Si Angin Puyuh Si Tangan Kilat Chapter 29

CSI

Melihat putrinya tidak terluka Lu Tang wan menyesal akan tindakannya yang terburu nafsu tadi, segera mundur kembali ketempatnya semula.

Lian Tin-san tertawa dingin, oloknya, "Muridku tidak melukai seujung rambut putrimu, sudah lega hatimu !"

Lu Tang-wan mendengus katanya: "Baik, nanti aku yang minta petunjuk ilmu silatmu !" Waktu mendorong Ko Teng-ngo tadi, kedua tangan Khu Tay-seng kesemutan, sebetulnya hatinya agak gentar, mendengar sang Piaumoay minta dia menuntut balas timbul semangatnya, segera ia membentak, "Baik, sekarang giliran kubelajar kenal dengan ilmu silatmu."

Melihat hubungan Tay-seng begitu mesra dengan Lu Giok yau, jelus hati Ko Teng ngo jengeknya; "Kaupun termasuk murid Lu-loenghiong, kabarnya diantara muridnya kepandaianmu paling tinggi, kau ingin kenal ilmu silatku. Hahahaha sangat kebetulan malah."

Tanpa banyak bicara mereka lantas bergebrak, Ko teng-ngo ingin menghajarnya, maka ia kembangkan Hun kin-joh kut, setiap jurus menggunakan tenaga penuh, yang diincar tempat berbahaya yang mematikan.

Khu Tay seng menebalkan nyali sekuat tenaga dengan segala kemampuannya ia melawan. Sayang secara kenyataan kepandaian setingkat dibawah lawan, meski ia sudah kerahkan setaker tenaganya, namun terdesak dibawah angin.

Dalam pertempuran seru itu dengan serangan Im-yang siang-jong ciang, Khu Tay-seng balas merangsak dengan sengit, berusaha mencapai kemenangan dan posisinya kepepet itu, umpama semua murid kalah betapapun harus gugur bersama, biar kalah asal menyenangkan sang Piaumoay, rasa sakit atau terluka tidak dihiraukan lagi.

Terdengar Ko Teng ngo terkekeh-kekeh, serunya lantang : "Para hadirin harap perhatikan dia yang menumbuk, bukan aku sengaja melukainya." belum habis suaranya kedua telapak tangan sudah terangkap dan tepat menggencet pergelangan tangan Khu Tay seng, bila kerahkan tenaga dan dipelihara pasti tangannya putus.

Dalam keadaan gawat itulah tiba tiba gelombang tenaga dahsyat menerpa datang. Mencelos hati Ko Teng ngo, kagetnya bukan kepalang, cepat ia lepas tangan dan mundur serta berteriak : "Lu loenghiong, kau... kau....." setelah melihat orang yang berada didepannya, seketika merah jengah selebar mukanya, kata-kata selanjutnya juga ditelan kembali.

Ternyata yang menolong Khu Tay-seng bukan Lu Tang wan, tapi seorang pemuda yang lebih mudah usianya sendiri. Dia tak lain tak bukan adalah Hong thian-lui Ling Tiat wi.

Sudah tentu bukan maksud Hong-thian-lui membokong, yang jelas tujuannya hendak memisah saja. Soalnya sebelum ia memburu tiba tenaga pukulannya sudah memberondong lebih dulu. Ko Teng-ngo tidak melihat jelas, ia anggap murid murid Lu Tang-wan tiada yang punya tenaga dalam sekuat ini, maka ia kira Lu Tang-wan sendiri yang turun gelanggang. Takut pukulan Lu Tang-wan bakal menghabisi jiwanya, tersipu-sipu ia lepas tangan dan tak sempat melintir putus tangan Khu Thay seng. Terpaksa dia kerahkan hawa murni bersiaga, sebelum Hong-thian-lui menerjang tiba, dia sudah lepas tangan melompat kesamping.

"Akupun termasuk angkat muda Lu loeng-hiong," demikian ujar Hong-thian-lui, "Hari ini aku menyampaikan selamat ulang tahun beliau. Tadi kau mengatakan, siapapun asal angkatan muda Lu-loenghiong akan kau beri ajaran !"

