Si Angin Puyuh Si Tangan Kilat Chapter 28

CSI

Sebagai murid tertua, meski tahu bukan tandingan, terpaksa Tio Gak mengeraskan kepala melawan dengan nekad.

"Saudara Tio," olok Teng-ngo, "Kau adalah golok kerbau, kau sudi memberi petunjuk, wah suatu kehormatan bagi aku," sengaja dia menyindir ucapan sutenya yang mengatakan mengggorok ayam tak perlu pakai golok kerbau. Sembari bicara, secepat kilat ia sudah lancarkan tujuh jurus serangan, jurus demi jurus Hun-kin-joh-kut sangat lihay dan cukup ganas. Tio Gak sudah kerahkan segala kemampuannya, susah payah ia berhasil melawan tujuh jurus, untuk gebrak selanjutnya jelas tak mampu membela diri lagi. Tiba-tiba mulutnya terbentang ia menghamburkan darah segar, badannya terhuyung mundur kebelakang. Muntah darahnya, bukan karena kena pukulan tapi karena tergetar oleh Siau thian sing ciang-lat yang hebat itu.

Teng-ngo menghentikan langkahnya, katanya tawar : "Singa menerkam kelinci, golok kerbau menggorok ayam, kiranya juga hanya begitu saja, cukup sampai di sini saja !"

Empat muridnya dikalahkan secara konyol saking marah muka Lu Tang-wan sampai membesi hijau.

"Entah siapa lagi diantara anak murid Lu-loenghiong yang ingin memberi petunjuk ?" Teng ngo menantang dengan suara tawar, meski tidak menunjuk sikap congkak, rasa senang dan takaburnya terdengar dari kata-katanya.

Mendadak terlihat pakaian melambai, dari belakang pintu angin berkelebat keluar seorang, serunya : "Biar aku mewakili ayah minta petunjuk padamu."

Ternyata sejak tadi Lu Giok-yau sudah sembunyi di belakang pintu angin melihat keempat Suhengnya dikalahkan, tak tahan segera ia tampil kedepan.

Lu Tang-wan terkejut, serunya : "Giok-ji, kau, kau ..." yang hendak dikatakan adalah : 'kau tidak dengar peringatanku, berani keluar !? sampai diujung bibir tiba-tiba ia urung bicara, kalau mencegah putrinya maju bukankah menambah lawan lebih takabur ?

Sebelum sang ayah habis bicara, Lu Giok-yau sudah membantah : "Yah, aku terhitung muridmu bukan, orang ingin mengukur kepandaian muridmu, masa kau sendiri yang turun gelanggang ?"

"Benar, Lu-siocia memperoleh pelajaran keluarga, tepat sekali untuk mengembalikan muka ayahmu." Lian Tin san menyindir dengan sinis.

Lu Tang-wan bungkam oleh olok-olok Lian Tin san, lebih runyam kalau ia perintahkan puterinya mundur.

"Huh, kau sengaja membuat malu para muridku, mereka konyol dan menjadi bulan bulanan belaka. Tapi kepandaian Giok ji lebih unggul dari pada Suhengnya, apa boleh buat biarlah iapun mencoba coba kemampuannya. Kalau bocah busuk ini berani melukai puteriku, terpaksa aku tak sungkan lagi padanya,'' diam-diam Lu Tang-wan bersiap siaga bila puterinya terancam bahaya, dia akan pukul mampus Ko Teng ngo.

Kelihatannya Lian Tin-san meraba pikiran Lu Tang-wan, sambil tertawa tawa ia menggeremet kesampingnya, katanya: "Nona Lu tadi tidak hadir mungkin tidak mendengar pertanyaanku, biarlah kutandaskan sekali lagi, muridku hanya berkelahi untuk mencari persahabatan berarti kedua belah pihak cukup saling tutul saja. Tapi kepelan atau senjata tajam umumnya tidak bermata umpama sampai terluka atau cidera kita harus pasrah nasib."

