"Boleh saja kalau dia mau." kata Han Lin sambil tersenyum. Dia maklum bahwa kecuali dia dan Thai Kek Siansu, tidak ada orang lain yang dapat menunggangi punggung Tiauw-ko (Kakak Rajawali) karena burung itu pasti tidak mau. Biarlah gadis liar ini membuktikannya sendiri karena kalau dia menolak, bukan tidak mungkin gadis itu akan marah dan membuat ulah.
“Terima kasih, engkau baik sekali!" Kui Lin berseru girang lalu dengan gayanya yang lincah ia melompat. Gerakannya ringan sekali dan ia sudah melompat ke atas punggung rajawali yang cukup tinggi karena burung itu tidak mendekam seperti kalau hendak ditunggangi Han Lin.
"Rajawali, terbanglah! Bawa aku terbang!" Kui Lin berseru setelah ia duduk di punggung burung raksasa itu. Akan tetapi rajawali itu diam saja.
Gadis yang liar itu memang memiliki niat bahwa kalau ia sudah dibawa terbang, ia akan membawa minggat burung itu. Kalau tidak boleh dibeli, ya dibawa kabur saja, pikirnya. Akan tetapi burung itu tidak mau terbang.
"Hayo terbang! Kalau engkau tidak mau terbang, kucabuti bulumu!" Kui Lin menggertak dan ketika burung itu tetap diam saja ia mulai mencabut beberapa helai bulu di leher burung itu. Tiba-tiba rajawali itu terbang ke atas. Kui Lin bersorak girang, akan tetapi setelah burung itu terbang setinggi pohon dia lalu jungkir balik!
Tentu saja Kui Lin terkejut bukan main dan tak dapat dipertahankan lagi, tubuhnya jatuh ke bawah. Karena tidak menyangka dan terkejut, gadis it sama sekali tidak siap maka ia terjatu tanpa dapat mengatur keselmbangannya sehingga terjatuh dengan kacau, kaki tangannya bergerak-gerak sehingga ia ketakutan dan menjerit.
Agaknya rajawali sengaja melemparkan Kui Lin ke arah tempat berdirinya tadi dan tubuh gadis yang melayang turun dengan kacau itu agaknya akan menimpa Han Lin!
Dengan tenang sambil tertawa Han Lin bergerak dan kedua lengannya dapat menyambut tubuh Kui Lin sehingga gadis itu terjatuh ke dalam pondongannyai tidak sampai terbanting ke atas tanah.
Kui Lin segera meronta dan turun, lalu membalik dan melihat rajawali telah berdiri lagi di situ dengan sikap tenang dan dari bawah terdengar orang-orang tertawa menyaksikan penstiw a lucu ketika gadis itu jatuh tadi, ia membanting-banting kaki kanannya dan memandang pemuda itu dengan mata terbelalak marah.
"Kamu jahat!" bentaknya dan ia lalu melompat jauh, turun dari panggung tanah tinggi itu dan melarikan diri. Han Lin menghela napas panjang, merasa iba karena dia tahu bahwa gadis itu agaknya merasa malu ditertawakan banyak orang.
Sementara itu, Tung Hai-tok yang sejak tadi hanya melihat dan marah karena merasa dirinya tidak dipedulikan, setelah gadis itu pergi, dia membentak pemuda itu. "Orang muda lancang! Siapa engkau berani mencampuri urusanku dan berani menghalangi aku membunuh gadis liar tadi?"
Han Lin mengangkat kedua tangan depan dada sebagai salam penghormatan, bukan hanya kepada Tung Hai-tok, akan tetapi juga kepada semua orang karena dia memberi hormat sambil menghadap ke empat penjuru.
"Lo-cian-pwe dan Saudara sekalian yang berkumpul di sini. Saya datang memenuhi perintah Suhu Thai Kek Siansu yang tidak sempat datang sendiri. Suhu ingin saya menyampaikan kepada Saudara sekalian penyesalan beliau bahwa kini pemilihan gelar Thian-he Te-it Bu-hiap bukan lagi pertemuan persahabatan untuk memperluas pengalaman, melainkan menjadi ajang permusuhan. Pi-bu yang di Adakan menjadi tempat perkelahian yang menjatuhkan korban. Hal ini amat tidak baik sehingga para pimpinan aliran persilatan besar semua mengundurkan diri. Maka Suhu minta agar pertandingan seperti ini dibubarkan dan ditiadakan saja, demi menjaga kerukunan antara para tokoh kang-ouw."
Mendengar ini, Tung Hai-tok tertawa rgelak. Suara tawanya itu jelas dilakukan dengan pengerahan tenaga sakti sehingga mendatangkan gelombang suara yang menggetarkan jantung mereka yang berada di puncak itu. Demikian kuatnya suara itu menggetarkan jantung sehingga hanya mereka yang memiliki tingkat tinggi saja yang kuat bertahan dengan mengerahkan tenaga sakti untuk melindungi jantung mereka. Akan tetapi mereka yang kurang kuat tenaga dalamnya, cepat menutupi kedua telinga dengan tangan lalu duduk bersila dan memejamkan mata. Bahkan ada yang tergulin roboh, biarpun sudah menutupi kedut telinga dan dari celah-celah jari tangai yang menutupi telinga menetes darah yang keluar dari telinga mereka!