Kejut dan girang hati Lu Tang-wan, pikirnya : "Sudah kebacut dia keluar, biarlah diapun coba-coba." maka ia bicara : "Aku masih disini lho, Ko lote, kenapa kau panggil aku? Hehehe, belum saatnya aku turun gelanggang. Kau tak usah gembar gembor!" lalu ia berpaling dan berkata pada Hong thian-lui : "Tiat wi Hiantit, teguhkan hatimu menghadapi petunjuk saudara Ko !"

Usia Hong-thian-lui lebih muda dari Ko Teng-ngo, waktu masuk gelanggang tadi Ko Teng-ngo sudah obral omongan secara takabur, terpaksa ia harus mengeraskan kepala, sahutnya: "Benar, memang tadi kukatakan demikian, maju bersama atau giliran satu persatupun tetap kulayani." dalam hati ia berpikir : "Lwekang bocah ini kelihatan lebih unggul dari aku satu tingkat, namun belum tentu dapat menandingi tujuh puluh dua jalan Toa-kim-na-jiuku yang lihay ?" dasar licik ia mengatur jalan mundurnya lebih dulu, umpama kalah, betapapun tidak sampai malu.

"Jangan kawatir," ujar Hong thian lui dingin. "Aku Ling Tiat-wi takkan ambil keuntungan. Kau bilang aku bertempur giliran? Baik, aku batasi pertempuran ini sepuluh jurus saja, kalau dalam sepuluh jurus aku tak mampu merobohkan kau anggap aku yang kalah."

Diam diam girang hati Ko Teng ngo, namun lahirnya pura pura gusar makinya: "Bedebah! Kau pandang rendah diriku ?"

"Kau sudah tempur tiga babak tenagamu banyak terkuras, kalau tidak kubatasi bukankah aku beruntung ? Kalau kau tidak mau diremehkan aku orang she Ling juga tak mau dicela oleh para Enghiong yang hadir."

Memang Ko Teng-ngo memancing pernyataan terbuka ini, segera ia menanggapi; "Baik, kau sendiri yang bilang, bukan aku yang membatasi sepuluh jurus !"

Harus diketahui, untuk menang dalam perkelahian tidaklah sulit, yang sulit adalah merobohkan lawan, paling sedikit bekal kemampuan sendiri harus lebih tinggi satu atau dua tingkat dari musuh. Sudah tentu Ko-Teng-ngo tidak percaya bocah yang jauh lebih muda dari dirinya ini punya kepandaian begitu tinggi ?

"Nih, boleh kau mulai dulu, kau sebagai tamu aku mengalah tiga jurus!" demikian bentak Hong thian lui. Batas yang dia tentukan adalah sepuluh jurus, sengaja ia mengalah lagi tiga jurus tanpa balas menyerang, berarti tinggal tujuh jurus. Dalam tiga jurus ia harus waspada supaya tidak dirobohkan lawan.

Murid murid Lu Tang wan beruntun kecundang, tamu tamu undangan keluarga Lu ikut uring uringan dan jengkel. Sekarang melihat sikapnya gagah dan perbawa angker Hong thian lui, meskipun menang kalah belum dapat diramalkan para hadirin sudah bersorak dan bertepuk memberi semangat padanya.

"Keparat!" bentak Ko Teng ngo, "kau sendiri yang ingin mampus."

Bersama dengan bentakannya ia lancarkan serangan pertama. Tangan Hong-thian-lui masih terselubung didalam lengan bajunya yang panjang kedodoran, sedikit jongkok kebawah terus menerjang maju. Jurus serangan Ko Teng-ngo adalah menjojoh mukanya, tadi dia sudah berkenalan dengan Lwekang Hong-thian-lui, melihat orang menerjang dengan kekerasan, dia harus hati hati memperhitungkan untung ruginya, seumpama dirinya berhasil mencengkeram pecah urat nadinya, dirinya akan terluka oleh terjangan dahsyat bagai banteng ketaton ini. Memang dia sudah gentar, maka bergegas ia mengegos sambil ganti serangan.

Dari samping Lu Giok-yau bertepuk serta bersorak : "Bagus jurus pertama sudah dimulai !"

