Lu Tang wan berputar sambil membungkuk hormat kepada para tamu serta berkata: "Aku memohon diri dan maaf kepada para sahabat, biar kutolong dulu bocah ini. Sebentar lagi jamuan makan boleh dimulai."
"Kita adalah sahabat kental, kenapa sungkan," demikian ujar Ciang Tiong ping, "memang mengobati Ling-siauhiap lebih penting!"
Para tamu mundur memberi jalan kepada Lu Tang-wan yang memapah Hong-thian-lui masuk kedalam, Lu Giok yau dan Khu Tay-seng mengikut dibelakangnya.
Peristiwa yang dialami Hong-thian lui sudah dilaporkan kepada Lu-hujin, segera ia menyiapkan sebuah kamar kosong untuk Hong-thian lui.
Lu Giok-yau turun tangan membubuhi obat Seng ci-pek-giok hou ditubuh Hong-thian-lui yang terluka, hampir seluruh badan Hong-thian-lui babak belur, hatinya berdebar debar, katanya: "Luka luka Ling-suheng sungguh berat, ayah, coba lihat apakah dapat disembuhkan ?"
"Ada kolesom dan Seng ci-pek-giok-hou takut apa, Yap Goan-siang berani garansi untuk menyembuhkan dia, kau tak usah kawatir."
Khu Tay-seng mengekor dibelakang sang Piaumoay masuk kedalam, selama itu Piaumoaynya diam saja tanpa menyapa dia, seperti lupa akan kehadirannya. Keruan bertambah jelus dan benci hatinya, dengan mendelu ia berkata: "Dengan rawatan teliti Piaumoay tentu luka luka Ling-suheng dapat disembuhkan !"
Lu Giok-yau tidak perhatikan air muka orang, ia berkata pula: "Untung hari ini mendapat bantuannya, aku diselamatkan kan pantas aku merawatnya. Oh, ya, kau juga mendapat pertolongannya bukan, lenganmu nyaris putus dan cacad."
Merah muka Khu Tay-seng, katanya : "Ya, dia adalah penolongku, aku belum sempat berterima kasih padanya. Sayang aku terluka, terpaksa tidak ikut merawat dia." Lalu mengerut kening pura-pura menahan sakit. Sebetulnya luka-lukanya hanya lecet saja setelah dibubuhi obat juga tidak sakit lagi.
Diam-diam Lu-hujin berpikir : "Giok-yau tidak perhatikan luka-lukanya, maklum kalau dia merasa jelus." orang tua ini lebih teliti dan berpengalaman, sikap atau mimik wajah Khu Tay-seng yang cemburu itu sudah tentu tak dapat mengelabuinya maka ia menimbrung: "Tay seng, luka lukamu harus diobati. Biar kami yang rawat Ling-siauhiap, kau pulang istirahat saja. Tang-wan, menurut pendapatmu, perlukah minta Yap Goan-ciang memeriksa dan membuka resep obatnya ?"
"Luka-lukaku tidak perlu merepotkan banyak orang." cepat Tay seng mengelak diri.
"Kalau begitu lekas kau istirahat." demikian bujuk Lu hujin.
Sebaliknya Khu Tay-seng segan meninggalkan Piaumoaynya, tapi ia sebal melihat orang begitu telaten meladeni Hong-thian-lui, dalam hati ia berpikir : "Lebih baik mataku tidak melihat, dari pada aku naik pitam." maka ia berkata : "Terima kasih akan perhatian bibi. Kalau Ling-suheng siuman, harap Piaumoay sampaikan terima kasihku kepadanya." dengan uring uringan ia mengundurkan diri.
Entah berselang berapa lama kemudian, pelan-pelan Hong-thian-lui siuman namun masih diantara sadar setengah sadar, namun sudah punya perasaan. Lapat lapat terdengar oleh Hong-thian-lui Lu Tang-wan sedang berkata : "Surat Ling Ho apakah sudah kau simpan ?"
Mendengar Lu Tang-wan menyinggung surat ayahnya, Hong-thian-lui ingin tahu apa yang ditulis ayahnya dalam surat itu. Oleh karena itu meski dalam keadaan layap-layap ia memusatkan perhatian, lambat laun perasaannya lebih jelas dan tajam.
