Beberapa jurus kemudian, Hong-thian-lui kena pukul lagi. Pukulan telak mengenai dadanya, lukanya makin parah, tapak tangan kelihatan mengecap didadanya yang kekar itu.
Lu Tang wan menjadi kawatir dan tak tega, ia menjengek: "Lian Tin-san, jelek jelek kau ini seorang yang kenamaan, dengan cara keji dan rendah kau hadapi bocah kurang pendalaman, umpama menang juga tidak perlu dibanggakan! Kalau ingin gagah, mari kau layani aku!"
"Bagus, majulah sekalian bersama bocah ini," demikian tantang Lian Tin-san, "Aku orang she Lian melawan dua orang juga tidak gentar."
Hong thian-lui tumplek seluruh perhatiannya untuk menempur musuh sehingga situasi sekelilingnya tidak dihiraukan olehnya. Apa yang diucapkan Lu Tang-wan hakikatnya tidak dengar, juga hiraukan. Tampak kedua biji matanya mendelik, gigi gemeratak, dengan nafsu berkobar ia serbu Lian Tin-san.
Hong-thian-lui tidak mau mundur, betapapun Lu Tang-wan tidak mau mengeroyok musuh. Lian Tin san maklum orang tidak mau kehilangan muka, maka seenaknya saja ia mengumbar obrolannya. Tapi menghadapi Hong-thian-lui yang menyerang gencar seperti harimau kelaparan ini, lambat laun gentar juga hatinya, lama kelamaan ia kerepotan melayani.
"Entah bocah ini menelan empedu harimau atau nyali biruang, selama setengah abad Locu (aku) mengembara dan malang melintang, belum pernah lihat bocah yang tidak takut mati begini. Tidak sukar aku memukulnya mampus, soalnya nanti dijadikan buah tertawaan orang gagah diseluruh dunia ? Kalau tidak dibunuh, merepotkan saja. Bagaimana baiknya ?"
Tatkala itu mereka sudah bertempur hampir dua ratus jurus. Meski seluruh badan Hong thian-lui penuh luka-luka, tenaganya-pun banyak terkuras. Tapi Lian Tin san sendiri juga basah kuyup oleh keringat, napas juga sengal-sengal, agaknya sulit melawan lagi. Sebaliknya walaupun sudah kehabisan tenaga, setiap pukulan Hong-thian-lui masih begitu keras dan menderu.
Akhirnya Lian Tin-san menggertak gigi, pikirnya : "Biar ditertawakan para sahabat Kangouw, betapapun jangan aku dikalahkan oleh bocah ini." maka timbul nafsunya membunuh, sorot matanya menjadi bengis dan buas. Tiba-tiba ia lompat menerjang seraya membentak : "Bocah keparat, kuantar nyawamu keakhirat !"
Julukan Lian Tin-san Elang hitam, maka tubrukan dari udara merupakan kepandaian paling menonjol dari seluruh ilmu yang dimiliki, mengenakan mantel hitam lagi sehingga berkembang seperti sayap, begitu menukik umpama seekor elang hitam besar.
Ditengah teriak kejut para hadirin, Hong thian-lui terpelanting jumpalitan, kelihatan badannya akan terbanting terlentang, sekonyong konyong sikutnya menutul tanah, tahu-tahu badannya melejit tinggi terus melompat bangun lagi. Dengan suara serak ia berteriak : "Aku belum kalah, Lian Tin-san, hayo maju lagi !''
Tampak lima lobang berdarah dipunggungnya. Ternyata dicengkeram Eng-jiau-jiu Lian Tin-san, sehingga punggungnya bolong.
Disaat Hong-thian-lui hampir terbanting, tanpa hiraukan aturan pertandingan, Lu Tang-wan memburu keluar, maksudnya hendak memapah Hong thian-lui sekaligus bersiaga bila Lian Tin-san menyerang lagi.
O^~^~^O
Tapi dia terlambat satu langkah, sebelum ia tiba dipinggir Hong-thian-lui, tahu-tahu Hong thian-lui sudah mencelat bangun pula, malah menantang kepada Lian Tin-san.
Tiba-tiba Lian Tin-san tertawa kering, wajahnya tidak menunjukkan rasa puas setelah menang, mimik wajahnya lebih tepat dikatakan tersenyum getir.
