selamanya Thian-lan sam-yau jarang beroperasi seorang diri.
Sejenak ia merenung lalu batinnya lagi.
"Bila mereka berdua datang bersamaan lalu bagaimana aku harus menghadapi mereka?"
Sambil berpikir pelan-pelan kakinya melangkah memutari batu besar itu terus melongok kedalam gua.
Dilihat didalam sana penuh diliputi kabut putih yang tebal bergulung-gulung sehingga badan Giok-liong dan gadis remaja itu tidak kelihatan.
Tapi dari kabut putih yang masih mengepul terus itu menandakan dimana Giok-liong masih berada.
Tanpa merasa Ling Soat-yan tersenyum getir, katanya menghibur diri.
"Kiranya dia tengah menolong orang, Aku..."
Hatinya menjadi sedih, air mata mengembang di kelopak matanya.
Sekonyong-konyong diatas pegunungan yang sunyi ini bergema suitan panjang yang berkumandang nyaring menembus angkasa, Gema suitan itu semakin dekat dan terus ku mandang di tengah udara, membuat pendengarannya merasa merinding dan mengkirik.
Hiat-ing Kongcu Ling Soat yan melolos keluar selarik selendang sutra sedikit pergelangan tangan menggertak lendang sutra itu mulur memanjang berkembang lebar, tertua ta panjang lima enam kaki, pelan-pelan lalu dilempitnya kembali dan digubatkan dipergelangan tangannya, tangannya yang halus membalut air matanya yang mengalir dipipinya serta batinnya.
"Ui cwan-te-mo Giok-Kun telah tiba!"
Benar juga tidak lama kemudian suitan itu berhenti, sesosok bayangan kuning laksana kilat menyamber tahu-tahu sudah meluncur turun diatas tanah sana, begitu tegak ia berdiri tanpa mengeluarkan suara sedikitpun.
Tempat berdirinya itu tepat berada disisi mayat Ko-bok-im-hun Ki-kiat adik angkatnya itu.
Tampak pendatang ini mengenakan kain kasar yang terbuat dari kaci kotor, Rambut panjangnya itu penuh dihiasi kertas uang sembahyang yang lazimnya dibakar setelah sembahyang memperingati almarhum, Badannya tinggi kirakira setombak lebih, kurus kecil bagai geater, seluruh kulitnya berwarna kuning seperti sakit-sakitan dan yang terlebih aneh lagi adalah sepasang matanya yang cekung dalam itu setiap merem melek memancarkar sorot kektmingan yang berkilat menakutkan seperti mata serigala yang buas.
Sekian lama ia berdiam diri berdiri disamping mayat Ko bok-im hun, mendadak ia memutar badan menghadap kearah batu besar, sedikit angkat tangan lalu katanya kaku.
"Tokoh kosen darimanakah yang berani membunuh adik angkatku ini, Kukira setelah berani turun tangan tentu bukan seorang pengecut yang beraninya sembunyi kepala mengunjukkan ekor bukan?"
Suasana tetap sepi dibelakang batu besar tetap sunyi tanpa ada reaksi. Ui-cwan-te mo Ciok Kun mendengus hina, sambungnya lagi.
"Kalau tuan tidak mau keluar, apa perlu Lohu sendiri yang harus menyilakan keluar?"
Suara cekikikan geli terdengar dari belakang batu besar.
Seiring dengan tawa cekikikan ini dari balik batu besar itu gemulai berjalan keluar seorang gadis rupawan yang mengenakan pakaian serba merah dengan sari jingga melambai dipuncaknya.
Seketika Ui-cwan-te-mo melengak, diam-diam ia memuji dalam hati.
"Budak perempuan yang cakap jelita, tak mungkin dia mampu membunuh Losam!"
Dalam hati ia merasa kagum, tapi mulutnya bertanya dingin."
Budak kecil, apa kau yang membunuh dia?"
Sembari tangannya menunjuk kearah jenazah Ko-bok-im-hun. Ling Soat-yan tersenyum menggiurkan, sahutnya.
"Kematiannya memang setimpal!"
Bercekat Ui cwe-te mo Ciok Kun mendengar jawaban ini, katanya.
"Kau dari perguruan mana? siapa nama gurumu ?"
Tanpa bersuara Ling Soat-yan melayang maju dengan enteng, begitu bayangan merah berkelebat tahu-tahu ia sudah melejit tiba di-hadapan Ciok Kun terpaut satu tombak.
Sedikit berubah raut muka Ciok Kun, tapi cepat sekali lantas kembali seperti sedia tala, katanya.
"Kau..... kau dari aliran Hiat Ing-bun"
"Sungguh tajam pandangan Ciok-cianpwe!"
"Kau ini..." "Hiat-ing Kong-cu Ling Soat-yan."
"Oh, jadi kau adalah Hiat ing cu punya..."
"Putri tungga Hiat ing cu!"
Tergetar hati Ciok Kun mendengar pengakuan terus terang ini.
Ketahuilah bahwa Hiat-ing-cu merupakan seorang tokoh aneh yang kejam dan telengas lain dari yang lain.
Tiada seorang tokoh silat di Kangouw ini yang pernah melihat wajah asIinya.
Dulu waktu ia menggetarkan dunia persilatan, yang muncul dan terlihat oleh umum tak lain hanyalah berupa segulung merah darah saja.
Itulah pertanda bahwa latihan kepandaian tunggal Hiat-ing-bun sudah mencapai puncak setinggi yang sukar dijajaki.