Terdengar Lu-hujin menjawab : "Untuk apa kau mendadak menyinggung surat itu? Sudah tentu sudah kusimpan."
"Apakah kau serahkan kepada Giok-ji untuk dibacanya ?" tanya Lu Tang-wan pula.
"Kenapa kau jadi pelupa, bukankah kau bilang supaya tidak memberi tahu hal ini kepada Ah-giok ? Mana kuserahkan kepadanya."
"Sekarang aku ingin merobah niatku malah." ujar Lu Tang-wan tersenyum simpul.
Lu-hujin mengerut alis, sahutnya : "Menurut hematku, urusan ini harus dipikir dan dirundingkan lebih mendalam."
Sampai disini terdengar suara Lu Giok-yau berteriak : "Yah, Ling toako sudah siuman belum, kolesom sudah kugodok." dilain saat terdengar langkahnya masuk kamar. Ternyata ia kebelakang memasak obat untuk Hong-thian lui.
"Wah, begitu besar perhatianmu kepada Ling-toako, dia belum sadar," demikian goda Lu Tang-wan.
"Taruh dulu di meja, supaya obat itu dingin, kalau dia bangun baru kasih dia minum.'' demikian Lu-hujin bicara.
"Yah, apa yang sedang kau bicarakan dengan ibu, kenapa begitu aku datang lantas bungkam semua."
"Tidak ada apa-apa, kami hanya membicarakan Ling-toakomu saja."
"Memang aku ingin bertanya kepadamu. Kenapa selamanya aku belum pernah dengar kau menyinggung paman Ling ini."
"Setelah kau dewasa baru akan kuberitahu, sekarang Ling-toako sudah datang biarlah kujelaskan." lalu dengan menekan suara ia melanjutkan; "Moyangnya adalah Hong-thian-lui Ling Tin, apa kau tahu Hong-thian lui Ling Tin?"
Kejut girang Lu Giok-yau teriaknya berjingkrak; "Hong-thian-lui Ling Tin salah satu dari seratus delapan pahlawan gagah Liang san bukan?"
"Hus, jangan keras-keras, jaga dinding sebelah ada pasang kuping, kalau diketahui orang luar bukan main akibatnya, kau harus ingat jangan kau bocorkan rahasia ini."
"Kau anggap aku bocah kecil, aku mengerti.'' selanjutnya ia mentowel kepada ibunya; "Bu, kenapa kau tidak beritahu kepada aku, kau hanya mengatakan dia sahabat kental ayah saja."
"Sekarang kau tahu kau tidak terlambat. Sebetulnya lebih baik kau tidak tahu saja." demikian sahut ibunya.
Kata Lu Giok-yau; "Sudah kukatakan pasti tidak kubocorkan, kenapa kalian tidak percaya kepadaku," demikian ia merengek.
Lu Tang wan tertawa, katanya: "Tadi aku tidak bicara dengan ibumu. Bocah keluarga Ling ini kelihatannya gendeng kekanak kanakan, martabatnya sih boleh juga, berjiwa kesatria."
Hong-thian-lui membatin : "Jelas paman Lu sedang membicarakan surat ayah, bukan membicarakan aku. Kenapa ia mengapusi putrinya ?"
Sementara itu terdengar Lu Tang-wan berkata sambil tertawa-tawa: "Giok-ji kutanya kau, kau harus menjawab terus terang."
Lu Giok-yau monyongkan mulut, sahutnya aleman; "Ayah, kapan aku pernah bohong kepada kau. Apa yang hendak kau tanya?"
"Kau suka pada Ling-toako tidak?"
Sebetulnya Hong-thian lui mau membuka mata, serta mendengar pertanyaan ini, menjadi batal dan memasang kuping lebih tajam pikirnya: "Kalau sampai diketahui nona Lu aku mencuri dengar, wah berabe dan runyam.''
Lu Giok-yau tertegun sebentar lantas menyahut; "Ayah, pertanyaan ini mengherankan."
"Dari segi mana kau merasa heran."
"Bantuan Ling-toako terhadap kita teramat besar, menjaga gengsi dan namamu. Ayah, apakah kau tidak suka kepadanya?"
