Chiu-ki rada melengak, lantas sambungnya.
"Siocia, menurut hemat hamba, Ma-siau-hiap bukan manusia macam itu, Aku berani pastikan tentu kau salah lihat."
"Tidak mungkin, aku melihat sendiri dia sedang melucuti pakaian perempuan itu, Lalu membuka pakaian sendiri juga ..."
"Siocia, bukankah orang itu terluka parah ? Tadi waktu Ma siau hiap menjinjing tubuhnya, kita kan sudah melihat jelas. Dia tidak tahu dimana letak luka-luka itu, kemungkinan besar Ma-siauhiap sedang memeriksa keadaan luka-lukanya."
"Tidak mungkin, Memeriksa luka! Mengapa harus melucuti pakaian sendiri ? Apalagi orang itu adalah seorang gadis remaja .....
"
Sampai disini tiba-tiba ia merandek. Lalu mulutnya mengguman sendiri.
"Apa mungkin perempuan itu terserang bisa dingin yang sangat jahat lantas dia menggunakan hawa murni dalam tubuhnya untuk mengobati ... hm, kalau sedemikian kasih sayang dia mau mengobati perempuan lain, buat apa aku..."
Chiu ki segera menyanggah.
"Nah siocia cara berpikirmu ini terang berat sebelah. Bagaimana kalau jiwa orang itu sudah di-ambang pintu kematian ? Apalagi sebelum ini Ma-siau-hiap tidak tahu kalau dia seorang perempuan. Siocia, seumpama kau menjadi dia, kau mau menolong atau tidak ?"
Kontan merah jengah selebar pipi Ling Soat yan, jengeknya aleman.
"Cis, aku tak sudi menolongnya."
"Siocia, marilah kira kembali melihat keadaan, kita harus mencari tahu duduk perkara sebenarnya, Menurut kabarnya cara pengobatan semacam ini paling menghabiskan semangat dan tenaga. Malah tidak boleh mendapat gangguan dari luar. Kalau Ki-kiat bangsat tua itu muncul kembali, kejadian akan lebih parah lagi!"
Ling Soat-yan sudah memperlambat langkahnya, katanya masih jengkel.
"Ada apa yang perlu dikwatirkan ?"
"Sudah tentu Ma siau hiap terancam bahaya !"
"Kalau dia mati ada sangkut paut apa dengan aku ?"
Dari nangis Chiu-ki malah tertawa geli.
"Kalau dia betulbetul mati, hati hamba sendiri juga akan ikut bersedih, masa siocia kau takkan bersedih hati !"
"Cis, budak binal, Baiklah aku turut permintaanmu, kita kembali!"
Sebat sekali ia memutar tubuh terus berlari lebih kencang kearah datang semula. Di belakangnya Cbiu-ki mengulur lidah dan membuat muka setan, godanya lirih.
"NaH kembalinya kok berjalan begini cepat!"
Tanpa ajal iapun percepat langkahnya. Tempo dalam berlari kencang kembali ini sudah tentu lebih cepat, baru saja mereka menembus hutan, dikejauhan sana lantas terlihat sebuah bayangan kurus kering berkelebat menghilang di balik batu besar itu.
"Celaka."
Seru Chiu-ki kaget.
"Tua bangka renta itu betulbetul datang kembali."
Ling Soat-yan lantas berpaling, ujarnya.
"Chiu-ki kau sembunyi dulu, bekerjalah melihat keadaan."
Habis ucapannya badannya lantas melenting maju secepat anak panah lepas dari busurnya menubruk ke arah batu besar itu.
KebetuIan saat mana ko-bok-im-hun tengah bergelak tawa hendak beranjak masuk ke-dalam gua.
Begitulah sambil mengerahkan hawa murni untuk melindung badan, Ling Soat - yan menyambung obrolan orang.
"Manusia macam setan seperti kau ini juga berani pentang bacot, menyalak seperti anjing galak yang minta gebuk!"
