Si Rajawali Sakti Chapter 19

NIC

Han Lin yang sejak tadi merasa penasaran akan sikap dan tindakan kakek tua renta yang dia anggap tidak pantas dan keterlaluan, juga kejam itu, tak dapat menahan dirinya lagi. Apalagi melihat gurunya tadi diserang.

"Lo-cian-pwe, saya tidak mau menyebutmu Susiok-couw karena engkau melarang adanya murid. Tidak ada murid berarti tidak ada guru dan tidak ada pula paman kakek guru. Saya melihat hal yang aneh sekali dalam peraturan hukum yang diadakan nenek moyang gurumu, yaitu Keluarga Kok seperti yang kau katakan tadi! Lucu, aneh dan tidak masuk diakal, juga tidak adil dan diadakan seenak perutnya sendiri!"

Thai Kek Siansu mengangkat alis mendengar ucapan muridnya itu, akan tetapi dia tahu benar bahwa Han Li bukan bicara sekedar untuk bersikap kurang ajar. Anak itu cerdik sekali, maka tentu dia mempunyai alasan yang kuat untuk berkata seperti itu. Dan dia pun yakin bahwa seorang yang memiliki tingkat kepandaian setinggi susioknya, yang melebihi tingkat para datuk, pasti malu dan tidak mau merendahkan martabat untuk membunuh seorang pemuda remaja. Maka dia pun hanya tersenyum saja.

"Huh, Thai Kek, engkau juga memungut seorang bocah jahat untuk menjadi muridmu! Anak muda tak sopan, mengapa engkau mengatakan ucapan jahat itu?"

"Saya tidak bicara sembarangan atau hendak bersikap kurang ajar dan jahat, Locian- pwe! Coba saja engkau renungkan. Keluarga Kok yang mulia dan terhormat itu melarang dan menyalahkan Suhu yang menerima murid, bahkan katanya tadi Su- kong (Kakek Guru) telah dipaksa bunuh diri ketika menerima Suhu sebagai murid.

Akan tetapi, kenapa mereka sendiri mempunyai murid? Buktinya, nah, sekarang ada Locian-pwe dan ada Suhu, bukankah kalian berdua ini juga keturunan murid Keluarga Kok? Kalau begitu, seharusnya Keluarga Kok itu membunuh diri sendiri. Ini baru adil! Karena kalau mereka tidak pernah menerima murid, tentu tidak ada pula Suhu yang menerima saya sebagai murid. Coba Lo-cian-pwe pikir baik-baik, apakah saya ini bicara ngawur dan tidak sopan?"

Mendengar ucapan pemuda remaja dengan suara lantang dan fasih itu, Thian Beng Siansu tertegun dan tidak mampu menjawab. Sejak dulu, dia hanya menaati peraturan hukum Keluarga Kok itu tanpa berpikir atau mempertimbangkan lagi, percaya dengan membuta begitu saja.

"Han Lin, diamlah dan jangan bersikap seperti itu terhadap Susiok!" kata Thai Kek Siansu dan Han Lin cepat memberi hormat kepada suhunya. "Baik, dan maafkan teecu, Suhu."

Thai Kek Siansu berkata kepada Thia Beng Siansu dengan sikap hormat dai suara lembut. "Susiok, semula teecu memang tidak pernah mempunyai pikiran menerima murid walaupun kematian mendiang Suhu karena bunuh diri itu masih membuat hati ini merasa penasaran. Kemudian mengingat bahwa teecu semakin tua, teecu pikir akan sia-sia belaka selama puluhan tahun teecu mempelajari semua ilmu kalau tidak dipergunakan untuk membela kebenaran dan keadilan. Karena teecu sendiri tidak ingin mencampuri urusan., manusia di dunia yang semakin kacau, maka teecu pikir sebaiknya teecu wariskan semua yang telah teecu pelajari kepada seseorang agar murid itu kelak dapat memanfaatkan semua ilmu itu. Dengan demikian maka kelak nama Keluarga Kok juga akan terangkat karena ilmu dari mereka telah bermanfaat bagi manusia di dunia. Itulah sebabnya teecu lalu mengambil Si Han Lin ini sebagai murid tunggal."