Menurut kabarnya bagi semua korban yang mati dibawah tangan golongan Hiat-ing-bun, mayatnya pasti tidak ketinggalan utuh lagi, tinggal segenang air darah melulu.
Mengingat akan ini, tanpa merasa Ciok-Kun mendadak membuka mulut tertawa gelak-gelak dingin mendirikan dulu roma, katanya menyeringai.
"Sudah tentu kepandaianmu sangat tinggi. Tapi belum pasti kau merupakan salah seorang kerabat dari Hiat-ing-bun itu."
Ling Soat-yan tersenyum manis, katanya memandang kearah mayat Ko-bok-im-him.
"Baik, biar aku membuktikan siapa aku sebenarnya."
Habis ucapannya lantas terlihat sari panjang yang menggubat di badannya itu melambai-lambai tanpa terhembus angin, bergelombang semakin keras, pelanpelan dari atas badannya menguap kabut warna merah berkilau.
Terdengar Ling Soat-yan tertawa nyaring badannya berubah segulung bayangan merah terus melesat di tengah udara dengan kecepatan yang susah diukur terus menukik turun menubruk kearah mayat Ko-bok-im-hun.
Tokoh macam apakah iblis tanah akherat ini ? Bukan lain adalah gembong persilatan yang sudah malang melintang pada puluhan tahun yang lalu, kakinya sudah menjelajah seluruh dunia tanpa mengenal apa yang dinamakan kebaikan, Melihat tindak tanduk Ling Soat-yan yang bakal tidak menguntungkan jenazah saudara mudanya.
Mulutnya terus berpekik panjang seluruh tubuhnya mendadak menguapkan kabut kuning yang bergulung seperti air mendidih dalam kuali, Tubuhnya yang kurus tinggi itu memperdengarkan suara keretakan panjang seperti petasan, lambat laun berubah menjadi ungu gelap.
Dimana kakinya menjejak sambil terus berpekik panjang itu badannya melenting mengejar kearah Ling Soat-yan.
Sayang langkahnya terlambat setindak.
Tampak bayangan merah itu laksana kilai menyamber dari tengah angkasa terus menubruk keatas mayat Ko-bok-im-bun.
Begitu kena terus merembes masuk sirna didalam badan Ko bok-im-hun.
Hampir pecah dada iblis tanah akhirat saking marah bercampur sedih.
Dengan pekikan panjang yang menusuk telinga itu mendadak kedua tangannya bergerak cepat bersamaan dua gulung badai angin warna antara kuning dan ungu langsung menerpa kearah mayat Ko bok im-hun juga sedemikian dahsyat terjangan angin pukulan ini laksana gugur gunng.
Sebab dia insyaf kalau lambat sedikit tentu habis sudah nasib mayat saudara mudanya itu.
Angin pukulan membadai ini menderu hebat berputar berguIung-guIung laksana angin lesus Baru saja badai angin warna kuning ungu ini menerpa datang hampir menyentuh tanah, sesosok bayangan merah langsing mendadak melejit tinggi terus melayang kesamping mengikuti dorongan angin.
Waktu ditegasi mayat Ko bok-im hun itu kini sudah hilang berubah segenang air darah yang berceceran diatas tanah membasahi pakaian kosong yang masih ketinggalan.
Iblis tanah akhirat Ciok Kun menjerit pedih, kedua tangannya bergerak bersilang, badannya sekarang berubah warna merah ungu seluruhnya, terbungkus oleh gulungan kabut dingin yang berkilauan terus menubruk kearah bayangan merah darah yang lebih menyolok dan tebal dari semula itu, setelah melayang kesamping begitu menginjak tanah bayangan merah yang semakin menyala ini laksana bintang meteor langsung memapak maju kearah iblis akhirat yang menyerang datang ini.
Iblis tanah akhirat tahu akan kelihayan Hiai-ing-kang musuh, terutama setelah menyedot darah segar korbannya, kekuatan bertambah berlipat ganda terbukti dari warnanya yang semakin merah dan menyala itu.
Saking murka dan sedih, Ciok Kun menjadi nekad, bentaknya garang .
"Cari mati!"
Kontan Hian-si im-ou dikerahkan sampai puncak tertinggi, sinar merah ungu lantas memancar keluar angin badai yang dingin terus berkembang.
Perbawa ilmu yang dilancarkan ini jauh berbeda dengan yang pernah dilancarkan Ko-bok-im-bun tempo hari, keadaannya lebih seram dan menakjubkan.
Bayangan merah darah itu bergerak tanpa membawa suara sedikitpun.
Agaknya bayangan merah ini cukup cerdik, ia tidak mau bertanding berhadapan mengadu kekuatan, selincah kupu menari diantara rumpun bunga bayangan ini selulup timbul melayang kesana berkelebat kesini, selalu mencari lubang kelemahan terus menempel kearah badan Ciok Kun.
Naga-naganya Ciok Kun memang takut juga bersentuhan secara berhadapan, cara turun tangannya juga lantas tidak mengenal kasihan lagi angin badai yang dingin membeku badan terus berseliweran membawa kabut gelap, sementara waktu kedua belah pihak sama kuat bertahan.
Dalam pada itu, Giok-liong tengah mengarahkan hawa murninya yang terakhir dalam usahanya menolong jiwa Tan Hak-siau, hawa murni dalam pusarnya sudah hampir terkuras habis melalui pori-pori kulitnya terus merembes masuk kebadan pemuda baju kuning.
Sang waktu terus berjalan detik demi detik, keringat diatas badan Giok liong terus tercurah membasahi seluruh tubuh seperti kehujanan, cahaya air mukanya juga semakin guram.