Ko Teng-ngo lantas melanjutkan: "Harap Lu eng-hiong berlega hati, puterimu suka beri petunjuk betapapun aku rela dilukai olehnya tapi pasti takkan membuatnya cidera."

Berdiri alis Lu Giok yau, semprotnya gusar: "Tidak usah mengalah! Jangan cerewet, keluarkan senjatamu !" ia tahu bahwa tenaga sendiri bukan tandingan lawan, ilmu pukulan terang tidak unggul lawan Ko Teng-ngo, alasan lain dia tak sudi saling gebuk dan hantam, supaya tidak sentuhan badan.

Ko Teng ngo bergelak tertawa: "Senjataku adalah kedua kepelanku ini. Nona Lu tak usah kawatir, silakan serang saja!"

"Sret!" Lu Giok-yau melolos pedang, jengeknya: "Baik kau yang menantang, kalau terluka jangan salahkan aku. Sambut serangan ini !"

"Ilmu pedang bagus !" teriak Ko Teng-ngo memuji, belum lenyap suaranya, tiba-tiba selicin belut ia menyelundup, berputar ke hadapan Lu Giok-yau, mengembangkan Khong jiu-jip-pek-to, dengan kekerasan dia berusaha merampas senjata Lu Giok-yau.

Lu Giok-yau terkejut karena tusukannya mengenai tempat kosong, pikirnya: "Tak heran para Suheng dirobohkan semua olehnya." seiring dengan gerak putaran tubuhnya, pedang ditangannya segera berubah memapas lengan kanan lawan.

Perubahan serangan pedang inipun cukup sebat dan ganas, tak urung Ko Teng-ngo juga terkejut dibuatnya, sedikit ayal pasti lengannya tertabas kutung.

Sekaligus Lu Giok-yau lancarkan tujuh rangkai serangan pedang, Ko Teng-ngo mundur tujuh tindak. Baru sekarang hadirin menghirup napas segar, beramai mereka bersorak memberi semangat padanya. Hanya Lu Tang-wan sendiri yang mengerutkan alisnya malah.

Diantara hadirin yang melihat tenaga pembawaan Lu Giok-yau lebih lemah dari lawannya, dalam hati mereka berpikir; "Entah ada permusuhan apa antara Lian Tin-san dengan Lu Tang-wan, jelas ia sengaja mengalah untuk memberi muka pada Lu Tang-wan."

Sebetulnya bukan Ko Teng ngo hendak memberi muka pada Lu Tang wan, tapi anak muda sudah logis kalau kepincut paras ayu diam-diam ia menaruh hati pada pandangan pertama. Sejak kecil ia digembleng dengan tekun oleh Lian Tin-san. Nona remaja yang cukup cantik jarang dilihat olehnya apalagi cantik jelita seperti Lu Giok-yau. Wajah Teng-ngo sendiri, boleh dikata jelek kalau tidak mau dikatakan terlalu buruk, gadis yang cukup rupawan sudah tentu tidak ketarik padanya.

Dalam hati Ko Teng ngo membatin, "Genduk ini amat cantik, kalau aku membuatnya cidera kan sayang? Lebih baik aku mengalahkan dia dengan cara yang mengagumkan supaya dia merasa hutang budi padaku."

Namun meski kepandaian sejati Lu Giok-yau tidak sebanding dengan dia, ilmu pedangnya tidak lemah, dengan bertangan kosong Teng ngo harus melawan pedang pusaka, berulang kali ia lancarkan Khong-jiu jip-pek-to hendak merampas pedang lawan, namun selalu gagal, pernah dua kali hampir saja dia terluka oleh sambaran lawan.

Kalau Lu Tang-wan mengerut alis, Lian Tin-san pun makin bertaut. Akhirnya ia berseru: "Teng ngo, kau hendak minta petunjuk Lu loenghiong, maka keluarkan kepandaianmu."

