Si Angin Puyuh Si Tangan Kilat Chapter 37

CSI

Ditengah pekarangan ini mereka memainkan Bit le ciang untuk serang menyerang. Meskipun tenaga Hong-thian lui cuma pulih tiga bagian dari kekuatan wajar, Lu Giok-yau merasakan berapa berat dan kuat tekanan tenaga permainannya. Dasar suka menang, segera ia kembangkan ringan tubuhnya, sengaja ia main petak untuk menggoda orang.

Betapapun kesehatan Hong-thian lui baru pulih sebagian kecil, meski punya tenaga pembawaan sehingga ia lekas sembuh dari luka parah, apalagi baru saja mampu berjalan, sudah tentu gerak geriknya lambat dan gentayangan, beberapa jurus kemudian, sedikit lena ia terjungkal roboh.

Lu Giok yau terperanjat, hatinya menyesal, cepat ia memapahnya bangun, katanya: "Akulah yang salah, sakit tidak?"

"Badanku kan belum keropos, begitu saja lantas sakit." demikian ujar Hong-thian-lui tertawa.

Sekonyong-konyong terdengar suara orang bergelak tawa mendatangi, waktu Lu Giok yau angkat kepala nampak dua orang masuk bersama. Mereka bukan lain adalah ayah dan Piaukonya.

Muka Lu Giok yau menjadi merah jengah, cepat ia lepaskan kedua tangan Hong-thian-lui. Sudah tentu semua adegan ini tidak lepas dari pandangan Khu Tay-seng, diam-diam timbul rasa jelusnya.

"Ling hiantit, sungguh tak sangka kesehatanmu pulih begitu cepat. Tapi jangan kau terlalu giat berlatih, yang penting kau pulihkan dulu kesehatanmu."

Khu Tay seng juga mendekat, dengan tawa dibuat buat ia ikut bicara : "Piaumoay, sungguh kau pantas menjadi untuk Ling-toako tidak sampai terluka. Ling toako, cukup berharga jatuhmu ini!"

Hong thian-lui tertegun batinnya: "Apa maksudnya?" meski dia seorang polos dan lapang dada, namun bukan seorang ceroboh betapapun ia tidak mengutarakan rasa hatinya.

"Piauko, kalau kau sakit bukankah akupun merawat kau? jangan kau sirik dan jelus begitu ?" dasar berwatak keras, Lu Giok yau utarakan isi hatinya secara lantang. Karuan Khu-tay-seng menjadi malu dan merah padam mukanya.

Lu-Tang-wan batuk-batuk, ujarnya; "Ling hiantit, kesehatan agak pulih sungguh aku ikut girang. Besok aku siap keluar pintu, kuharap kau seperti disini rumahmu sendiri, tentram dan legakan hatimu merawat luka. Paling lambat tiga bulan tentu aku sudah kembali, adakah kau punya pesan untuk disampaikan kepada ayah dan gurumu ?"

Hong-thian lui berpikir: "Tidak perlu tiga bulan, aku sudah dapat pulang sendiri. Namun menurut ucapan paman Lu, agaknya aku harus tinggal tiga bulan disini."

Sebetulnya iapun merasa berat untuk berpisah dengan Lu Giok-yau, tapi setelah melihat sikap dan mimik wajah Khu Tay-seng tadi, ia menjadi ingin pula lekas lekas pergi, untuk sesaat hatinya menjadi gundah dan tak tahu cara bagaimana harus bicara.

"Ling-hiantit, apa yang sedang kau pikirkan?" Lu Tang-wan ingat urusan putrinya, sehingga tidak enak untuk dibicarakan.

Hong-thian lui tersentak sadar, katanya tersipu-sipu; "Benar, aku punya suatu urusan harap paman Lu suka sampaikan kepada ayahku. Tapi, tapi....."

Melihat ia bersangsi Lu Tang wan lantas menukas; "Marilah bicara didalam saja. Giok ji sudah lama kau tidak berlatih bersama Piauko, kalian lanjutkanlah latihan ini."

Bahwasanya yang dipikirkan Hong-thian-lui adalah Ping hoat karya Go Yong itu. "Ping-hoat itu sekarang jatuh ditangan In-tiong-yan, apa perlu minta paman Lu menyampaikan kejadian ini kepada ayah?"

Waktu pertama kali Hong thian lui menginjak kakinya dirumah keluarga Lu, sikap Lu Tang wan terhadapnya panas dingin sukar diraba maka pengalamannya di Liang san itu ia tidak berani ceritakan kepada Lu Tang-wan. Tapi sekarang keadaan jauh berlainan, terutama setelah ia mendengar cerita Lu Tang wan mengantar dan melindungi Geng-kongcu itu, maka rasa sangsi dan kecurigaannya terhadap Lu Tang-wan laksana asap buyar sirna, sekarang dengan penuh kepercayaan ia menceritakan rahasia Ping-hoat karya Go Yong itu kepada Lu Tang-wan.