Sembari berkata-kata ini halus seringan sutra melambai lengan bajunya dikebutkan segulung angin halus sepoi-sepoi menerpa keluar mengarah ke arah Ko-bon-im hun Ki-kiat. Ki-kiat menjadi terkejut, batinnya.
"Kapan budak perempuan ini mendesak tiba di belakangku mengapa sedikitpun aku tidak merasa?"
Tengah ia berpikir ini, segulung angin halus sudah menerjang tiba didepan dadanya. Segera ia tertawa gelak-gelak, serunya.
"Budak ayu jelita, Marilah kita juga adakan pertunjukan macam itu,"
Tahu-tahu badannya bergerak berputar seperti gangsingan sembari mengisar kesamping, dengan indah sekali ia hindarkan diri dari seraagan angin kebutan ini, dalam kejap lain tahu-tahu tubuhnya sudah berkisar dibalik batu besar sebelah sana.
Tahu-tahu sebuah bayangan merah jingga berkelebat didepan mata, Ling Soat-yan yang mengenakan selendang sutra semampai melambai-lambai itu sudah berdiri dihadapannya sambil tersenyum menggiurkan jaraknya tidak lebih delapan kaki.
Wajah ayu jelita berkulit putih itu kini bersemu merah, sepasang mata yang indah dan bening kini memancarkan sorot pandangan penuh nafsu membunuh.
Meskipun Ko bok-im-hun Ki-kiat seorang gembong iblis yang suka membunuh manusia tanpa berkedip, tak urung merasa gentar juga sanubarinya katanya dalam hati.
"Agaknya Lwekang budak perempuan ini sudah sempurna, Tapi sukar dilihat dari aliran mana. Tapi apa pedulinya, Lo ji berada disekitar ini segera bakal tiba kemari . .."
Ternyata semalam ia bertempur sengit melawan pemuda baju kuning yang melawan dengan mati-matian, meskipun lawan kecilnya dapat dilukai, tak urung dia sendiri juga terluka parah, untung ditengah jalan ia bertemu dengan saudara angkatnya kedua yaitu Ui-cwan-te-mo (iblis tanah dari akhirat) Ciok Kun, setelah Iuka-Iukanya diobati sembuh mereka berpencar mencari dan memeriksa sekitar pegunungan ini.
Kepandaian silat iblis tanah akhirat Ciok Kun benar hebat luar biasa, dibanding dengan Ko-bok-im-hun (sukma gentayangan dari kuburan) Ki-kiat entah berapa tingkat lebih tinggi, Maka begitu teringat akan saudara angkat kedua itu berada tak jauh dari tempat ini, legalah hatinya mendongak ke atas ia terkekeh kekeh, serunya sinis.
"Budak keciI, bagaimana ? Marilah kita juga adakan pertunjukkan semacam itu?"
Ling Soat-yan tertawa ringan mengunjuk kedua dekik didua pipinya, serunya aleman.
"Ki-kiat, nyawamu sudah hampir tamat, orang yang sudah hampir masuk liang kubur, maka nonamu ini juga tidak perlu main sungkan-sungkan lagi !"
Bercekat hati Ki-kiat, gelak tawanya semakin keras.
"Budak kecil, siapakah gurumu, sombong dan menyenangkan benar kau ini, Lohu ... ck, ck, ck, , .."
Sebetulnya orang yang kemarin malam beradu pukulan dengan dia bukan lain adalah Ling Soat-yan namun agaknya Ki-kiat tidak tahu dan melihat jelas waktu itu. Ling Soat-yan unjuk senyum menggiurkan, ujarnya.
"Guruku bernama Giam-lo-ong, Aku diutus kemari untuk mencabut nyawa iblis durjana seperti kau ini."
Baru lenyap suaranya lemah gemulai badannya bergelak maju terus menyerang.
Diam-diam Ko-bok-im-hun Ki-kiat terperanjat.
