Pemuda baju kuning meleletkan lidah, segera ia soja minta minta maaf.
"selanjutnya aku yang bodoh ini tidak berani lagi !"
Melihat sikap orang yang sedemikian prihatin akan dirinya, Giok-liong menjadi terharu, Tanpa terasa terkenanglah akan istrinya Coh Ki-sia yang tinggal dalam Hwi-hun san cheng itu, wajahnya yang gagah ganteng itu lantas tersimpul senyum manis.
Melihat Giok-liong juga tersenyum, hati Ci-hu-giok-li merasa syuur seakan arwahnya terbang keawang-awang, katanya dengan lembut .
"Nada tertawa ini rada aneh. Mungkin Ko-bok imhun tokoh ketiga dari Thian-1ai-sam-yau sudah tiba. Menurut hematku marilah segera kita tingal pergi saja."
Pemuda baju kuning tertawa penuh arti, ujarnya "Mau pergi, kukira juga tidak begitu gampang !"
Ci hu-giok-li lantas tertawa lantang, tanpa menoleh lagi ia menyambut.
"Apa kau coba merintangi ?"
Pemuda baju kuning juga tertawa-tawa, katanya "Mana aku yang bodoh ini berani, apalagi terhadap kau nona masa aku berani kurang ajar lagi ! Hanya ... apakah kalian tidak merasa bahwa sekitar kita ini rada-rada janggal dan mencurigakan ?"
Tanpa merasa Ci-hu-giok-li tertawa geli, ujarnya.
"Masa mengandal para tokoti bangsa Panca-longok itu juga berani berusaha merintangi jalan kita ?"
Pemuda baju kuning menekan suaranya. katanya.
"Menurut pendapatku yang b-jdoh, dalam rimba sana mungkin bersembunyi tokoh-tokoh lihay, sementara waktu mungkin sukar dapat meloloskan diri."
Jauh sebelum berkecimpung didalam Kang ouw Giok-liong sudah pernah mendengar akan ketenaran nama Thian lamsam- yau, sekarang mau tidak mau dirinya harus berhadapan dengan gembong iblis yang ditakuti itu, sehingga hatinya kebat-kebit tidak tentram tercetus pertanyaannya.
"Bagaimana kepandaian silat Ko-bok-im-hun itu?"
Pemuda baju kuning menjawab serius.
"Dibanding Bo-pakit- jan kukira, boleh lebih tinggi dari pada dikatakan lebih rendah. Apalagi tokoh kesatu dan kedua Thian-lam-sam-yau itu kepandaian silatnya lebih tinggi lagi! jikalau mereka bertiga bergabung datang, Mungkin ...... malam ini kita bisa celaka !"
Ci-hu-giok-Ii juga manggut-manggut, katanya.
"Hal itu memang kenyataan, menurut kata ayahku, ketiga tokoh Thian-lam-sam-yau itu ilmu kepandaiannya masing-masing berlainan."
Tapi akhirnya mereka menutup pintu dan bergabung melatih semacam ilmu ganas dari aliran Lwe-keh yang dinamakan Hian-si-im-cu.
Bila mereka benar-benar masih melatih ilmunya itu, pasti tak mungkin bisa keluar dari sarangnya, Kalau kenyataan sudah keluar itu berarti bahwa ilmu gabungan itu sudah selesai dilatih bersama."
Suasana sementara menjadi sunyi senyap tenggelam dalam masing-masing pikirannya.
Gelombang tawa dingin yang menggiriskan itu masih terus bergema semakin dekat dan keras, Didengar dari gema suaranya yang semakin keras, jaraknya mungkin tinggal puluhan li saja.
Tiba-tiba pemuda baju kuning bertanya kcpada Giokliong."
Ma-siau-hiap, apakah benar kau menyimpan seruling sambar nyawa itu?"
Penuh tanda tanya dan keheranan Giok-liong mengamati orang, otaknya berputar cepat, batinnya.
"Meskipun dilihat perangainya ini pemuda baju kuning tidak seperti seorang jahat, bagaimana juga aku harus berjaga-jaga, Apalagi siapa namanya serta usul atau dari perguruan mana sedikitpun aku tidak tahu!"