"Apa yang kau tertawakan?" bentak Hong-thian-lui dengan gusar.
"Tidak perlu bertanding lagi."
"Aku belum roboh, apa kau anggap kau sudah menang?" semprot Hong-thian-lui.
"Memang kau tidak kalah. Akulah yang kalah !" sahut Lian Tin san.
Jawaban atau pengakuan Lian Tin san menggemparkan seluruh hadirin.
"Suhu, kau ..." Ko Teng-ngo bergegas maju.
Lian Tin-san tertawa getir, katanya : "Saudara Ling adalah pemuda gagah satu-satunya yang pernah kulihat selama hidup. Kepandaian tidak perlu dipersoalkan, berwatak gagah dan pantang mundur itulah yang membuat aku takluk. Orang she Lian belum pernah memuji orang, tapi terhadap saudara Ling ini, aku betul-betul kagum dan tunduk lahir batin. Aku terima kalah terhadapnya. Lu-loko, perhitungan kita dulu juga tidak perlu dibereskan lagi. Maaf. Harap atas gangguan ini, selamat bertemu pada lain kesempatan! Teng ngo, mari pulang!"
Badan Hong thian-lui babak belur dan terluka parah, masih berani menantang berkelahi, benar-benar diluar dugaan orang banyak, Lian Tin-san pasti menang bila pertempuran dilanjutkan, dengan mudah ia mengambil jiwa Hong-thian-lui bila mau. Mendadak dia menyerah kalah, hal ini lebih diluar dugaan para hadirin.
Lu Tang wan memandang punggung guru dan murid itu keluar dan menghilang diluar pintu, hampir dia tidak percaya akan kenyataan ini. Sungguh diluar tahunya bahwa kejadian selesai begitu saja. Dirinya selamat tanpa keluar keringat, permusuhan juga berakhir sampai disini.
Lo-enghiong Ciang Tiong-ping dengan hadirin ikut melengak heran, mendadak terbahak-bahak, serunya : "Hek ing Lian Tin-san pambeknya harus dipuji. Sungguh pintar dan cerdik sekali cara 'mengaku kalah' ini. Tidak malu sebagai dedengkot Kangouw."
Mendengar ucapan Ciang Tiong ping baru hadirin lain sadar dan paham. Ada tamu yang mengumpak kepada Lu Tang-wan : "Lu-cengcu, tidak perlu kau turun tangan, Elang hitam sudah lari ketakutan!'' lebih banyak orang memberi pujian kepada Hong-thian-lui: "Ling-lote, sepak terjang bak geledek mengguntur di langit menggetar seluruh dunia. Elang hitam yang kenamaan di Kang ouw juga takluk kepada kau !"
Mendengar umpak puji orang-orang itu Lu Tang-wan menjadi senang dan menyesal. Katanya; "Untung ada Ling-hiantit, kalau bukan keberaniannya melumpuhkan semangat tempur Lian Tin San, tidak mungkin elang hitam mau mundur teratur. Mungkin aku juga bukan tandingannya."
Pengakuan kalah Lian Tin-san, sesuai dengan penilaian Ciang Tiong-ping, memang cerdik pandai karena dia pandai melihat gelagat.
Maklum sebagai orang yang punya kedudukan tinggi dan tenar setingkat dengan Lu Tang-wan. Hong-thian-lui betapapun bukan lawannya, namun hadirin menyaksikan dia mengaku kalah sekaligus memberi kesan bahwa sebagai orang tua dia menghargai angkatan muda. Sebaliknya kalau dia tidak menyerah kalah, melanjutkan pertempuran, seumpama dia mengalahkan Hong thian-lui tenaganya juga terkuras habis.
Tatkala itu Lu Tang-wan tentu takkan melepaskan pergi begitu saja. Tadi dia sudah bilang, setelah mengalahkan Hong-thian lui baru akan menempur Lu Tang wan.
Mengingat kedudukan dan namanya, mungkin Lu Tang-wan tidak sudi menempurnya mengingat cara ini kurang bijaksana. Tapi Hong thian-lui terluka berat, atau mungkin terbunuh, hadirin pasti bangkit amarahnya jelas mereka akan melabrak dirinya.