Ko Teng-ngo tersentak sadar, pikirnya: "Suhu berjerih payah mendidik aku, betapa besar harapannya terhadap aku. Kali ini dia ingin aku menegakkan gengsi dan mentenarkan namanya dihadapan sekian banyak orang orang gagah. Aku sendiri ternama atau tidak bukan menjadi soal, betapapan aku tidak bisa meruntuhkan nama baik perguruan."

Sayang Lu Giok-yau seorang gadis pingitan yang belum punya pengalaman, apalagi melawan musuh tangguh, sedikit berada diatas ingin lantas anggap kepandaian musuh hanya begitu saja, kewaspadaan dan kesigapannya menjadi kendor. Ilmu pedang yang dimainkan begitu lincah dan banyak perubahan yang menakjupkan itu lambat laun diselami oleh Ko Teng-ngo, titik kelemahannya sudah diincar oleh lawan.

Pertempuran makin sengit, tampak Ko Teng-ngo bergerak selincah kera menari, loncat kekiri hindar kekanan, setiap gerak geriknya serasi, hingga pedang Lu Giok-yau tak pernah menyentuh badannya mendadak ia menyentuh sekali, "Creng!" tepat ia selentik batang pedang lawan. Kontan Ceng-kong kiam ditangan Lu Giok-yau terlepas dan jatuh berkerontang diatas tanah, namun sebelum pedang jatuh ujungnya berhasil memapas sobek ujung lengan baju Ko Teng ngo.

Selentikan jari Ko Teng ngo itu mengerahkan tenaga murninya telapak tangan Lu Giok yau tergetar kesemutan, tubuhnya sempoyongan hampir roboh.

Sigap sekali Ko Teng ngo memburu maju seraya berteriak : "Maaf, aku kesalahan tangan !"

Betapa kejut Lu Tang-wan, serta merta ia bergerak hendak menolong. Lian Tin-san terbahak-bahak mengadang di depannya, ujarnya : "Lu-liok, belum saatnya kita turun gelanggang bukan?"

Pada saat itulah mendadak menerobos keluar seorang serta membentak gusar. "Bajingan kau berani melukai Piau-moayku !" seiring suaranya, kedua tangannya mendorong sehingga Ko Teng ngo terpental mundur.

Sebetulnya Khu Tay seng tengah bicara dengan Ling Tiat wi dikamar buku, sebagai Piau siauya yang berkuasa dalam keluarga Lu, dia mendapat laporan kejadian di depan oleh mereka yang bermuka-muka padanya.

Ternyata murid si elang hitam sudah mengalahkan keempat murid Ih tionya, sekarang sedang bertanding dengan Piaumoynya, bergegas dia memburu keluar.

Sebetulnya Ko Teng ngo kawatir Lu Giok-yau jatuh terjengkang, ia maju ingin memapahnya. Khu Tay-seng punya prasangka yang sama dengan sang Ih tio menyangka Ko Teng-ngo hendak berbuat tidak senonoh terhadap sang Piaumoay.

Karena terpelanting keruan Ko Teng-ngo menjadi gusar, serunya: "Aku bertanding dengan Lu, siapa bilang aku aniaya dia ?"

Khu Tay-seng tak hiraukan dia, tersipu-sipu dia payang Piaumoay, katanya, "Piau-moay, bagaimana kau ?"

"Aku tidak terluka," sahut Lu Giok yau. "Piauko, tepat kedatanganmu, kau balaskan sakit hatiku !"

"Nona Lu, pertarungan kita anggap saja seri, aku terlalu berat menggunakan tenaga, jangan kau marah lho !" demikian ujar Teng-ngo cengar cengir.

Merah jengah muka Lu Giok-yau, semprotnya; "Siapa sudi kau alem !" meronta dari pegangan Khu Tay-seng ia jemput Ceng-kong kiamnya yang jatuh oleh selentikan Ko Teng ngo tadi.

Posting Komentar