Halo!

Si Angin Puyuh Si Tangan Kilat Chapter 42

Memuat...

"O, Khu Tay-seng!" gumam San-tian-jiu sekilas tampak wajahnya mengunjuk senyum sinis mendadak tubuhnya melesat kedepan.

Lu-hujin merasa angin berkesiur disampingnya, seenteng burung walet San tian jiu melesat disampingnya mendahului dirinya. Diam-diam Lu hujin menggerutu : "Bocah ini tidak tahu tata krama, memangnya kau hendak beradu Ginkang dengan aku ?"

Dia melangkah lebih dulu namun San-tian-jiu melampaui dirinya sudah tentu hatinya kurang senang.

Sebetulnya Ginkang Lu hujin tidak lemah, namun setingkat dibawah San-tian jiu. Waktu Lu hujin tiba ditempat itu, sementara San-tian-jiu sudah membimbing Khu Tay-seng.

"Khu-toako tidak terluka apa-apa, jalan darah yang tertutuk juga bukan jalan penting biar Siautit sekedar menolongnya." Sembari bicara segera membebaskan tutukan Khu Tay-seng.

Sebagai ahli silat, dengan mudah ia membuka jalan darah Khu Tay-seng yang tertutuk. Agaknya musuh menggunakan ilmu tutuk yang bertaraf rendah untuk menutuk tubuh Khu Tay-seng. Maka timbul rasa curiganya, batinnya : "Peristiwa ini jelas bukan kebetulan."

Melihat orang asing tidak dikenal membebaskan jalan darahnya, Khu Tay-seng melengak, baru saja ia mau bertanya, San-tian-jiu sudah buka suara : "Khu toako selamat bertemu."

Tatkala itu Lu Giok yau juga sudah memburu datang, melihat mimik dan kelakuan San tian jiu yang aneh dan ganjil, ia menjadi geli dan bertanya : "Kau kenal Piaukoku ini ?"

San-tian-jiu berkata tawar : "Nama besar Khu toako sudah lama aku mengaguminya !"

Lu Giok-yau menjadi heran, pikirnya : "Meskipun Khu-piauko pernah kelana di Kangouw, paling hanya dia tiga kali saja, belum terhitung bebas mengembara. Mana mungkin namanya tenar dan luas ? Apa mungkin orang sengaja mengambil hati ibu ? Melihat sikap ibu tadi sudah tentu ia maklum bahwa ibu sangat sayang kepada keponakannya ini."

Disanjung puji Khu Tay-seng menjadi girang dan bangga, katanya : "Aku seorang keroco, saudara ini terlalu memuji. Terima kasih akan bantuan saudara membuka tutukan jalan darahku, aku belum kenal siapakah nama saudara ?"

Segera Lu-hujin menimbrung : "Banyak terima kasih akan pertolonganmu kepada puteriku tadi."

"Terima kasih kembali." sahut San-tian-jiu menggoyang tangan, "Bicara soal budi, aku lebih besar menerima budi keluarga kalian."

Lu-hujin ragu-ragu, katanya : "O, kau, kau adalah ..."

"Aku adalah Geng Tian yang diantar dan dilindungi Lu-loenghiong sepuluh tahun yang lalu itu. Hari ini aku datang untuk menemui tuan penolongku."

Kejut dan girang Lu Giok-yau, katanya : "Ternyata kau adalah Geng-kongcu itu. Ayah mengatakan kau tak pandai main silat, ternyata ilmu silatmu begini tinggi."

"Kau bicara ngelantur," omel Lu-hujin, "Ayah Geng-kongcu adalah Kanglam Tay-hiap yang menggetarkan dunia persilatan, Geng-kongcu mendapat warisan keluarga, sudah tentu ilmu silatnya sangat lihay."

"Sepuluh tahun yang lalu sedikitpun aku tidak bisa main silat. Yang kuperoleh sekarang juga cakar kucing saja." demikian ujar Geng-Tian merendah.

"Sayang ayah Giok-yau tak berada di rumah. Kalau dia ketemu kau, entah betapa senang hatinya !"

