sekali ini lain. Ia melakukan perjalanan seorang diri dan pada jaman itu, seorang wanita, apalagi kalau dia seorang gadis muda dan cantik pula, melakukan perjalanan seorang diri mengandung ancaman bahaya besar. Seorang wanita seorang diri tentu akan diincar para perampok, dan gadis muda yang cantik tentu membangkitkan nafsu jahat seorang laki-laki mata keranjang.

Tentu saja Hui Lan sama sekali tidak merasa gentar. Ia bukan seorang gadis yang lemah dan pendidikan yang diterimanya selama sepuluh tahun oleh Tiong Cinjin membuat ia menjadi seorang gadis perkasa yang tidak takut menghadapi ancaman apa pun dan dari siapa pun juga.

Setelah turun dari bukit itu, ia m lakukan perjalanan menyusuri Sung Yangce menuju ke timur. Selama dala perjalanan ini, ia tidak mengalami ganguan walaupun setiap bertemu orang- orang, terutama para pria, ia tentu men jadi pusat perhatian.

Agaknya sikapnya yang pendiam, garis mulutnya yang keras dan matanya yang lurus memandang ke depan tidak pernah lirak-lirik ke sana sini, terutama sekali karena ada pedang tergantung di punggungnya, membuat orang-orang tidak berani bersikap sembarangan untuk menggoda Hui Lan.

Seperti pada tahun-tahun yang lalu kalau ia melakukan perjalanan ke Nanking bersama suhunya, sore itu Hui Lan juga berhenti di kota Kiang-jung untuk melewatkan malam. Ia pun menyewa sebuah kamar di rumah penginapan Lokan yang sudah menjadi langganannya. Tahun lalu bersama gurunya ia pun bermalam di rumah penginapan merangkap rumah makan itu. Ia memperoleh kamar di loteng.

Pelayan yang sudah mengenalnya segera menyambutnya dan laki-laki setengah tua yang pandai bersikap manis terhadap para tamunya, segera melayaninya dengan ramah.

Setelah mandi dan bertukar pakaian, Hui Lan turun dari loteng dan memasuki rumah makan yang berada di lantai bawah dan di depan. Pelayan rumah makan yang juga sudah mengenalnya, segera mempersilakan gadis itu duduk di meja yang masih kosong. Ketika Hui Lan menanti datangnya makanan yang dipesannya, seorang laki- laki berusia sekitar empat puluh tahun menghampirinya dan membungkuk dengan hormat sambil menegur dengan ramah. "Selamat datang, Nona. Apakah Nona sekali ini tidak bersama Lo-cian-pwe Tiong Gi Cinjin? Biasanya, Nona datang bersama guru Nona, mengapa sekarang Nona datang sendiri saja?"

Ong Hui Lan memandang laki-laki itu dan alisnya berkerut. Laki-laki setertgal tua itu bermuka seperti tikus, matanya yang sipit itu saling berpisah jauh sehingga dia tampak licik sekali. Baru melihat mukanya itu saja, Hui Lan mempunyai perasaan tidak suka kepada orang ini. Wajah seorang penjilat yang licik dari curang, pikirnya. Akan tetapi karena orang itu bersikap hormat, ia menjawa juga.

"Aku datang sendiri. Engkau siapa?"

"Aih, Nona agaknya lupa kepada saya. Saya A Gun, pengurus rumah penginapai merangkap rumah makan Lok-an ini Nona dan guru Nona adalah langganan kami yang baik.”

Pelayan yang menyiapkan makanan yang dipesan Hui Lan, datang menghidangkan makanan itu di atas meja. Melihat itu, A Gun berseru, "Ah, kenapa engkau hanya menghidangkan minuman biasa? Tunggu, Nona, kami harus menghormati Nona sebagai langganan kami yang baik. Akan saya ambilkan minuman anggur simpanan kami!" Setelah berkata demiikian, A Gun pergi dengan langkah cepat sehingga Hui Lan tidak keburu mencegah atau menolak.

Gadis itu mulai makan nasi dan lauk yang dipesannya. Selagi ia makan, pengurus muka tikus itu datang lagi membawa sebuah guci kecil dan dua cawan kosong.

“Nona, ijinkan saya atas nama perusahaan kami menyuiangi Nona sebagai fK'nghormatan dan selamat datang!" Dia menuangkan anggur yang berbau harum ke dalam dua buah cawan itu dan menyerahkan secawan minuman itu kepada Hui Lan dengan sikap hormat.

Karena orang bersikap hormat, Hui Lan merasa tidak enak untuk menolak. Ia menerima cawan itu dan berkata, "Terima kasih. Aku menerima penghormatan secawan minuman ini, akan tetapi selelah kuminum, harap tinggalkan aku dan jangan menggangguku lagi!"

"Ah, baik, Nona. Silakan minum dan maafkan saya!" A Gun mengangkat cawannya dan mengajak gadis itu minum. Agar orang itu tidak mengganggu lag Hui Lan juga minum anggur manis dari cawannya. Minuman itu tidak terlalu keras dan selain berbau harum, juga manis. Setelah minum, ia mengembalikan cawan itu kepada A Gun.

"Terima kasih, Nona baik sekali! kata A Gun sambil membawa pergi guci arak dan dua buah cawan itu.

Hui Lan melanjutkan makannya, kemudian ia membayar harga makanan da setelah membersihkan mulutnya, ia langsung duduk bersila di atas pembaringan Dua jam kemudian gadis itu sudah tidur pulas. Gadis perkasa itu walaupun berilmu tinggi namun masih miskin pengalaman. Ia bahkan tidak curiga ketika malam tadi sehabis makan ia merasa mengantuk dan lemas sekali. Ia hanya mengira bahwa perjalanan sehari tadi membuat ia merasa lelah dan perasaan lemas itu mungkin karena perpisahannya dengan gurunya memang mendatangkan keharuan dan agak merasa kehilangan. Maka ia sama sekali tidak mencurigai sesuatu.

Lewat tengah malam, keadaan sunyi karena semua orang sudah tidur nyenyak hingga tidak ada orang mendengar ketika ada sebuah kereta memasuki pekarangan rumah penginapan Lok-an. Di belakang kereta itu berjalan lima belas orang yang rata-rata bertubuh tinggi besar dan berwajah bengis. Seorang laki-laki tinggi kurus, demikian kurusnya sehingga mukanya seperti tengkorak, turun dari kereta itu yang dihentikan oleh saisnya.

Seorang laki-laki keluar dari rumah penginapan itu menyambut Si Kurus. Orang itu adalah A Gun yang menjadi pengurus rumah penginapan berikut rumah makan itu, yang tadi malam menemui Hui Lan dan memberi minum secawan anggur kepada gadis itu. A Gun memberi hormat kepada laki-laki kurus Itu.

"Bagaimana, A Gun? Arak dariku sudah diminumnya?" tanya orang itu.

"Sudah, Thaiya (Tuan Besar) , sudah diminum akan tetapi hanya secawan

saya tidak dapat membujuknya untuk minum lebih."

Dukungan & Donasi

Bantu kami terus update dengan memberi dukungan melalui:

BCA 7891767327
Trakteer
Post a Comment