Si Angin Puyuh Si Tangan Kilat Chapter 39

CSI

Si muka burik bukan lain adalah Ciok-jicengcu dari Ciok-keh-ceng di Tay-tong-hu dalam daerah Siam say. Sedang si jambang bauk adalah majikan tiga belas peternakan di Kwan tiong yaitu Tokko Hiong. Secara resminya ia sebagai direktur peternakan, namun diluar tahu orang, ia menjadi anggota Gi-lim kun kerajaan Kim dengan pangkat tituler.

Kedua orang ini pernah mendapat pelajaran pahit dikarang kepala harimau di puncak Liang-san. Dengan pasir beracun ia membokong Hek swan hong, tapi dipukul balik dengan Bik khong ciang-lat sehingga senjata makan tuan, hingga mukanya menjadi burik. Luka yang diderita Tokko Hiong rada ringan, namun urat nadinya terluka, setelah merawat lukanya beberapa bulan baru sembuh.

Setelah berhasil melarikan diri dari Liang san, demi menuntut balas juga karena kemaruk harta dan pangkat, Ciok-goan mohon bantuan Tokko Hiong, akhir resmi iapun diangkat salah seorang kaki tangan setia bagi penjajah Kim, langsung dibawah pimpinan Wanyen Tiangci.

Beberapa orang ini adalah sampah persilatan yang kena dipelet dan dijubuk oleh Wanyen Tiang-ci untuk menjadi kaki tangannya, secara rahasia mereka tercatat sebagai anjing alap-alap, hal ini tetap dirahasiakan dan belum terbongkar di kalangan Kangouw.

Diantara kawanan anjing alap alap ini, selain Ciok Goan, masih ada lagi adiknya, Ciok Khong, Sam ceng cu dari Ciok keh-ceng.

Ciok Khong sudah memburu tiba serta berteriak : "Biar aku yang layani budak ini, Jiko lekas kau bekuk Hong-thian-lui bocah itu."

"Benar, kita ringkus dulu tujuan utama." seru Ciok Goan sambil ulap tangan, beberapa orang memburu dibelakangnya kearah Hong-thian-lui.

Tokko Hiong mendengus hidung, jengeknya dingin: "Kalian harus hati-hati, meski bocah ini terluka, mungkin merupakan lawan berat bagi kalian.''

Belum habis dia bicara, terdengar suara gedebuk sebelum kawanan pengejar itu menangkap Hong-thian-lui, sudah jatuh terbanting sendiri.

Ternyata meski Lwekang Hong-thian-lui sudah pulih tiga bagian, untuk lari dan berloncatan, kedua kakinya masih kurang lincah, apalagi Ginkangnya memang jelek, saking gugup kakinya menjadi berat ribuan kati maksudnya hendak menolong Khu Tay-seng, sedikit kurang hati hati ia keserimpet dan jatuh terguling.

Ciok Goan berada paling depan, ia terloroh-loroh, katanya : "Tokko-heng, kau terlalu agulkan bocah ini. Lihatlah, berdiri saja bocah ini tak kuat, masa perlu takut." sembari berkata segenggam pasir beracun di tangannya disambitkan kearah Hong-thian-lui.

Ciok Goan sambitkan pasirnya dalam jarak beberapa tombak, diam-diam ia membatin: "Kunanti setelah racun bekerja dalam tubuhnya baru kubekuk dia tentu segampang membalikkan tangan."

Ternyata kepandaian Tokko Hiong paling tinggi diantara gerombolannya, melihat Tokko Hiong tidak berani pandang rendah bocah ini, maka Ciok Goan berlaku hati-hati dan waspada. Dia kira luka Hong-thian-lui belum sembuh, pasti tak berani menangkis pasirnya beracun, maka ia menyerang dulu dengan senjata rahasia dengan maksud mencari jalan mundur terlebih dulu bila terjadi sesuatu diluar dugaan.

Tak duga begitu pasir beracun disambitkan, terdengar Hong-thian lui menghardik sekeras guntur, tampak sebuah telapak tangannya dihantamkan keluar, serangkum hebat menabur kalutkan segenggam pasir beracun menggulung balik kearah dirinya. Keruan kaget Ciok Goan serasa arwahnya meninggalkan badan, cepat ia berguling guling ditanah untuk jiwanya selamat.

Terdengar Tokko Hiong terkekeh-kekeh mengejek disebelah sana, serunya : "Sudah kuperingatkan untuk hati-hati, kau tetap bandel, untung tidak terluka, tapi selanjutnya kau tidak perlu takut lagi. Mari maju bersama aku."

Secara diam-diam Tokko Hiong sudah membandingkan kepandaian Hong-thian lui dengan Hek-swan-hong. Tatkala dikarang kepala harimau dulu, dengan Bit khong-ciang-lat yang sama pula, Hong thian lui tak mampu melukai Ciok Goan, padahal dia tahu, Lwe-kang Hong thian-lui lebih unggul dari Hek-swan hong. Menurut pertimbangannya, Hong-thian lui masih membekal luka dalam yang masih cukup parah. Maka Tokko Hiong membatin : "Khu Tay seng ternyata tidak membual. Bocah ini belum sembuh seluruhnya, malah lebih parah dari sangkaanku semula.''

Hong thian lui duduk bersila di tanah berumput, bentaknya : "Yang tidak takut mati, silakan maju!"

Tokko Hiong mengejek dingin: "Bocah, kematian didepan mata masih berani main gertak segala? Sayang tenagamu sudah ludes, sekali gebrak saja kutanggung kau bakal lapor kepada Giam-lo-ong!"

"Coba buktikan." dengus Hong-thian-lui, "Memang aku tak ingin hidup lagi, umpama harus adu jiwa, kalian mesti ada yang ikut mampus sebagai tumbalnya."