Walaupun wajah Ling Soat-yao menguIum senyum, berjalan gemulai kearahnya sedikitpun tidak mengunjuk gaya hendak menyerang, tapi sebetulnya sikapnya ini merupakan inisiatip penyerangan yang mengikuti gerak perubahan musuh yang hendak di serang, bagaimanapun polah gerak musuh akan dapat diikuti dengan perubahan yang tidak kalah rumitnya pula.
Maka begitu ia melihat cara gerak langkah Ling Soat-yan ini lantas terasalah olehnya bahwa kanan kiri depan dan belakang dirinya sudah tertutup rapat oleh kesiap siagaan orang, Selain ia berlaku nekad menempur dengan mati-matian tiada jalan lain untuk meloloskan diri.
Tapi lantas terpikir pula olehnya.
"Budak kecil ini naga-naganya masih hijau, muda usia lagi seumpama ia membekal kepandaian setinggi langit juga tentu latihannya belum sempurna betul"
Karena pikirannya ini berjangkitlah nyalinya kembali ia berkata, serunya.
"Budak kecil, siapa namamu ? Turut saja Lohu pulang kutanggung selama hidup ini kau akan senang berfoya-foya."
Seringan kupu menari selangkah demi selangkah Ling Soatyan maju mendekati mulutnya menyahut lincah.
"Nonamu ini bernama Ling Soat-yan, Kematian sudah di-depan matamu masih berani kau bermulut kotor, sungguh menggelikan,"
Mendadak langkah kakinya dipercepat, sekali berkelabat tahutahu ia sudah melejit sampai dihadapan K.o-bok-im-hun. Dinana lengannya diangkat berayun pelan-pelan terus mengebut kearah muka Ki-Kiat. Ki-kiat berjingkrak kaget, batinnya.
"Terhitung jurus silat dari aliran mana ini?"
Sembari berpikir sebat sekali tangan kanannya juga diulur maju terus mencengkeram kepergelangan tangan halus putih itu.
Baru saja tangannya terulur, mendadak bayangan merah berkelebat didepan matanya puluhan angin kencang secepat kilat berbareng menyerang keseluruh tempat-tempat penting tubuhnya laksana gugur gunung dahsyatnya.
Jantung Ki-kiat serasa hendak melonjak keluar teriaknya ketakutan.
"Hiat-ing-bun ..."
Lekas-lekas tangan kiri diayun keatas, selarik bara api warna hijau meluncur tinggi ketengah angkasa. Bertepatan dengan itu, suara tawa cekikikan terdengar disamping telinganya.
"Nonamu ini memang bukan lain adalah Hiat-ing Kongcu!"
"Haaaaa...duh..."
Jerit ketakutan yang menyayatkan hati terdengar keluar dari mulut Ko-bok-im-hun yang setengah sekarat belum mampus.
Bukan saja belum sempat ia menggunakan ilmu Hian-si-im ou, sampai mengerahkan tenaga untuk melindungi badansendiri juga tidak sempat lagi, tahu-tahu dirinya sudah menjadi korban dari serangan Hiat-ing Kongcu yang lihay.
Begitu bayangan orang terpencar, terdengar pula suara tawa cekikikan, Air muka Ko-bok-im-hun berubah hijau pucat, dengan langkah sempoyongan ia berusaha lari kedalam hutan.
Terlihat beberapa jalan darah penting ditubuhnya berbareng mengucurkan darah segar.
Setelah menerjang maju beberapa langkah badan bergoyang-goyang tubuhnya lantas tersungkur jatuh keatas tanah, kakinya berkelejetan sebentar dilain saat ia sudah mendaftarkan diri pada raja akhirat sebagai pendatang baru.
Wajah Hia -ing Kongcu mengunjuk senyum kepuasaan, mendongak keatas ia memandang mercon api yang meledak dan ber kembang warna hijau ditengah udara, Mulutnya mengguman,Kemungkinan betul Pit-loh thian-mo atau Ut-ttte- mo berada disekitar yang berdekatan sini.