Thian Beng Siansu maklum bahwa kalau dia bersitegang, dia hanya akan membuat dirinya mendapat malu. Menggunakan kekerasan tidak mampu melukai murid keponakannya, dan berdebat kata-kata pun agaknya dia akan kalah oleh pemuda remaja yang lincah itu. Maka dia mengebutkan ujung kain putih itu seperti orang membersihkan debu dan tiba-tiba tubuhnya berkelebat lenyap.

Sampai beberapa lamanya Thai Kek Siansu dan Si Han Lin berdiri diam, masih terkesan mendalam akan kemunculan kakek tua renta itu. Bahkan rajawali itu juga mendekam di atas tanah dan diam saja.

Kemudian Han Lin yang masih merasa penasaran bertanya kepada gurunya. "Suhu, apa artinya semua peristiwa tadi? Teecu tahu benar bahwa Suhu adalah seorang yang bijaksana, maka sepantasnya kalau paman-guru lebih bijaksana lagi. Akan tetapi mengapa Su-siok-couw bersikap demikian keras bahkan tega hendak membunuh Suhu?"

"Su-siok Thian Beng Siansu adalah orang yang terlalu kukuh menaati peraturan dari perguruan tanpa mempertimbangkan benar tidaknya peraturan kuno itu. Saking taatnya, maka dia pun lupa bahwa ketaatannya itu dapat saja mendorongnya untuk bertindak kejam, sebetulnya dia bukanlah seorang yang berwatak jahat, akan tetapi dia lebih tepat dikatakan lemah sehingga tidak mempunyai pendirian dan pertimbangan sendiri, hanya mengukuhi peraturan yang ada."

"Akan tetapi mengapa Keluarga Kok yang menurunkan ilmu-ilmu yang juga diwarisi Suhu sampai teecu mengeluarkarkan peraturan yang demikian aneh? Kalau mereka sendiri mempunyai murid, mengapa mereka melarang para muridnya mengajarkan kepada orang lain dan menuntut mereka bersumpah untuk bunuh diri kalau mengambil murid?"

Thian Kek Siansu menghela napas panjang. "Peraturan itu diadakan sebagai akibat dari peristiwa yang terjadi ketika aku masih belum menjadi murid Suhu Mungkin aku masih kecil. Ketika kepala keluarga dari Keluarga Kok yang mendapatkan ilmu-ilmu itu mengajarkan ilmu-munya kepada seorang murid, setelah murid itu menjadi pandai dan menguasai hampir seluruh ilmu Keluarga Kok, timbul niatnya yang jahat, yaitu hendak menjadi jago silat nomor satu di dunia. Dia menganggap bahwa dirinya hanya dapat ditandingi oleh gurunya, maka pada suatu hari dia menyerang Sang guru untuk membunuhnya. Kalau gurunya mati berarti dialah yang menjadi jagoan nomor satu! Akan tetapi dia tidak tahu bahwa gurunya masih menyimpan sebuah ilmu yang belum diajarkan kepadanya, maka ketika berkelahi, Si murid itu kalah dan tewas. Nah, sejak itulah Keluarga Kok mengadakan peraturan, melarang para murid lain untuk mengajarkan ilmu mereka kepada orang lain. Kakek gurumu tidak menyetujui peraturan itu dan diam-diam dia mengambil aku sebagai murid. Akan tetapi setelah aku tamat belajar, hal itu ketahuan sehingga Kakek Gurumu dihukum dan disuruh membunuh diri. Sekarang, Susiok-couwmu mengetahui bahwa aku mengambilmu sebagai murid, maka dia datang dengan niat untuk menghukum aku dan karena aku tidak mau membunuh diri, dia yang akan membunuhku sebagai ketaatannya kepada hukum Keluarga Kok."