Tokko Hiong bergelak mengejek, serunya, "Bocah memang kau tidak bernama kosong, tidak takut mati. Bukan coba-coba, tapi kenyataan mesti mampus !" karena Hong-thian-lui tidak mampu berdiri, segera ia menubruk maju serta menggerakkan kedua telapak tangan mengepruk batok kepalanya.

Hong-thian-lui berteriak mengguntur, kedua telapak tangannya menyongsong kedepan seketika ia rasakan telapak tangannya seperti menghantam papan besi yang membara. Untung tubuh Hong-thian-lui cukup keras dan kasar, yang terasa sakit hanya kulitnya saja.

Diluar tahunya lawan lebih menderita dibanding dia. Begitu Tokko Hiong mengadu pukulan, terasa jantungnya tergetar, isi perutnya seperti dipuntir dan jungkir balik cepat-cepat ia mundur dan mengendalikan hawa murni mengatur napas, lalu melangkah kebelakang Hong thian lui melancarkan sebuah pukulan lagi.

Hong thian lui tahu gerak-geriknya tidak leluasa, maka ia hanya bertahan belaka bila serangan musuh tiba, cepat sekali ia membalik tangan memukul kebelakang. Kali ini Tokko Hiong tidak berani adu pukulan lagi, dengan gerak naga sakti melenggong tahu-tahu ia memutar ke kanan Hong-thian lui.

Diam-diam Tokko Hiong merasa beruntung dalam hati, pikirnya; "Untung luka-luka bocah ini belum sembuh. Sekarang saatnya aku menggempur sekuat tenagaku."

Ternyata adu pukulan tadi hanya menjajal Lwekang Hong-thian-lui masih ada berapa bagian diketahui bahwa Lwekang Hong-thian-lui masih lebih kuat dari kemampuannya, namun tenaganya bakal terkuras habis dalam waktu yang singkat. Kalau Hong-thian-lui tidak mampu berdiri akan malas menyerang, apa pula yang harus ditakuti?

Dalam pada itu, Hong-thian-lui rasakan telapak tangannya panas seperti dipanggang. Bentaknya; "Kau Tokko Hiong yang menjagoi Kwan-tong itu? Latihan latihan Lui siu-ciangmu belum sempurna, mana dapat membuat aku cidera? Tapi, ingin aku tahu diantara kita belum pernah bermusuhan, kenapa kau hendak mencelakai jiwaku?"

Guru Hong-thian-lui pernah membicarakan ilmu silat dari berbagai aliran dan golongan diseluruh dunia ini. Lui-sin ciang Tokko Hiong meski belum matang dan termasuk kelas dua, namun gurunya pernah menyinggung kepandaian yang cukup hebat ini. Sudah tentu gurunya tidak tahu bahwa Tokko Hiong sudah menjadi antek musuh, anggapannya orang hanya menjagoi daerahnya belaka.

Berkerut alis Tokko Hiong, tiba-tiba timbul akal dalam benaknya, katanya terbahak-bahak : "Baiklah, supaya kau tahu dan mati dengan jelas ! Memang selamanya kita tidak pernah bermusuhan. Tapi bukankah kau bermusuhan dengan In-tiong-yan, apakah kau melupakan hal itu ?"

Hong thian-lui menjadi sadar, katanya : "O, kiranya kau komplotan perempuan siluman itu."

"Terima kasih akan pujianmu. Kami hanya anak buah In-tiong-yan saja, mana berani mengagulkan diri sebagai 'komplotan'-nya. Tapi cukong kita itu ketarik pada kau, katanya asal kau mau menjadi kawan karibnya dan ikut kami pulang menemui beliau, dia akan mengampuni jiwamu. Hehehehe, kulihat kau ini bukan bocah gendeng, kau harus pandai melihat gelagat dan menerima kebaikanku ! Mau untung atau mau rugi tergantung pikiranmu saja."

"Kentutmu busuk." maki Hong-thian-lui gusar, "Aku lebih rela mati dari pada minta ampun kepada siluman perempuan itu."

Hari itu ia pernah memperbincangkan pribadi In-tiong-yan dengan Hek-swan hong, semua orang mencurigai In tiong-yan adalah bangsa Nuchen (Kim), tapi Hek-swan hong sendiri tidak berani memastikan, sebaliknya dia curiga, kini setelah mendengar ucapan Tokko Hiong lebih mempertebal keyakinannya.

"Baik, bocah keparat, kau tidak menerima kebaikan, biar kuantar kau keakherat ! Bocah ini kuat bertahan lama, hayo maju, kalian takut apa ?" demikian Tokko Hiong berkaok-kaok.

Ciok Goan sudah merayap bangun, umpama burung yang ketakutan melihat bidikan panah, semula ia ragu-ragu setelah melihat Hong thian-lui benar-benar tidak mampu berdiri, sedang Tokko Hiong juga tidak terluka setelah beradu pukulan dengan lawan, nyalinya bertambah besar, segera ia mendahului maju menyerang.

Begitu Ciok Goan menyerbu, yang lain lainnya tak mau ketinggalan. Tapi mereka tak berani mendekati Hong thian lui, senjata yang mereka gunakan adalah tombak pedang dan bandulan serta senjata panjang lainnya, jarak mereka terpaut satu tombak lebih, main sergap dan menyerang tempat mematikan di tubuh Hong-thian lui.

Setiap Hong-thian-lui menggerakkan kedua tangannya, gerakannya membawa deru angin keras, pertahanannya amat kuat dan rapat, musuh tak mampu melukai dirinya, bila dekat senjata mental balik tergetar oleh tenaga pukulannya.

Posting Komentar