Si Angin Puyuh Si Tangan Kilat Chapter 40

CSI

Namun ia tak mampu menerjang keluar kepungan, seperti dugaan Tokko Hiong, lambat laun tenaganya mulai terkuras dan makin lemah. Hong thian lui harus tetap bertahan, meski keadaannya sangat payah. Sebaliknya keadaan Lu Giok-yau disebelah sana jauh lebih berbahaya lagi.

Kepandaian Sam-cengcu Ciok-keh-ceng yang bernama Ciok Khong diatas engkohnya Ciok Goan. Permainan Pat-kwa-ce-kim-to-hoat sangat lihay, begitu kencang ia memutar goloknya sampai hujan angin tak dapat membasahi tubuhnya. Betapapun Lu Giok-yau masih cetek pengalamannya, tenagapun kalah kuat, apalagi mendengar Hong-thian-lui terjungkal jatuh, hatinya menjadi gugup, diserang dengan gencar oleh golok Ciok Khong, permainannya menjadi kalang kabut.

Bertanding tunggal, Lu Giok-yau kurang pengalaman, melawan Ciok Khong belum tentu menang, apalagi kepandaian perempuan pertengahan umur itu juga tidak lemah, kedua golok Liu-yap to panjang pendek itu ditambah Ce-kim to Ciok Khong, tiga golok melawan satu pedang, sudah tentu Lu Giok-yau terdesak dibawah angin, untuk membela diri rasanya tidak mampu lagi.

Terdengar Hong-thian-lui membentak : "Kalian kemari hendak menangkap aku, aku hanya tamu dirumah keluarga Lu, kenapa kalian mempersulit nona Lu !"

Ciok Khong bergelak tawa, serunya : "Untuk melepas nona Lu gampang saja, asal kau menyerah dan diringkus !"

"Kentut! Seorang laki laki lebih baik mati dari pada dihina. Aku Ling Tiat-wi tak sudi minta ampun kepada kalian bangsat kurcaci." demikian bentak Hong thian-lui dengan murka.

Tokko Hiong menjengek dingin : "Tapi kau tidak ingin nona Lu celaka bukan ? Kupuji kau gagah berani, seorang kesatria. Kau harus pikirkan kepentingan nona Lu ! Bukan soal kau minta ampun terhadap kami, tapi kau minta ampun untuk keselamatan nona Lu. Pepatah mengatakan seorang laki-laki berani berbuat berani bertanggung jawab, berkorban demi nona Lu, kau terhitung seorang laki laki siapa berani pandang rendah dirimu ? Apalagi majikan kami merasa kagum dan ingin bersahabat dengan kau, beliau takkan menyiksa atau menganiaya kau." Tokko Hiong yang cerdik punya perhitungan, meski situasi menguntungkan pihaknya, tapi ia kawatir kalau Hong thian-lui berlaku nekad, bertempur sampai titik darah penghabisan, bukan mustahil pihak mereka juga akan jatuh korban.

Setelah mendengar obrolan Tokko Hiong, Hong-thian-lui menjadi sangsi. Pikirnya : "Jika hanya aku saja, aku labrak mereka sampai gugur bersama. Tapi Lu Giok-yau ikut berkorban karena aku, aku malu bertemu dengan ayahnya..." tapi meskipun ia merasa serba sulit dan situasi memang gawat dan tidak menguntungkan pihaknya, kalau harus menyerah dan diringkus meski demi keselamatan Lu Giok-yau, betapapun ia tak sudi.

Lu Giok-yau berteriak : "Ling-toako, jangan kau ditipu mereka paling jiwa kita melayang. Kami tak lahir dalam waktu yang sama, biarlah gugur dalam hari bulan dan tahun yang sama, bukankah menyenangkan !"

Ciok Khong terbahak-bahak, serunya mengolok : "Bocah hitam itu besar rejeki; gadis rupawan yang genit ini ternyata rela sehidup semati bersamanya. Baik, genduk tak tahu malu ini rela mampus demi kekasih, biarlah aku menyempurnakan kamu."

"Hai, kita ringkus hidup-hidup saja !" Tokko Hiong segera berteriak.

"Saudara Tokko tak usah kawatir," sahut Ciok Khong menyengir, "aku hanya menggertak belaka. Tapi kalau genduk ini tidak mau menyerah, jiwa boleh diampuni, namun siksaan harus dia rasakan."

Berdiri alis Lu Giok-yau, makinya murka: "Bedebah mulut anjing takkan tumbuh gading, kalau bukan kau yang mampus biar aku yang mati.''