Setelah mendengar cerita rahasia ini di kamar rahasianya, bertambah lagi beban pemikiran Lu Tang wan. Katanya : "Untung kau tidak memperoleh Ping-hoat karya Go Yong itu.''

"Kenapa ?" "Karena bila kau membawa Ping-hoat itu, bahaya dan kesulitan yang bakal kau hadapi tak terhitung banyaknya."

"Aku tidak takut." jawab Hong-thian-lui tegas tanpa pikir.

Berkerut alis Lu Tang-wan, katanya dengan tertawa getir : "Waktu muda dulu watakku seperti kau sekarang. Tidak mengenal apa yang dinamakan takut. Akhirnya setelah mengalami berbagai kesulitan dan kerugian, baru sadar, setiap tindak tanduk harus berhati-hati dan waspada."

Mendengar ucapannya, Hong thian-lui menjadi kecewa dan berubah pandangannya terhadap Lu Tang-wan, dalam hati ia membatin : "Tak heran Giok-yau mengatakan, belakangan ini ayahnya bernyali kecil dan menjadi penakut. Kiranya setelah kaya nyalinya menjadi kecil !" maka timbul pertanyaan: "Bila sejak mula dia sudah tahu asal usul Geng-kongcu, apakah dia berani melindunginya? Bing Thing merahasiakan hal ini bukan mustahil karena tahu watak dan karakter sahabatnya ini."

Dilain pihak Lu Tang-wan tengah memikirkan urusannya: "Tiat wi bocah jempolan, namun berwatak berangasan, lambat laun bakal mendatangkan bencana. Usiaku sudah lanjut, yang kuharap melulu hidup sentosa di hari tua. Ai, apakah aku harus menyetujui perjodohan ini atau ditolak saja ?"

Setelah dipikir-pikir Lu Tang-wan berkata kalem : "Bukan aku takut urusan, bicara soal melawan penjajah, aku tak kalah dengan kalian ayah beranak. Tapi saat ini kita sedang berteduh diatap orang, tidak bisa tidak harus tunduk dan patuh. Kita harus tunggu saatnya baru bisa bergerak melawan musuh. Kalau tidak dengan tenaga dan kekuatan mana bisa membereskan urusan penting? Hiantit, meskipun kesehatanmu agak pulih, tapi kau harus sembunyi saja didalam rumah, jangan kau bergerak diluar. Bila terjadi sesuatu diluar dugaan, akulah yang berdosa terhadap ayahmu." ia tahu sukar membujuk Hong-thian-lui, maka ia putar kayun baru menuju kesasaran yang dituju.

Sebagai pemuda kampungan yang berwatak jujur, Hong-thian lui menjadi terharu dan tergerak sanubarinya, rasa segan dan hormatnya terhadap Lu Tang wan pulih kembali seperti semula. Katanya : "Paman Lu, legakan hatimu, aku pasti sembunyi saja didalam rumah, supaya tidak mengundang bencana bagi keluarga paman."

"Ai, agaknya kau belum memahami maksud hatiku. Bukan aku takut terembet ....."

"Tit-ji memang tidak pandai bicara, harap maafkan. Aku tahu nasehat paman adalah demi kebaikanku juga."

Lu Tang-wan tertawa lega, ujarnya, "Syukurlah kalau kau maklum."

Tapi beberapa hari kemudian setelah Lu Tang-wan berangkat, Hong thian lui melanggar pesan Lu Tang-wan. Tapi bukan sengaja ia melanggar pantangan ini, karena Lu Giok-yau yang ajak ia bermain diluar.

O^~^~^O

Hari itu cuaca cerah, melihat Hong thian-lui sudah bisa berjalan tegap dan bergerak dengan leluasa, Lu Giok-yau lantas berkata : "Ling-toako, mari kuajak kau ke suatu tempat untuk bermain."

"Tempat apakah itu ?"

"Dibelakang gunung ada sebuah tempat sepi tersembunyi, itulah sebuah lembah sempit yang terapit dua gunung, lembah itu datar dan lapang, tempat paling bagus untuk berlatih silat."

"Aku tidak mau kesana."

"Kenapa ?" tanya Lu Giok-yau melengak heran.

"Ayahmu pernah berpesan supaya aku tidak keluar pintu."

"Kalau begitu aku berjanji tidak beritahu kepada ayah bila dia kembali."

Hong-thian-lui goyang kepala, sahutnya : "Begitupun tidak boleh."

"Kau ini plintat-plintut, kenapa tidak boleh ?"

"Seorang laki-laki tidak boleh menjilat ludahnya sendiri !"

"Pergi bermain kan bukan soal penting, kenapa bersikap serius ?"

"Ai, kau tidak tahu, aku, aku ..."

"Dalam hal apa aku tidak tahu ? Aku tahu bahwa kakek moyangmu adalah pahlawan gagah Liang san. Sejak dulu ayah pernah beritahu kepada aku."

"Kau sudah tahu syukurlah, jangan aku membawa petaka buat keluargamu."

"Aku bilang ayah bernyali kecil. Kenapa kaupun penakut?"

