"Bagus, kiranya kalian juga ingin mencabut jiwaku!"
Lemah gemulai Ci-hu-giok-Ii bergerak melambaikan seputangannya, sedikit tangan kanan bergetar segulung kabut ungu segera bergulung menerjang kearah seorang laki-laki baju kuning mas didepannya, selain itu tangan kiri juga tidak tinggal diam melambai perlahan kelihatannya memang pelan tapi serentak dengan lambaian tangannya ini ia sudah lancarkan tiga gelombang angin pukulan tangan yang berlainan tujuan dan berbeda sasarannya.
Tak terduga saat mana para peserta pembentuk barisan itu sudah dapat pernahkan diri mereka masing-masing dengan menduduki tempat tempat yang tepat dan penting, yang memberi komando cukup berpengalaman lagi.
Lima orang jadi satu kelompok saling bantu membantu dan bahu membahu, Maka jurus serangan yang rada terlambat menjadi susut bawa hasil, tidak seperti pemuda baju kuning sekali gebrak beberapa orang musuh segera terjungkal, Hati Kiong Ling-ling jadi dongkol, batinnya.
"Agaknya sudah tiba saatnya kita berantas para kurcaci jahat ini."
Seiring dengan tawa merdu yang berkumandang, gerak badannya mendadak berubah, pelajaran tunggal yang istimewa dari keluarga Ci-hu segera dilancarkan.
Maka tampaklah bayangan ungu berkelebatan selulup timbul kadang-kadang jelas dilain saat bergerak menghilang, kabut ungu juga bergulung-gulung semakin tebal melebar keempat penjuru.
Seketika kelima orang baju kuning mas yang menjaga dipintu hidup ini merasa dihadapan mata dan sekitar tubuhnya bermunculan bayangan gadis rupawan berpakaian ungu yang tengah tertawa menggiurkan, tapi setiap kali tangannya bekerja lantas terasa sampokan angin keras yang menyerang ke arah tempat tempat penting ditubuh mereka.
Demi keselamatan jiwa sendiri, kelima orang baju kuning mas yang sudah menduduki tempatnya masing-masing menjadi pontang-panting dan kacau balau, tak bisa bekerja sama lagi.
Masing-masing menggerung dan menjadi nekad memutar golok sendiri untuk melindungi badan.
Dengan demikian bentuk barisan mereka ini menjadi bubar, hal ini memang menjadi tujuan Ci hu-giok-li dengan riang ia berseru.
"Nah kan begini !"
Kelima jari tangannya mendadak menjentik berulang-ulang kearah lima sasarannya, Kontan terdengar laki-Iaki baju kuning yang berdiri paling dekat menggereng tertahan, golok ditangannya tampak dilintangkan serta gerak cepat sekali menangkis angin kencang yang menerjang tiba.
Tapi baru saja sinar goloknya bergerak, lantas terdengar suara tawa ringan yang berkumandang, segulung kabut ungu mengepul datang membawa bau harum terus menungkrup keatas kepalanya.
"Aduuuh"
Jerit yang mengerikan setengah tertahan darahpun berceceran keras sekali, Nyata separo kepala lakilaki baju kuning mas ini sudah terbelah sebagian.
Sebelum tubuh musuh ini roboh ditanah bayangan Ci hugiok li sudah melayang ke arah sasaran Iain.
Di pihak lain kiranya pemuda baju kuning lebih leluasa bekerja, karena berulang-ulang terdengar pekik dan lolong kesakitan serta robohnya para musuh yang merintangi, darah mengalir deras berceceran dimana-mana.
Pada waktu itu terdengar pula suara sangkala yang panjang tinggi melengking menembus angkasa, setelah itu lantas berhenti tak terdengarlah suara apa-apa.
Agaknya Ko-bok-im-hun sudah tidak sabaran lagi, mendadak mulutnya mencebir bersuit keras sekali, badan yang bergerak selincah kera selicin belut itu mendadak berhenti berdiri dengan tegak bagai terpaku diatas tanah, sepasang matanya memancarkan cahaya buas yang berwarna hijau, seluruh tulang badannya berkeretekan, uap hijau murni mengepul dari seluruh badannya.
Sungguh kejut Hiat-hong Pang cu bukan main, sedikit menutulkan kakinya di atas tanah tubuhnya terus melambung tinggi tiga tombak di tengah udara ia menyedot hawa murni, berbareng Hiat-hong-ling di kedua tangannya dibenturkan, seketika terdengar samber angin keras yang membawa suara gemuruh laksana geledek.
Dari ketinggian ini langsung meluncur turun menubruk dengan kekuatan yang dahsyat bagai gugur gunung.
Betapapun dengan itu, mendadak seluruh tubuh Ko bok-imhun mengepulkan hawa merah marong yang menyolok terus menyelubungi seluruh badannya, malah hawa kabut ini semakin meninggi sehingga seluruh badannya tertelan tak kelihatan lagi.
Diam-diam Hiat-hong Pang-cu berteriak dalam hati.
"Celaka, inilah Hian sim-im-ou!"
Seluruh tenaga murninya dikerahkan badan yang meluncur turun itu mendadak jumpalitan terus meluncur minggir kesamping kiri. Tapi meskipun ia bergerak selincah burung walet, tak urung sudah terlambat setindak.
