Halo!

Seruling Samber Nyawa Chapter 39

Memuat...

"Ma-siau hiap tunggu sebentar. Dari jauh terdengar kumandang ucapan Giokliong.

"Harap maaf, lebih penting aku mengejar kembali milikku itu."

Suaranya terdengar semakin jauh dan lirih, akhirnya sirna, setelah Giok-liong pergi tanpa merasa Ha lian dan Chiu-ki terlongong longong memandangi Ling Soat-yan. Mendadak seperti paham sesuatu soal Ha lian berkata riang.

"siocia sungguh pintar! Kalau kita pulang tentu Loya sangat girang. Sebaliknya Chiu-ki berkata mendelu penuh sesal.

"siocia tidak seharusnya kau ngapusi dia Dia seorang yang sangat baik, jikalau dia tahu kau bohong, selamanya dia tak kan kembali lagi."

Ling Soat-yan menghela napas dengan masgul, ujarnya.

"Ayah menyuruh aku mencabut nyawanya dan merebut benda pusaka miliknya untuk memutus keturunan Ji-bun, tapi aku ... ."

Butir air mata laksana mutiara lambat laun menggenangi kelopak matanya terus mengalir membasahi pipinya, Pelanpelan dirogohnya keluar dari dalam bajunya sebatang seruling batu giok warna putih mulus bening.

Terang itulah Jan-hun-ti milik Giok-liong itu.

Butiran air mata berderai mengalir deras, kalanya sambil sesenggukkan dengan rawan.

"Oh, Tuhan, Kenapa aku harus terlahir di Hiat ing-bun...aku hendak kembalikan seruling ini lagi pada dia . ."

Ha-lian maju mendekat, katanya.

"Siocia, marilah kita lekas pulang, Loya pasti sangat senang, buat apa kau harus bersedih, seumpama seruling ini digembol olehnya, lambat laun cepat tentu juga direbut orang lain, bukankah sama saja persoalannya "

Sebaliknya Chiu-ki membujuk dengan kata-kata halus.

"Jikalau siocia tidak mau melukai hatinya segera harus menyusul ke-sana, Kalau terlambat mungkin dia bisa terjatuh dibelenggu Thian-lam-say-yau. Sampai saat mana menyesal juga sudah kasep !"

Ha lian juga tidak mau kalah debat, bentaknya.

"Orang she Ma itu boleh terhitung seorang pemuda gagah ganteng, tapi belum tentu siocia pasti ketarik akan tampangnya itu, seumpama lebih cakap lagi juga apa gunanya, sifatnya rada ketolol-tololan..."

Mendadak Ling Soat-yan mendehem pelan-pelan terus bergegas berdiri, agaknya ia sudah ambil keteiapan, katanya pada Ha-lian dan Chiu-ki.

"Kalian boleh pulang dulu memberi lapor kepada ayah, bahwa aku pergi mencarinya, jikalau ayah mendesak biarlah kelak aku yang memberi keterangan,"

Segera Ha-lian mengajukan usul yang menentang kehendak siocianya itu.

"Tidak bisa, kalau siocia pulang, tentu Loya akan marah."

Chiu-ki juga membujuk dengan lemah lembut.

"Siocia, biarlah hamba ikut kau saja, paling tidak sepanjang jalan ini kau punya kawan bicara."

Ling Soat-yan manggut-manggut, katanya.

"Baiklah.."

Lalu ia berpaling kearah Ha-lian dan berkata pula.

"Kau pulang lebih dulu, mari kita berangkat!"

Ha lian menjadi gugup, serunya.

"siocia mana boleh begini ..."

Namun Ling Soat-yan sudah berjalan pergi diikuti Chiu-ki, seruling samber nyawa disimpan lagi kedalam bajunya, tak lama kemudian bayangan mereka sudah menghilang didalam hutan. Ha lian menjadi gemas dan dongkol, gumamnya sambil membanting kaki.

"Tidak hiraukan aku lagi, aku pulang lapor! "

Lalu iapun berlari-lari kencang kearah yang berlawanan.

Setelah meninggalkan kuil bobrok itu Giok-Iiong terus berlari dengan pesatnya menerobos hutan lebat.

Timbul banyak pikiran yang menyangsikan membuat hatinya bergejolak.

Ling Soat-yan, gadis ayu jelita ini naga-naganya memiliki ilmu silat yang tinggi, Tapi diteropong dari seluruh dunia persilatan masa kini, hakikatnya tiada seorang tokoh kenamaan yang mempunyai nama she Ling, Begitulah sambil berlari otaknya terus bekerja.

Tidak terasa tahu-tahu dia telah menerobos ke luar dari hutan lebat itu.

Tiang sun po sudah diambang matanya.

Mayat bergelimpangan dimana-mana terlihat kaki tangan yang tidak lengkap dengan darah berceceran bercampur otak yang kepalanya pecah, sungguh pemandangan yang mengerikan.

Pertempuran berdarah semalam sudah lalu, keadaan disini menjadi begitu sunyi leosan, Ci-hu giok-li dan Tak Hak-siau tidak diketahui ujung parannya.

Yang paling celaka adalah kemana pula juntrungan Ko-bok-im hun.

Jikalau tidak dapat menemukan Ko-bok-im hun berarti seruling sambar nyawanya juga susah dicari kembali.

Tapi kemanakah sebetulnya Ko bokim hun telah pergi ?"

Mau tak mau Giok-liong harus berpikir secara cermat.

"Dia menaruhku didalam sebuah kuil bobrok, hanya menggondol seruling samber nyawa itu saja, ini menandakan bahwa dia sendiri juga menderita luka-luka parah, jikalau benar-benar ia terluka parah menggondol pergi benda pusaka lagi, pasti tindakan yang terutama baginya adalah mencari suatu tempat yang tersembunyi untuk mengobati iuka-lukanya dulu, baru mencari jalan keluar melalui semak belukar yang jarang diinjak manusia."