Mulut mengatakan 'senang', namun mimik wajahnya tetap dingin serta mengerut kening malah, seolah-olah punya ganjelan yang membingungkan.

Lu Giok-yau berkata; "Walaupun ayah tidak dirumah, kami harus sambut tamu terhormat. Geng-toako, kuharap kau tinggal beberapa hari dirumah kami, menunggu ayahku pulang, mau tidak ? Bu, coba kau undang tamu kita menginap dirumah."

Lu hujin tertawa getir, katanya : "Kau masih menunggu ayahmu pulang, kurasa kami harus segera pindah tempat.''

"Kenapa?" tanya Giok-yau tak mengerti.

"Yang berkelahi dengan kalian orang-orang macam apa?" tanya Lu-hujin.

"Mereka hendak menawan Ling toako. Agaknya mereka anak buah seorang penjahat perempuan aku tidak begitu jelas namanya, coba kau tanya Ling-toako saja.''

"Pemimpin mereka bernama In-tiong-yan, memang seorang perempuan," demikian Hong thian-lui memberi keterangan sebelum diminta, "tapi dia bukan penjahat, menurut apa yang kutahu, mungkin adalah 'tuan putri? bangsa nuchen.''

Alis Luhujin bertaut, katanya : "Bukan kau tidak tahu asal usul Ling-toakomu, sekarang mereka sudah tahu bahwa dia tinggal dirumah kita. Kali ini mereka gagal, kau kira urusan selesai begini saja ? Untuk selanjutnya, kita takkan dapat hidup tentram lagi kalau tidak pindah rumah untuk menghindari bencana, apa harus mati konyol?"

"Lalu pindah kemana ?" tanya Giok yau gugup, "Bagaimana bila ayah kembali nanti?"

"Kau tidak perlu kawatir akan ayahmu, bila tiba saatnya pindah, aku akan memberi pesan kepada para tetangga. Soal pindah kemana memang suatu pertanyaan, walaupun ayahmu punya sanak kandang, bila mereka tahu akan peristiwa hari ini, mana mereka mau terima kita ? Seumpama mereka mau menahan kami, apakah tega kami merembet kepada mereka?"

Mendengar percakapan mereka, hati Hong-thian-lui menjadi cemas dan pedih, akhirnya ia kertak gigi, katanya : "Bibi tidak perlu kawatir, dari pembicaraan mereka kurasa masih segan terhadap paman, apalagi mereka hanya mengincar aku seorang. Bila aku meninggalkan tempat ini tentu kalian tidak akan diganggu. Beberapa bulan ini banyak terima kasih akan budi pertolongan Bibi, sekarang juga Siautit minta diri saja.''

Kejut dan gugup Lu Giok yau, serunya : "Sakitmu belum sembuh, mana boleh pergi?"

Lu hujin pura-pura membujuk, ujarnya : "Hiantit, aku tidak bisa menahanmu, bila ayah Giok-yau kembali dia tentu menyalahkan aku.''

Lahirnya katanya menahan Hong-thian-lui, hakikatnya secara tidak tidak langsung ia mengusir Hong-thian-lui secara halus. Segoblok-goblok Hong-thian lui juga merasa akan maksud ucapannya. Dengan tegas ia menyatakan hendak pergi.

Dengan kencang Lu Giok-yau menarik lengannya, sementara ibunya juga pura-pura membujuk dia tetap tinggal, tengah mereka saling tarik dan bersitegang leher, tiba-tiba Geng Tian menyelak : "Nona Lu, kau tak usah kawatir, serahkan saja Ling-toakomu kepada aku.''

"Kau ingin berangkat bersama dia ?'' tanya Giok-yau.

"Aku ini buronan kerajaan Kim, kami sama-sama buronan jadi tak perlu takut merembet kepada siapa," ujar Ceng Tiang melucu.

Merah muka Lu hujin, katanya : "Ilmu silat Geng kongcu lihay, Ling-hiantit berteman kau, aku boleh lega hati."

Lu Giok-yau membanting kaki, serunya: "Bu, kau . . ."