Dasar pemuda baju kuning ini cukup cerdik sekilas saja ia lantas dapat menebak isi hati yang terkandung dalam benak Giok-liong, matanya yang besar berkedip-kedip serta ujarnya penuh jenaka.
"Agaknya Ma~ siau hiap agak ragu-ragu dan kurang percaya akan pribadiku! Aku yang rendah bernama Tan Hak-kiau, aku bertempat tinggal di Kau-jiang-san, dari perguruan Kau-jiang-pula! Baru belum lama ini aku berkelana di Kangouw, maka belum banyak dikenal oleh kalayak ramai."
"Dari kabar yang tersiar aku dengar katanya bahwa Janhun- ti (seruling samber nyawa) terjatuh ditangan To-ji Pang-lo cianpwe. Tapi selama rstusan tahun terakhir ini Pang-lo canpwe sudah menghilang jejaknya dari dunia persilatan. Maka begitu Ma-siau-hiap mengunjukkan diri segera menggemparkan seluruh rimba persilatan Tiada seorangpun dari kaum persilatan yang tidak mengharapkan sedikit sumber berita yang paling terpercaya tentang seruling sakti itu."
"Aku yang rendah hanya kebetulan saja kebentur dengan peristiwa ini, sebagai seorang dari aliran Ciang-pay betapapun aku tidak bisa berpeluk tangan melihat kesukaran orang lain tanpa mengulur tangan membantu, jikalau seruling samber nyawa itu benar-benar berada ditangan Ma-siau-hiap, mau tidak mau kita harus mundur teratur untuk menentukan langkah langkah selanjutnya."
"Terima kasih akan uluran tangan saudara yang sudi membantu kesukaran yang tengah kuhadapi ini. Memang seruling sakti itu telah diserahkan kepadaku oleh guruku. Tapi betapapun aku harus dapat menanggulangi sendiri kesukaran yang timbul karena seruling sakti itu. Kuharap saudara berdua tidak ikut menjadi korban oleh karena ketamakan pada durjana yang mengincar seruling pusaka itu.
"Akh Ma-siau-hiap berat kata katamu ini, rasanya malu bagi kita kaum persilatan yang mengutamakan kebijaksanaan bagi sesama umat jikalau berpeluk tangan melihat penderitaan orang lain, Kita harus berani berkorban demi keadilan dan kebenaran betapa juga aku sudah bertekad untuk membantu kau untuk menegakkan keadilan demi kesejahteraan kaum persiiatan!"
"Benar, kita kaum keluarga Ci-hu juga selamanya belum pernah menarik kembali ucapan yang pernah dikatakan, Meskipun bakal mendapat marah dari ayah aku tidak peduli lagi akan segala tetek bengek. Suka rela aku membantu kau, marilah kita galang persatuan dan kesatuan kita bertiga, air datang kita bendung musuh datang kita tandangi meskipun sampai titik darah penghabisan aku rela berkorban demi kepentingan kaum persilatan."
Sungguh haru Giok-liong tak tak terhingga sampai tenggorokkan terasa sesak sukar bicara namun belum sempat ia angkat bicara lagi gema suara panjang itu sudah meluncur tiba ditengah gelanggang membuat kuping mereka bertiga terasa hampir pecah.
Kini dalam gelanggang sudah bertambah seorang tua kurus kering bertubuh tinggi seperti genter bertangan panjang, Matanya yang berkilat itu langsung menatap kearah Giok-liong lalu tanyanya dengan suara rendah.
"Kau inikah yang bernama Giok-liong murid To-ji ?"
Sebelum Giok-liong sempat buka suara dari samping Kiong Ling-ling sudah menyelak, serunya.
"Paman Ki, sehat walafiatkah kau orang tua selama ini, untuk apakah kau datang kemari ?"
Ko bok-im hun terkekeh-kekeh, lalu ujarnya.
"Eeeeeh, sudah tahu pura-pura tanya lagi, Budak kecil dimanakah ayahmu, apakah beliau baik-baik saja selama ini."