Han Lin juga merasakan getaran itu, akan tetapi dia mengerahkan tenaga sakti dan berkata. "Lo-cian-pwe, jangar melukai orang-orang yang tidak bersalah apa-apa."
Tiba-tiba terdengar bunyi pskik melengking. Itu adalah suara burung rajawali yang melengking sambil mendongak ke atas. Suara lengkingan panjang itu menutup suara tawa kakek itu. Tung hal-tok menghentikan tawanya dan ber kata kepada Han Lin.
"Bocah sombong, engkau anak kecil kemarin sore bicara seolah-olah engkau menjadi seorang datuk yang berkedudukai tinggi! Engkau mewakili gurumu, Thai Kek Siansu? Huh, ada urusan apakah Thai Kek Siansu dengan kami? Kalau dulu tidak mau ikut pesta pemilihan ini, tida perlu banyak cakap. Aku Tung Hai-tol sama sekali tidak takut kepada Thai Kek Siansu, apalagi kepada muridnya. Dia atau engkau tidak berhak mengatur kami. Hayo engkau dan burungmu itu cepat pergi dari sini, kalau tidak aku akan menghajarmu dan membunuh burungmu!"
Han Lin memandang kakek itu dan dia teringat akan nama ini yang pernah disebut oleh gurunya sebagai seorang datuk sesat di daerah timur. Tadi di atas punggung rajawali dia melihat betapa kakek ini dengan pukulannya yang amat dahsyat mengancam keselamatan gadis muda belia itu, maka tahulah dia bahwa kakek ini amat lihai akan tetapi juga kejam.
"Ah, kiranya Locianpwe adalah datuk timur yang terkenal itu. Terimalah hormat saya dan salam dari Suhu karena Suhu memesan agar saya menyampaikan salamnya kepada semua orang gagah yang berkumpul di sini. Locianpwe memang tidak semestinya takut kepada Suhu karena Suhu tidak ingin ditakuti. Suhu hanya menginginkan agar semua pihak di dunia persilatan hidup dengan akur dan mempergunakan kepandaian mereka untuk membela nusa dan bangsa menegakkan kebenaran dan keadilan sehingga kehidupan manusia di dunia in sejahtera dan berbahagia. Suhu hanya ingin agar saya melerai dan menghenti kan semua pertikaian yang terjadi di sini dan mulai sekarang tidak ada lagi perebutan gelar yang hanya membawa perpecahan dan perebutan, menimbulkan dendam dan permusuhan."
Ucapan itu membuat semua orang terdiam dan ada yang mengangguk-anggukkan kepala. Sebagian besar dari mereka mengetahui siapa adanya Thai Ke Siansu yang mereka anggap sebagai seorang dewa yang amat sakti. Merek merasa segan dan tidak berani karen maklum bahwa selama ini mereka belum pernah mendengar ada datuk atau tokoh kang-ouw yang mampu menandingi kesaktian Thai Kek Siansu.
Agaknya Tung Hai-tok tahu akan hal ini dan dia menjadi semakin penasaran dan marah.
"Si sombong Thai Kek Siansu sungguh tidak memandang muka orang! Disangkanya aku ini siapa? Begitu berani dia memandang rendah aku, mengirim seorang anak kemarin sore untuk memberi wejangan kepadaku! Hai orang muda sombong, sekali lagi aku peringatkan, cepat engkaudan burungmu pergi dari sini atau aku akan turun tangan membinasakan kalian!"
"Locianpwe Tung Hai-tok, Suhuku selalu bilang bahwa yang berhak mencabut kehidupan seseorang adalah yang memberi kehidupan, yaitu Tuhan Yang Maha Kuasa. Engkau tidak pernah memberi kehidupan kepada saya dan Tiauw-ko, bagaimana mungkin engkau hendak mencabut kehidupan kami dan membinasakan kami?"
"Bocah sombong1. Kaukira aku tidak mampu membunuh kalian berdua! Nah, terimalah kematianmu!!" Tiba-tiba Tung Hai-tok melompat ke depan dan mendorongkan kedua tangannya yang terbuka ke arah Han Lin. Angin pukulan yang dahsyat sekali menyambar ke arah Han Lin. Pemuda ini telah menerima ilmu yang paling dalam yang dapat dimiliki manusia, yaitu penyerahan diri kepada Yang Maha Sakti. Akan tetapi Thai Kek Siansu memesani kepadanya bahwa kalau segala usaha dan ikhtiar sendiri tidak mampu menang gulangi keadaan, tidak mampu melindungi diri maka dasar dari semua keadaan dirinya yang sudah mengandung penyerahan diri sepenuh iman itu yang akan bekerja. Penyerahan diri sepenuhnya membuat dirinya seolah tidak ada, yang ada hanya Kekuasaan Tuhan yang melindunginya sehingga tidak ada apa pun mampu mengganggunya kecuali kalau Tuhan menghendaki demikian. Dia tidak boleh hanya pasrah begitu saja tanpa berusaha.. Karena itu, walaupun pada dasarnya dia selalu berserah diri kepada Kekuasaan!
Tuhan, namun melihat Tung Hai-tok menyerangnya, dia pun menggunakan llmu- ilmu yang telah dipelajarinya dari Thai Kek Siansu. Dia pun cepat mengerahkan tenaga dan menyambut serangan itu dengan dorongan kedua tangannya.