Mempertimbangkan untung dan ruginya dari pada mengadu jiwa dengan Lu Tang-wan, jalan paling baik yang harus ditempuh adalah mengaku kalah saja terhadap Ling Tiat-wi. Lu Tang-wan setingkat dan sejajar angkatan dan kedudukan dengan dirinya, setelah ia mengaku kalah terhadap angkatan muda sudah tentu Lu Tang wan malu menantangnya lagi.
Peribahasa berkata "Selama gunung masih menghijau, tak perlu kawatir kehabisan kayu bakar" dengan mengambil peringatan kata kata peribahasa inilah, dengan selamat Lian Tin-san keluar dari pintu keluarga Lu.
Setelah Lian Tin-san dan muridnya pergi, para hadirin merubung maju, memberi selamat dan puji sanjung. Karena terdesak dan tak mampu maju, maka Lu Giok-yau berseru dari luar kalangan : "Yah, lekas kau obati luka-luka Ling-suheng!"
Belum lenyap suaranya, mendadak Hong-thian-lui terkekeh tiga kali, teriaknya : "Aku menang. Aku sudah menang !" sekonyong-konyong ia menyemburkan darah segar, ditengah gelak tawanya dia tersungkur.
Setelah bertempur sekian lama dan terluka parah, hanya keberaniannya saja yang menunjang semangatnya sehingga ia kuat bertahan. Setelah Lian Tin-san pergi, umpama tanggul bobol keterjang air bah, kepala mendadak pusing tujuh keliling, maka perlahan dia roboh lemas.
Diantara tamu tamu ada seorang tabib kenamaan bernama Tiam-jong ih-jun Yap Goan-ciang. Segera ia tampil kedepan memeriksa urat nadi Hong thian lui, katanya : "Liang siauhiap terluka parah urat nadi dan jalan darahnya. Untung hawa murninya tidak buyar, sehingga tidak membahayakan jiwanya. Tapi...."
"Tapi bagaimana?" tanya Lu Tang-wan gugup.
"Tapi harus banyak istirahat dengan perawatan teliti. Paling cepat harus istirahat tiga bulan baru sembuh kembali. Ai, sayang sepucuk Jian lian-ho siu ohku ketinggalan!" dari hasil pemeriksaan tabib ini menarik kesimpulan, bila tiada obat mujarab yang bantu memulihkan hawa dan tenaga murni dalam badannya, meski Hong thian-lui tertolong, selanjutnya akan dihinggapi penyakit tbc, kepandaian silatnya mungkin juga bakal punah.
Ciang Tiong-ping menimbrung : "Aku punya sebatang Lo sam jan, entah bisa dipakai tidak?"
"Bisa, bisa!" seru Yap Goan ciang girang, "Kolesom tua dari Tiang pek san ini, meski kasiatnya kalah dibanding Ho-siu-oh ribuan tahun, namun bisa bantu memulihkan tenaga Ling-siauhiap.''
Ciang Tiong-ping berkata tertawa : "Lu-toako, bicara terus terang, kolesom ini sebetulnya hendak kusumbangkan sebagai kado ulang tahun, sekarang terpaksa kuberikan kepada keponakanmu saja."
Lu Tang-wan kegirangan, cepat ia menjawab : "Itu lebih baik dari pada kau serahkan kepada aku, aku lebih banyak terima kasih kepadamu!"
Sesepuh Ceng seng pay yang bernama Siau Sim sin tampil keluarkan botol kecil, katanya: "Inilah Seng ci pek giok hou buatanku sendiri. Lu cengcu, simpanlah untuk mengobati lukanya setiap tiga hari satu kali."
Seng ci pek giok hou merupakan obat luar bikinan Ceng seng pay yang paling mujarab, jauh lebih baik dari Kim jong-yok lainnya.
Tersipu-sipu Lu Tang wan menerima serta berkata : "Setelah keponakanku ini sembuh, biar kuajak dia berkunjung ke Ceng-seng-san menyatakan terima kasih kepada kau. Kali ini sungguh banyak terima kasih akan bantuan para sahabat sekalian."
"Terima kasih apa," ujar Siau Sim-sin, "kita wajib saling bantu bukan."
Berdiri diluar kerumunan orang banyak perasaan Khu Tay-seng menjadi kejut dan pilu, batinnya : "Bocah ini umpama burung Phuniek, semua orang mengelu-ngelukan dia!"