"Berkat lindungan Tuhan, ayah masih sehat dan baik-baik saja !"
"Hm, baik sekali, Kau minggir saja ke-samping. Biar Lohu minta seruling itu dulu."
Berubah air muka Ci-hu-giok-li, katanya penuh aleman.
"Paman, Ma Giok-liong adalah engkoh angkat Wanpwe."
Tubuh Ko bok im-hun rada tergetar, sesaat baru ia berkata dingin.
"Omong kosong!"
Ci-hu-giok-li maklum bahwa orang rada keder dan segan menghadapi ayahnya, maka dengan wajar segera ia berkata.
"Ya, memang betul."
"Kapan Sin-kun mengangkat dia sebagai anak angkat ?"
"Setengah tahun yang lalu !"
Sekonyong-konyong Ko-bok im hun ter-loroh-loroh keras, suaranya bergema lantang menggiriskan sukma orang, lama dan lama kemudian baru ia menghentikan tawa seram ini.
"Paman apa yang perlu ditertawakan ?"
"Setengah bulan yang lalu baru saja Lohu bertemu dengan Sin-kun. Menurut tutur katanya hakikatnya ia tidak kenal mengenal tentang bocah she Ma ini, Hahahaha."
Sembari terbahak dingin ini mendadak timbul lima jalur angin dingin membawa warna hijau menyolok secepat kilat melesat mengarah Giok liong.
Bersama itu dia sendiri juga berkelebat cepat laksana bayangan setan tahu-tahu sudah melejit tiba dipinggir kanan Giok-liong.
Sungguh tidak terduga oleh Giok-liong bahwa gerak tubuh Ko-bok-im-hun ternyata bisa begitu cepat, untuk berkelit sudah tidak sempat lagi, dalam seribu kerepotan terpaksa ia gerakkan potlot mas ditangan kanannya, dengan jurus Siphum (menghilang sukma) jurus kedua dari ilmu Jan-hun-sisek untuk membela diri.
Seketika cahaya kuning memanjang seperti rantai emas berputar mengelilingi tubuhnya, sehingga menerbitkan angin menderu untuk melindungi badan.
Bertepatan dengan itu, terdengar juga hentikan nyaring halus, disusul bayangan ungu melayang tiba terus memberondong dengan kepalan tangannya yang hebat laksana gelombang samudra yang tengah mengamuk.
Tidak ketinggalan bayangan kuning juga berkelebat diselingi suara tawa dingin, seketika angin lesus membumbung tinggi laksana gunung.
Setelah terdengar ledakan dahsyat yang menggetarkan bumi, terlihat bayangan orang terpental keempat penjuru.
Ko-bok-im-bun berdiri tegak sambil melotot sepasang matanya yang besar beringas memancarkan cahaya terang kehijau-hijauan.
Wajah Ci-hu giok-li rada merah jengah katanya lembut penuh aleman.
"Paman, mana boleh kau gunakan kekerasan hendak merampas barang milik orang lain."
Pemuda baju kuning Tan Hak-siu ikut menyindir.
"Beginilah tokoh angkatan tua dunia persilatan yang disegani, Membuat angkatan muda bergidik dan malu saja."
Sebaliknya Giok liong mandah tersenyum ejek sambil berdiri menjinjing senjata potlotnya. Tiba-tiba suara tawa Ko bok-im-hun yang parau mendesis terlontar dari bibirnya yang menyeringai seram mendirikan buluroma, katanya.
"Hari ini Loou harus mencapai tujuan siapa yang berani merintangi pasti kubunuh!"
Belum selesai ia berkata terdengar angin berkesiur dari dalam hutan gelap sana berkelebat dua bayangan satu hitam dan yang lain kuning berkilau menyolok mata, Maka dilain saat tahu-tahu dalam gelanggang sudah bertambah dua orang berkedok.
Yang berdiri sebelah kiri berperawakan tinggi, seluruh tubuhnya terbungkus pakaian hitam, didada sebelah kiri tersulam gambar pelangi merah darah yang menyolok mata.