Analisa ini memang rada masuk diakal.

Semakin dipikir semakin tepat dugaannya, segera ia menyedot hawa dalam-dalam terus kembangkan Ieng-hun toh sampai puncak kemampuannya.

Maka terlihatlah segulungan bayangan putih yang samar-samar meIayang pesat sekali dari puncak kepuncak dengan gerik langkah laksana burung terbang.

Begitulah setelah sudah lama ia berlari lari diatas pegunungan yang senaak belukar iai tahu-tahu dia sudah berlari sejauh ratusan li, Keadaan disini rada datar tapi sekelilingnya penuh ditumbuhi pohon-pohon alas yang besar tinggi, kiranya dia semakin dalam memasuki hutan lebat yang belum pernah diinjak manusia.

Sekonyong-konyong Giok-liong merandekan langkahnya, Gesit sekali badannya mendadak berhenti meluncur terus berdiri tegak bagai terpaku didepan noktah-noktah darah yang masih segar.

Dari noktah darah yang masih belum membeku seluruhnya ini boleh dipastikan tentu ditinggalkan belum lama ini, ini berarti bahwa orang yang terluka tentu masih berada ditempat yang berdekatan saja.

Sambil mengerutkan alisnya Giok-liong beranjak memeriksa keadaan sekelilingnya.

Ditemukan disemak-semak rumput kering di sebelah kiri sana ada tetesan darah yang memanjang menuju kedalam sebuah hutan gelap.

Pelan-pelan Giok-liong menarik napas lalu mengerahkan tenaga Ji-lo untuk melindungi badan setindak demi setindak ia maju kearah hutan gelap itu.

Setelah berada dalam hutan yang sunyi dengan keadaan yang seram mencekam sanubari, dimana-mana terlihat rumput dan dedaunan kering berserakan mulai membusuk, walaupun saat itu tiada angin dingin menghembus, cuaca menjelang terang tanah ini dalam keadaannya yang sunyi menakutkan benar-benar membuat siapapun pasti bergidik merinding.

Sekonyong-konyong secuil kain kuning menarik perhatian Giok-Iiong.

Disemak di antara rumput-rumput kering yang tertumpuk dedaunan kering pula muncul selarik kain kuning, Kalau lebih ditegasi lagi lantas terlihat noktah-noktah darah bertetesan memanjang itu langsung menuju ketumpukan rumput dan dedaunan kering itu.

Bergetar jantung Giok-liong, Bukankah secarik kain kuning yang dilihatnya ini persis benar dengan pakaian kuning yang dikenakan oleh Tan Hak-siau, Tanpa ragu-ragu lagi segera ia melompat maju terus menyingkap tumpukan rumput kering itu.

Ya Allah, Pemuda baju kuning Tan Hak-siau rebah dengan kedua biji mata dipejamkan, air mukanya rada bersemu merah jingga.

Ujung mulutnya masih merembes darah segar badannya kaku rebah diatas tumpukan rumput kering itu.

Diulurkan tangan meraba pernapasannya terasa jalan pernapasannya sudah sangat lemah dan kempas kempis, jiwanya tinggal menunggu waktu saja, yang paling mengherankan adalah dari badan yang telah membeku kejang ini menguap hawa dingin.

Tak kuasa Giok-liong sampai berseru kwatir.

"Hian si im-cu. Mungkinkah Ko-bok-im-hun...."

Tidak banyak waktu untuk berpikir lagi, sebab kalau ia tidak segera memberikan pertolongan kemungkinan besar jiwa pemuda baju kuning ini takkan tertolong lagi.

Sedikit bimbang lantas Giok-Iiong merogoh keluar sebuah pulung kecil yang terbuat dari batu giok sedikit pencet pulung kecil itu pecah menjadi dua potong, Didalam pulung kecil ini tersimpan tiga butir pil merah, satu diantaranya lantas dijejalkan kedalam mulut Tan Hak siau, Lalu ia sendiri juga berjongkok membungkuk badan, setelah menarik napas panjang terus menempelkan mulut sendiri kemulut pemuda baju kuning.

Menanti pil merah itu sudah hancur mencair didalam mulutnya dan tertelan habis baru Giok liong bangkit dan menjinjing tubuhnya dibawa masuk kearah hutan yang lebih daIam.

Disebelah muka sana adalah lereng bukit yang rada curam, dilereng ini ada sebuah batu besar berdiri tegak ditengahtengah.

Waktu Giok-liong mengitari batu besar ini dilihatnya dibelakang sana ternyata terdapat sebuah gua besar.

Keruan hatinya girang bukan main, sambil menjinjing tubuh pemuda baju kuning Tan Hak-siau, Giok liong terus menerobos masuk.

Sampai saat itu Tan Hak-siau yang berada didalam pelukan dadanya semakin dingin dan kaku, seperti setunggak belok besar.

Teringat olehnya betapa simpatiknya pemuda baju kuning ini berulang kali mengulurkan tangan membantu dirinya.

Kini ternyata terluka oleh ilmu Hian-si-im-ou yang jahat dan berbisa, Betapa juga dirinya harus menolong sekuat tenaga.

Tadi ia sudah memberikan sebutir pil Hwe - yang - tan, obat paling mujarab dari perguruannya, bukan saja obat termahal dan paling manjur, obat ini juga tidak sembarangan boleh digunakan kalau tidak menghadapi jurang kematian.

Dukungan & Donasi

Bantu kami terus update dengan memberi dukungan melalui:

BCA 7891767327
Trakteer
Post a Comment