"Ai, kau kira aku tega melepas Ling-toako pergi ?" demikian Lu-hujin berdiplomasi, "Tapi kejadian ini memang serba sulit, bicara terus terang, bila dia menetap dirumah kita, kita tak mampu melindungi keselamatannya. Ada lebih baik ia pergi bersama Geng-kongcu. Kepandaian Geng-kongcu jauh lebih tinggi dari kami, tentu dia lebih aman bersamanya."

Ibunya sudah bicara sejauh itu, Hong-thian-lui juga berkukuh hendak berangkat, apa boleh buat Lu Giok-yau menjadi kewalahan. Akhirnya ia berkata: "Ling-toako, sepanjang jalan kau harus hati hati menjaga dirimu. Setelah sampai dirumah harus segera memberi kabar kepada kami."

"Jangan kawatir, aku pasti berhati-hati." jawab Hong-thian-lui. "Mungkin setibaku dirumah, ayahmu masih berada disana."

Diam diam Khu Tay-seng tertawa dingin dalam hati ; "Kalian budak goblok, dan keparat gendeng ini, seolah-olah kekasih yang intim sekali. Huh, begitu keparat ini meninggalkan tempat ini, kau kira bisa melihat dan jumpa lagi dengan dia ? Khu Tay-seng tidak bodoh, membiarkan panggang bebek yang sudah matang terbang menghilang !" segera ia ikut menimbrung : "Hari sudah siang, kalau Ling-toako terus berangkat, kamipun tak enak menahan dan mengganggu waktunya. Piaumoay, kau antar Ling-toako kemulut gunung saja dan tunggu aku pulang membenahi bekal Ling toako."

Sambil memanggul buntalannya Hong-thian lui berjalan cepat sambil menunduk, sesaat kemudian ia menoleh kebelakang, tampak Lu Giok-yau masih berdiri diujung jalan, berdiri terlongong mengawasi dirinya. Khu Tay seng tampak berdiri disampingnya serta berbisik dipinggir telinganya. Mendadak Hong-thian lui merasa pedih dan rawan, dengan kencang ia gigit bibir, cepat ia melangkah lebar kedepan dan tidak menoleh lagi.

Setelah keluar dari perkampungan, mereka sudah puluhan li jauhnya. Selama ini Hong thian-lui tetap bungkam, berjalan sambil menunduk.

Mendadak Geng Tian buka suara : "Ling-toako, apakah hubunganmu sangat intim dengan nona Lu itu ?"

Muka Hong-thian-lui yang hitam itu menjadi merah legam, sahutnya : "Jiwaku selamat dari renggutan maut berkat rawatan mereka ibu beranak, Tapi .... tapi .... tidak ..."

Ceng Tian tertawa geli, ujarnya : "Bukan aku mencari tahu urusan pribadimu, maaf akan kecerobohanku, ada suatu urusan, betapapun harus kubikin terang. Antara kau dan Khu Tay-seng, pernahkah terjadi pertentangan atau bentrok secara langsung ?"

Hong thian lui melengak, katanya: "Tidak, Khu toako cukup baik terhadapku, untuk keperluan apa kau tanya hal ini kepada aku ?"

Geng Tian berkata kalem : "Tahu orangnya tahu mukanya tak tahu hatinya. Kali ini kau disergap aku yakin kejadian bukan secara kebetulan, mungkin ada sangkut paut dengan Khu Tay-seng bocah itu !"

"Kukira tidak mungkin !" ujar Hong-thian-lui terkejut, "Saudara Geng, dengan alasan apa kau berani menuduh dia ?"

"Para penjahat yang menyergap kau kali ini sudah pernah kulihat sebelumnya. Malah sempat kucuri dengar pembicaraan mereka."

O^~^~^O

"Rahasia apa ?"

"Yaitu intrik Khu Tay-seng dengan para penjahat itu untuk mencelakai jiwamu."

"Apakah benar kejadian ini?" Hong-thian-lui menegas dengan kaget.

"Kalau tidak mana mungkin aku datang tepat pada waktunya."

Dukungan & Donasi

Bantu kami terus update dengan memberi dukungan melalui:

BCA 7891767327
Trakteer
Post a Comment