"Kau belum mengerti maksud tujuanku. Kau sudah berumur delapan belas, aku hanya ingin tahu, ingin tahu ..."
Entah tidak tahu atau pura pura tidak tahu, namun wajah Lu Giok-yau kelihatan jengah (sayang Hong-thian-lui tidak melihat) serunya: "Ayah, kenapa kau ini ? Bicara juga plengak plenguk ! Ayah, apa yang ingin kau ketahui ?"
"Baik, kuberi umpama supaya kau jawab. Kau lebih suka Ling-toako atau lebih suka Piaukomu ?"
"Yah, kenapa kau tanya demikian ? Dengan Ling-toako aku baru kenal hari ini."
"Jadi, kau lebih suka Piaukomu ? Bocah goblok, terhadap ayah dan ibu kenapa malu-malu, coba katakan ?"
"Aku tidak tahu, aku tidak tahu !" demikian jawab Lu Giok-yau tersipu-sipu sambil membanting kaki. Meski malu ia nyatakan juga isi hatinya : "Sikap Piauko sangat baik terhadap aku. Tapi sepak terjang Ling-toako yang gagah berani sungguh membuat aku kagum. Ayah kau jangan tanya lagi, ah? Aku belum pernah memikirkan !"
Cepat Lu hujin menengahi : "Ya, usia Giok ji masih muda, kau tak perlu mendesaknya."
"Tapi surat Ling Ho harus segera kubalas."
"Paman Ling menulis surat apa kepada ayah?" tanya Lu Giok-yau mendadak dilihatnya mimik wajah ayahnya aneh dan getir, sebagai nona cerdik pandai, segera ia menerka beberapa bagian, kontan merah pipinya, cepat ia berkata : "Ayah, urusan orang tua aku tidak ingin tahu. Pertanyaanmu terlalu banyak. Sekarang giliranku tanya pada kau."
"Apa yang hendak kau tanyakan ?"
"Ayah, bagaimana kau bermusuhan dengan elang hitam ?"
"Bukankah itu urusan orang orang tua?"
"Aku ingin tahu, aku ingin tahu duduk perkaranya," demikian Lu Giok yau merengek dengan aleman.
Mendengar percakapan ayah beranak ini, jantung Hong thian-lui berdebar-debar.
"Apa yang ditulis ayah dalam surat itu ? Berulang kali Paman Lu menyinggung surat itu, lalu dia tanya putrinya suka kepada aku tidak, apakah kedua persoalan ini ada sangkut pautnya?" Dasar polos dan jujur Hong-thian lui masih main tebak, namun otaknya cerdik, lapat lapat ia meraba kemana juntrungan surat itu, tanpa merasa hatinya semakin berdetak keras.
Mungkin terlalu tegang pikirannya, tanpa merasa ia bergerak sedikit. Lu hujin lantas berseru, "Ling-suheng sudah siuman!"
Tak enak Hong-thian-lui pura pura tidur, pelan-pelan ia membuka mata.
Kata Lu Tang wan senang : "Baik, kau sudah bangun ! Bagaimana rasamu ?"
"Agaknya sudah baik. Terima kasih akan perhatian paman dan bibi."
"Kau jangan terlalu banyak omong. Giok-ji, ambil obat kolesom itu, minumkan kepada Ling toako."
"Entah dia dengar percakapan dengan ayah ?" jantung Lu Giok-yau berdetak, setelah memberi minuman kolesom kepada Hong-thian lui, ia memancing, katanya: "Ling-toako, tadi kami membicarakan kau ?!"
"Membicarakan diriku ?"
"Menurut ayah kau berjiwa patriot, dia sangat suka kepadamu. Untung mendapat bantuanmu sehingga ayah tidak dibikin malu."
"Sudah menjadi kewajibanku bukan? Entah kenapa paman bermusuhan dengan elang hitam Lian Tin-san itu ? Waktu aku bangun tadi, rasanya kalian sedang membicarakan soal ini bukan ?"
Selamanya Hong-thian-lui belum pernah bohong, baru pertama ini ia membual diam2 hati merasa menyesal.
Lu Giok-yau lega, pikirnya: "Ternyata percakapan kami tadi dia tidak dengar ?"