Menurut peraturan pertandingan, Hong-thian-lui tidak angkat kaki tidak ulur tangan sudah tentu tidak bisa dianggap balas menyerang. Meski ia menerjang dengan kekerasan, boleh dikata sengaja memberikan mukanya untuk digenjot lawan. Ko Teng-ngo tidak berani memukul umpan baik adalah kesalahan Kong Teng ngo sendiri. Yang terang dia sudah memberi keuntungan kepada Ko Teng-ngo.

Mendapat pengalaman pertama, Ko Teng-ngo mengubah permainannya, dengan gerak tangan yang cepat luar biasa dari samping ia memukul kemuka lawan, di tengah jalan pukulan tangan dirobah menjadi cengkeraman ke urat nadi Hong-thian-lui, walaupun kedua tangan Hong-thian-lui terbungkus di-dalam lengan bajunya, namun Ko Teng ngo mahir mengincar sasarannya dengan tepat, ia membatin : "Kali ini kulihat kau berani menumbuk tidak. Kalau kau melawan berarti sudah kukalahkan !"

"Bret !" tampak lengan baju Hong thian-lui robek besar, tapi Ko Teng-ngo malah terpental mundur tiga langkah. Para hadirin menyaksikan dengan jelas, kedua tangan Hong-thian lui masih disembunyikan didalam lengan bajunya.

Ternyata Hong-thian-lui menggunakan Tiat-siu kang (Ilmu Lengan Baja Besi), dengan dilandasi tenaga murninya, lengan baju yang dicengkeram Ko Teng-ngo menjadi keras seperti pentung kayu. Kalau Ko Teng-ngo dapat merobek lengan bajunya, terhitung kepandaiannya memang lumayan. Tapi jari jemarinya juga kesemutan dan kesakitan, tanpa kuasa ia tergetar mundur tiga langkah.

Jurus kedua ini, walau Hong-thian-lui menggunakan Tiat-siu-kang, namun jelas tidak turun tangan, jadi tidak bisa dianggap balas menyerang.

Lu Giok-yau acungkan jarinya sambil menghitung: "Jurus kedua!" suaranya sudah tidak selantang tadi.

Belum lenyap suara Lu Giok-yau, sigap sekali Ko Teng-ngo melejit kebelakang Hong-thian-lui, dengan tipu Yu-gong-tam-jiau ia mencengkeram tulang pundak Hong-thian-lui.

Pi-pe-kut atau tulang pundak merupakan bagian terlemah ditubuh manusia, bila dicengkeram, betapapun tinggi kepandaian silatnya pasti cacat seumur hidup. Ko Teng ngo berpikir: "Betapa tinggi Lwakangnya, apa mampu dia melindungi tulang pundaknya?"

Melihat serangan yang begitu keji dan telengas, hadirin bersorak mengumpat caci. Ditengah sorak sorai itu terdengar suara "Bret!" Baju dipunggung Hong-thian-lui tercengkeram hingga robek besar dan panjang, tampak jari jemari Ko Teng ngo berlepotan darah.

Ternyata waktu tangan lawan mencengkeram tiba, Hong thian lui menekuk pinggang, dengan punggung ia sambut Tay-kim-na jiu musuh.

Sejak kecil Hong-thian Iui melatih Lwekang dan Gwakang berbareng. Lwekangnya memang belum sempurna, tapi Gwakang sudah dilatih dengan baik, kulit badannya keras seperti besi, dibacok golok orang biasa juga takkan terluka. Ko Teng ngo luput mencengkeram tulang pundaknya, maka kelima jarinya lecet tergesek kulit kasar di punggung Hong-thian-lui, namun punggung Hong-thian-lui juga lecet keluar darah. Noktah darah dijari Ko Teng ngo sebagian adalah darahnya sendiri sebagian adalah darah Hong-thian lui.

Orang lain tak tahu adanya luka di jari Ko Teng-ngo, kenyataan punggung Hong-thian lui berdarah. Keruan hadirin kaget dan kebat-kebit, yang bernyali kecil malah menutup mata.

Hong-thian-lui sudah mengalah tiga jurus, yang diderita hanya luka lecet dikulitnya saja, terang belum dipukul roboh maka tidak bisa terhitung kalah.

Posting Komentar