"Aku tidak bunuh kau, sebaliknya kau hendak bunuh aku?'' ejek Ciok Khong mengejek, "Aku kawatir keinginanmu sulit terkabul ! Hehehehe, aku jadi sayang melayani nona ayu genit macammu ini."

Mendengar pernyataan Lu Giok-yau tadi dada Hong-thian-lui merasa hangat dan mesra, teriaknya; "Adik Yau, terjanglah kemari. Benar, kita harus gugur bersama." Biasanya Giok-yau ingin berhubung lebih akrab dengan panggilan kakak beradik secara kekeluargaan, namun Hong-thian-Iui selalu memanggil 'nona Ku', untuk pertama kali ini ia dengar pemuda ini memanggil adik Yau kepadanya.

Lu Giok yau baru sadar oleh peringatannya itu, batinnya : "Benar, aku belum kembangkan Ginkangku kenapa tidak dicoba? bila bisa gabung bersama Ling-toako, tentu bisa saling tolong dan bantu, seumpama mati juga punya kawan seperjalanan.'' Maklum pergalamannya cetek, dikeroyok dua lagi. hatinya tegang dan nekad adu jiwa melulu, lupa untuk melarikan diri.

Agaknya perempuan pertengahan umur itu menebak isi hatinya, godanya tertawa : "Genduk ayu hendak menemui gendakmu bukan ? Hehehehe, kecuali kau bujuk dia menakluk kalau tidak jangan harap kalian bisa hidup bersama dalam dunia fana ini."

"Sret !" tahu tahu ujung pedang Lu Giok-yau menusuk kearah lambungnya. Cepat Ciok Khong melintangkan golok menangkis, "Trang!" kembang api berpijar pedang miring. Ciok Khong tak mau kalah menggoda ; "Maksud Hoa-toanio demi kebaikanmu, ucapannya tadi harus kautimbangkan dengan cermat."

"Kentutmu busuk !" maki Giok yau seraya obat abitkan pedangnya dengan jurus Giok-li-to-so Pek hong-koan jit dan Lo kong-sia ciok beruntun tiga rangkai serangan pedang memberondong kepada Ciok Khong secepat badai. Seolah olah ia sudah berlaku nekad untuk adu jiwa.

"Genduk goblok, apa benar kau hendak adu jiwa ?" olok Ciok Khong, dalam hati ia membatin : "Tokko Hiong melarang aku melukai dia, ini mempersukar tindakanku." belum lenyap pikirannya ini, sekonyong konyong dengan gaya Sip-hiong-jiau hoan-in (menyedot dada jumpalitan melampaui mega), tubuhnya mencelat kebelakang setombak lebih. Perempuan pertengahan umur memburu dan membacok, namun dengan gesit Giok yau melayang dan berkelebat mengegos, gerak geriknya selincah kera selicin belut, sekejap saja ia sudah lolos dari kepungan kedua musuhnya.

Perempuan pertengahan umur menjadi gugup, teriaknya : "Genduk busuk, kau kira bisa lari?" terdengar suara mendengung, dua biji Thi lian-cu menyamber dari arah depan, cepat Giok-yau mengegos miring, belum lagi kakinya berdiri tegak dua butir senjata mata uang tembaga sudah melesat tiba pula. Kepandaian menyambit senjata rahasia perempuan pertengahan umur ini belum termasuk kelas utama, namun sambitannya lincah dan mengagumkan. Senjata rahasianya melesat lewat diatas kepala Lu Giok-yau, tahu-tahu berputar balik menyerang lagi.

Terpaksa Giok-yau putar pedangnya menangkis, senjata rahasia perempuan pertengahan umur itu memberondong tak kenal putus. Lu Giok-yau kerepotan. Sebetulnya ilmu pedang Giok-yau berkelebihan untuk menjaga diri dari berondongan senjata rahasia musuh, soalnya ia sudah bertempur setengan jam, tenaganya terkuras, ia hanya mampu menjaga diri saja.

Ciok Khong terloroh-loroh, dengan langkah lebar ia memburu, teriaknya : "Akal bagus. Hoa-toanio, kurintangi dia, kau serang jalan darahnya dengan senjata rahasiamu."

Jelas Ciok Khong bakal melabrak tiba; mendadak terdengar suara "Trang tring" yang riuh, semua senjata rahasia disambitkan perempuan pertengahan umur mengapa tahu-tahu jatuh ketanah.