"Blang", benturan bagai guntur berbunyi ini menggetarkan seluruh gelanggang, angin badai melambung keempat penjuru menggulung seluruh benda yang berada disekitarnya, Terdengar Hiat-hong Pang-cu menguak keras seperti babi hendak disembelih, Kontan badannya mencelat jumpalitan jauh sekali, dari mulutnya segera menyembur darah segar sampai membasahi seluruh kedok dimukanya. Ditengah kabut yang masih mengepul terlihat bayangan merah yang kaku bagai mayat hidup laksana anak panah melesat menubruk kearah Giok-liong. Tatkala itu, Giok-liong sudah lancarkan seluruh ilmu Janhun si sek sampai puncaknya, Sinar kuning mas seperti rantai kuning menggubat seluruh tubuhnya, ditengah angin yang menderu kencang, dengan susah payah ia tengah mendesak Kim-i Pang cu sampai dua tombak, baru saja ia hendak menerjang lagi dengan serangan terakhir sekonyong-konyong dari atas kepalanya terasa segulung hawa dingin telah menungkrup datang. Bertepatan dengan itu, dari dalam rimba sana beruntun muncul beberapa bayangan orang laki laki yang bermuka cakap bertubuh kekar, gerak-geriknya juga cukup gesit dan tangkas sekali, para pendatang ini sama mengenakan seragam jubah biru. Ditengah gelak tawa yang berkumandang nyaring, dua bayangan biru tua yang menyolok muncul lagi dari balik pohon besar membawa cahaya biru yang terang terus menubruk maju memapak kearah Kobok-im hun. Sedang dua bayangan biru lainnya laksana angin lesus menerpa kearah Giok-liong. Melihat situasi yang tidak menguntungkan ini, segera Kim-i Pang-cu mendongak mengeluarkan pekik panjang sebagai aba-aba, serentak dari dalam hutan menerjang keluar lagi puluhan orang seragam hitam dan kuning mas. Maka terjadilah pertempuran gaduh yang gegap gempita, suasana menjadi kacau balau. Ci hu-giok-li dan pemuda baju kuning saat mana sudah terkepung ditengah tengah gelanggang pertempuran. Badan mereka bergerak dengan tangkas dan sebat sekali, setiap kali tangan dan kakinya bergerak, pasti ada beberapa orang yang jatuh roboh sambil menjerit ngeri. Diatas tanah yang datar di lamping gunung yang tidak begitu besar ini, sekarang sudah berkumpul ratusan gembonggembong silat yang berkepandaian tinggi pertempuran yang demikian hebat ini tidak lain hanya bertujuan merampas seruling samber nyawa, jadi hakekatnya sasaran utama bagi mereka sebenarnya hanya satu yaitu Giok-liong. Mana mungkin mereka berdua kuat menahan dan membendung arus serangan musuh yang bertubi-tubi tak kenal putus, sementara itu, Kim-i Pang-cu sekarang sedang berdiri dipinggir gelanggang sambil menenteng cambuk ular masnya, dengan tekun dan cermat matanya tak berkedip mengamati setiap gerak gerik Giok-liong. Begitu tiba didalam gelanggang kedua bayangan biru tadi lantas melancarkan serangan yang berantai tanpa mengenal kasihan lagi, dua jalur sinar biru yang mencorong terang laksana biang lala, kontan membelit dan menyabet kearah pinggang Giok-liong. Tadi dalam menghadapi Kim-i Pang-cu meskipun sudah mengeluarkan setaker tenaganya, untung masih belum mendapat cidera apa-apa, tapi hakikatnya tenaga murninya sudah banyak susut atau tercurah keluar, Kini dilihatnya dua bayangan biru tengah menerjang tiba, timbullah hawa amarahnya, air mukanya yang rada pucat itu seketika menjadi merah padam terbakar oleh kemarahannya, sepasang matanya juga lantas memancarkan sorot kebuasan yang berkilat-kilat. Tenaga Ji-lo mulai dikerahkan berputar cepat diseluruh tubuhnya, potlot mas ditangan kanan rada ditekan sedikit kebawah, lalu bentaknya sinis.
"Yang tidak ingin hidup coba maju kemari!"
Sekarang ia sudah melihat tegas satu diantara kedua bayangan biru adalah Ham-kang-lt ho Pek Su-in adanya.
Luka luka ditangan kirinya itu kini sudah dibalut rapi, agaknya sedikit luka ditangan kiri itu tidak mengurangi atau mengganggu kesehatan dan gerak geriknya.
Salah seorang lain kiranya adalah seorang kakek tua berambut uban, bermuka tepos bertubuh kurus ceking, Tapi gerak gerik si orang tua ini nyata lebih gesit dan lihay, Hamkang- it.ho langsung meluncur datang, belum tiba suara gelak tawanya sudih terdengar suaranya.
"Ma Giok liong, seorang kesatria harus dapat melihat gelagat, Menyerah saja dan seishkan seruling samber nyawa itu, seluruh kaum Pek hun-to tidak akan menyia-nyiakan kebaikanmu ini."
Giok-liong menjadi murka, hardiknya keras.
"Kalau kau mampu marilah ambil sendiri."
Sedikit potlot masnya bergerak, seiring dengan hawa Ji-lo yang melindungi tubuh terus terayun kedepan berubah menjadi seutas bayangan mas menerjang kedepan, Maka terdengarlah suara "trang, trang ..."
Berulang-ulang dari benturan senjata yang nyaring, tiga bayangan orang sedikit terpental mundur sebelum mereka dapat berdiri tegak, ditengah udara masih kelihatan percikan api.
Mendadak si orang tua renta itu memperdengarkan gelak tawa menggeledek, jengeknya.