"Tetangga mana tidak tahu kau adalah tamu kami ? Aku tidak percaya bermain diluar bakal kepergok musuh yang mengenal kau? Apalagi lembah datar itu sepi dan jarang dikunjungi orang, tiada orang luar yang tahu tempat itu."

Hong-thian-lui paling takut dimaki sebagai setan bernyali kecil, apalagi selama hidup sampai sebesar ini baru pertama ia dianggap plintat-plintut. Ia menjadi penasaran dan garuk kepala oleh kebinalan Lu Giok-yau.

Melihat wajah Hong-thian-lui yang lucu, Lu Giok-yau tertawa geli, katanya : "Hayolah, jangan ragu ragu. Kau sudah sebal dua bulan diatas ranjang, sudah saatnya melemaskan otot dan tulang."

Akhirnya tergerak hati Hong-thian lui oleh bujukan Lu Giok-yau, setelah pikir-pikir, ia berkata: "Baiklah, aku akan temani kau. Tapi kau harus terima sebuah permintaanku."

"Lho justru aku temani kau bermain sekarang kau putar balik persoalannya dan menekan lagi dengan syarat ! Coba katakan, apa syaratnya ?"

"Jangan serius ? aku hanya pikir..."

"Pikir apa ? Katakan sewajarnya, kalau tidak akan kumaki kau plintat-plintut lagi lho..."

"Aku ingin mengajak saudara Tay-seng sekalian."

Lu Giok-yau tertegun sebentar, tanyanya : "Kenapa mendadak kau teringat kepadanya ?"

"Bukan teringat mendadak," sahut Hong-thian-lui tergagap, "Hari itu, hari itu, waktu latihan aku terjatuh, kau begitu . . . begitu baik terhadapku, kelihatannya dia merasa kurang senang."

Merah jengah muka Lu Giok-yau, katanya : "Kuanggap Tay-seng berpandangan cupat, ternyata kaupun berpandangan sempit."

"Lebih baik ajak dia, supaya tidak marah. Bertambah seorang, kalau latihan kan ramai."

Dalam hati Lu Giok-yau berpikir : "Memang selama dua bulan ini sikapku dingin terhadap Piauko, kelihatannya dia sirik dan jelus terhadap Ling-toako. Dengan kesempatan ini biar kupererat hubungan mereka." maka ia berkata tertawa : "Agaknya kau pintar perhatikan orang lain, tapi perlu kuperingatkan bila pergi bersama Piauko berarti kita tak bisa latihan bersama."

"Kenapa ?" "Beberapa kali dia kuajak latihan selalu menampik. Kutanya apa sebabnya dia tidak mau bicara. Meski dia tidak mau menjelaskan, aku sudah tahu isi hatinya. Ilmu silatnya tidak setinggi kau, suka agulkan gengsi pribadi lagi, sudah tentu ia tidak sudi berlatih dengan kau."

"Dia berpikiran cupat, aku tidak tahu malah. Cuaca begini baik, sebetulnya aku tidak ingin latihan, marilah kita jalan-jalan saja melapangkan perasaan."

Lu Giok-yau suruh seorang pelayannya memanggil Khu Tay seng. Setelah mendengar penuturannya, Khu Tay-seng tertawa, katanya : "Kalian pergi saja, lebih baik aku tidak ikut. Apakah tidak mengganggu ?"

"Apakah maksud ucapanmu ini ?" semprot Giok-yau sambil menarik muka.

"Aku hanya berkelakar. Piau-moay, jangan marah lho. Tapi kalian tunggu sebentar, aku ganti pakaian."

Tunggu punya tunggu, kira-kira setengah jam lebih baru Khu Tay-seng selesai ganti pakaian, kata Lu Giok-yau mengomel : "Kau bukan gadis pingitan, perlu pakai pupur dan poles gincu segala, ganti pakaian saja begitu lama ?"

"Kenapa gugup, sekarang belum tengah hari, masih banyak waktu untuk bermain sepuasnya. Kau kira aku hanya ganti pakaian saja ? Lihatlah, aku telah sediakan ransum untuk perbekalan."

?Piauko, agaknya aku terburu nafsu. Dengan membawa makanan kita bisa bermain lebih puas lagi, tapi ibu ..."

"Aku sudah suruh pelayan memberi tahu kepada beliau."

Lu Giok-yau semakin senang katanya : "Kaulah yang lebih cermat. Marilah berangkat."

Terkurung beberapa bulan Hong thian-lui merasa gemes sekarang berada dialam terbuka berdiri diatas rumput nan hijau ditimpa sinar matahari nan cemerlang, perasaan menjadi lapang sambil menyedot hawa segar, ia berkata; "Tempat ini memang baik sekali."

"Sebetulnya tempat ini memang dinamakan Pek hoa-kok (lembah seratus bunga), sesuai dengan namanya bila musim semi, ratusan macam kembang mekar bersama lautan kembang seperti permadani indah dalam lukisan."

"Apa benar?" ujar Hong-thian-lui terlongong, "Sayang musim semi ....."

Posting Komentar