Kepandaian Ciok Khong betapapun lebih tinggi dan luas pengalamannya, sekaIi pandang tahulah dia, seseorang dengan segenggam batu yang diremas hancur menangkis seluruh senjata rahasia Hoa toania, gaya yang digunakan adalah Thian-li-san hoa. Seperti diketahui salah satu warisan keluarga Ciok yang kenamaan adalah pasir beracun pencabut nyawa disambitkan dengan jurus Thian-li san hoa, bedanya ia tidak mahir Bian-ciang untuk meremas hancur batu menjadi tepung. Hanya dengan butir pasir kecil berhasil meruntuhkan senjata rahasia yang terbuat dari besi, betapa tinggi Lwekang orang itu, terang dirinya bukan tandingan. Yang membuatnya lebih mengkirik adalah setelah meruntuhkan senjata rahasia Hoa-toanio, orang itu tetap tak mengunjukkan diri.

Sebaliknya Hoa toanio belum tahu bahwa senjata rahasia diruntuhkan pihak lawan, lebih tak tahu orang itu menggunakan cara apa dan dimana orang itu. Meski kepandaiannya tidak terhitung kelas satu dikalangan Kangouw, namun diantara kawan-kawannya, terhitung dia yang paling lihay. Sekarang secara misterius senjata rahasianya tahu-tahu runtuh semua, betapa malu dirinya, keruan ia menjadi gusar, makinya : "Kurcaci busuk, kalau berani silakan keluar, main sembunyi terhitung orang gagah apa ?" ia beranggapan orang itu sembunyi disekitar gelanggang pertempuran, kalau tidak mana mampu meruntuhkan senjata rahasianya ?

Ciok Khong mendesiskan mulutnya. Perempuan pertengahan umur itu menjadi tertegun heran, katanya : "Ciok-samko, apa maksudmu? Kau takut disergap bangsa pengecut, nyonya besarmu ini tidak gentar!" melihat orang belum sadar dan waspada, Ciok Khong mengerut kening, katanya merendahkan suaranya: "Hoa-toanio, kau salah pandang, coba kau lihat . . ."

Baru sekarang perempuan pertengahan umur itu tersentak kaget, memandang kearah yang ditunjuk Ciok Khong, tampak seorang laki-laki berusia tujuh delapan likur mengenakan jubah panjang warna biru tua, muncul dilereng gunung sana, jarak mereka masih terpaut ratusan tindak, orang itu berlenggang mendatangi kearah mereka. Tangannya mengebas-ngebas sebuas kipas, dilihat dandanannya seperti pelajar kutu buku.

Waktu itu menjelang pertengahan bulan sepuluh, meski musim dingin didaerah selatan terlambat datangnya dan belum turun salju, namun hawa sudah cukup dingin. Orang ini hanya mengenakan jubah panjang yang tipis, tangannya mengebas kipas lagi, terang bukan orang biasa.

Perempuan pertengahan umur menjadi keder, katanya, "Ciok samko, kau, kau kira dia inilah orangnya?"

Langkah orang itu lambat-lambat saja, seperti orang berjalan umumnya, tapi dalam sekejap mata tahu-tahu sudah berada didepan mereka, katanya dingin: "Benar, akulah yang meruntuhkan senjata rahasiamu. Sebagai ahli aku tidak perlu main sembunyi."

Sungguh kejut Hoa toanio bukan kepalang, harus maklum senjata rahasia terbang ratusan tindak jelas sukar dan tak mungkin dilakukan olehnya, tapi orang itu mampu meruntuhkan senjata rahasianya dengan batu kerikil saja, gaya apa yang digunakan musuh ia tidak tahu. Kepandaian senjata rahasia orang ini jauh lebih tinggi, entah berapa kali lipat lebih lihay.

Turun tangan dulu lebih untung, demikianlah Hoa-toanio berpikir secara licik. Diam-diam tangannya sudah menggenggam enam batang pisau terbang, bila orang itu makin dekat, dia akan menyambitkan senjata rahasianya dengan tipu Liok liong ping-ca (enam naga tandang bersama).

Betapapun pengalaman Ciok Khong lebih luas, cepat ia berkata ; "Hoa-toanio jangan semberono !'' tersipu-sipu ia menjura kepada orang itu serta sapanya: "Siapakah tuan ini, kenapa bermusuhan dengan kami ?"

Orang itu menggoyangkan kipasnya jawabnya tawar: "Sekarang aku belum tahu apakah perlu aku bermusuhan dengan kalian. Tunggu sebentar, biar kutanya dulu !"

"Tuan ingin tanya apa ?" Ciok Khong sangka orang itu hendak tanya kepadanya, ternyata orang itu berpaling dan tanya kepada Lu Giok-yau: "Harap tanya nona, Lu Tang wan itu pernah apamu ?"

Posting Komentar