"Akan tetapi tadi teecu melihat hal yang teecu tidak mengerti, Suhu. Susiok couw itu lihai bukan main sehingga bukan hanya Suhu yang tadi dibuatnya terlempar, juga teecu dan Tiauw-ko terlempar tanpa menderita luka."

"Susiokcouw-mu tidak ingin membunuh engkau dan Tiauw-cu, kalau ingin membunuh, kalian berdua tentu kini sudahi tewas."

"Akan tetapi, Suhu. Ketika dia menyerang Suhu dengan dahsyat, sehingga tangannya mengeluarkan kilat, mengapa serangannya tidak dapat mengenai tubuh Suhu dan terpental? Apakah ini berart Suhu lebih sakti daripada Susiok-couw?"

"Tidak, Han Lin. Ilmu yang dikuasa Susiok itu sudah mencapai tingkat tinggi Kalau dia menghajarku tanpa niat mem bunuh, melawan pun kiranya aku akan kalah. Akan tetapi begitu dia bermaksud" membunuhku, semua pukulannya tidak mengenai tubuhku walaupun aku sama sekali tidak melawan. Aku hanya berserah diri kepada Tuhan dan ternyata Kekuasaan Tuhan melindungiku. Kalau Kekuasaan Tuhan melindungiku dan Tuhan tidak menghendaki aku mati, jangankan hanya serangan dari Susiokcouw-mu, biarpun serangan dari seluruh alam semesta pasti tidak akan mampu membunuhku. Yang menentukan mati hidupnya seseorang adalah Tuhan sendiri."

Mulai saat itu, sejak berusia lima belas tahun, mulailah Thai Kek Siansu membimbing Han Lin untuk berserah diri kepada Kekuasaan Tuhan. Dengan penyerahan yang tulus ikhlas, lahir batin, meniadakan aku yang dibentuk oleh nafsu hati akal pikiran, maka Tuhan dengan kekuasaanNya yang tidak terbatas akan membuka semua hawa nafsu yang menutupi jiwanya sehingga jiwa itu dapat menerima Sinar Terang dari Tuhan yang membersihkan jiwa raga sehingga siap menerima kontak kembali dengan Jiwa Agung yang dari Tuhan.

ooOOoo

Si Han Lin kini telah menjadi seorang pemuda yang berusia dua puluh tahun. Selama sepuluh tahun dia tinggal di Puncak Cemara di Pegunungan Cin-ling-san bersama Thai Kek Siansu. Selama sepuluh tahun itu dia telah menimba banyak ilmu dari gurunya. Bukan hanya ilmu silat tinggi yang kini dikuasainya, melainkan juga sastra, seni musik, dan terutama sekali kewaspadaan dan penghayatannya tentang kehidupan yang benar. Bahkan dia telah menjadi seorang manusia berbahagia yang selalu menerima bimbingan Tuhan melalui jiwa raganya yang sudah peka.

Kebahagiaan ini terpancar dari wajahnya yang selalu riang, membuatnya menjadi seorang pemuda yang jenaka, lincah dan tidak pernah dipengaruhi emosi perasaan. Dalam keadaan bagaimanapun juga, dia selalu merasa berbahagia kar ena tak pernah kehilangan pegangan, tak pernah lepas hubungannya dengan Yang Maha Kuasa. Akan tetapi, bukan berarti bahwa dia menjadi seorang manusia istimewa.

Sama sekali tidak, karena sesuai dengan petunjuk gurunya, dia hidup normal dan seperti manusia biasa dengan segala macam kelemahan dan persoalannya walaupun persolan itu hanya mempengaruhi jasmaninya belaka, hanya kulit tidak menyentuh isi. Rohaninya sama sekali tidak terpengaruh.

Han Lin yang berusia dua puluh tahun itu bertubuh tinggi tegap, tampak biasa saja walaupun di balik semua yang biasa itu terdapat sesuatu yang luar biasa. Kulit tubuhnya agak gelap namun bercahaya dan bersih, membayangkan kesehatan.

Posting Komentar