Halo!

Seruling Samber Nyawa Chapter 32

Memuat...

Bo-pak-it-jan menyeringai lebar katanya kepada Giok-liong.

"Buyung, ikut Lotau saja, Lohu berani tanggung akan mendidikmu menjadi seorang terlihay nomer satu di jagad ini."

Giok-liong tersenyum ewa, sahutnya sambil sedikit saja.

"Maaf Wanpwe tidak dapat memenuhi harapan cianpwe ini."

Ci-bu-giok-li tertawa cekikikan saking geli sampai dia menekuk pinggang memegang perut, ujarnya.

"Coba lihat, dia tak sudi ikut kau pergi bukan."

Bo-pak-it jan merengut membesi, serunya geram.

"Tidak mau juga harus mau, bagaimana juga hari ini kau harus ikut Lohu."

Seiring dengan lenyap suaranya, badannya mendadak berkelebat sebat sekali laksana kilat merangsak kearah Giokliong.

Sejak tadi Giok-liong sudah kerahkan ilmunya pelindung badan, begitu melihat orang melesat datang gesit sekali kakinya bergerak lincah menggeser kedudukan delapan kaki kesamping.

Baru saja ia berdiri tegak bayangan Bo-pak-It jan sudah menubruk datang dengan didahului terjangan angin keras.

Keruan kejut hati Giok-liong, siapa kan nyana meskipun Bopak- it-jan tinggal sebuah kaki saja, tapi gerak-geriknya ternyata sedemikian tangkas, Terpaksa ia gerakkan kedua tangannya melintang bersilang didepan dada berbareng kakinya menjejak tanah sehingga tubuhnya melayang mundur kebelakang, Pada saat itulah lantas terlihat bayangan ungu berkelebat disertai suara merdu nyaring berkata.

"Tua bangka cacat, Kau tahu malu tidak, pintarmu hanya menghina angkatan muda ,. , ."

Lima jalur angin tutukan jari mendesis meluncur datang dari arah samping sana langsung mengarah lima tempat jalan darah dibawah lambung kanan Sa Ko.

Betapa lihay kekuatan kelima jalur angin tutukan jari ini, disertai kabut ungu berputar.

Sa Ko tahu akan kehebatan serangan ini, tak berani menangkis maka kaki tunggalnya itu berputar lincah sekali muncul beberapa langkah, bentaknya dewasa murka.

"Budak keparat berani kau ... ?"

Ci hu-giok-li lantas menyambung.

"Kalau kau ada kepandaian silakan keluarkan saja, Aku tidak akan bilang kepada ayah bahwa kau telah menindas aku."

Sebetulnya Ci-hu-sin-kun sendiri juga sudah keluar dari tempat kediamannya berkecimpung lagi didunia persilatan.

Tujuan Kiong-ki tak lain adalah hendak mencari jejak Jan-hunti peninggalan Jan-hun-cu yang akhirnya terjatuh ditangan Pang Giok.

Ci-hu-giok li tahu duduk persoalan ini secara jelas maka bagaimana juga dia takkan memberitahukan peristiwa malam ini kepada ayahnya.

Agaknya Bo pak-it-jan rada keder atau segan menghadapi Ci-hun sin kun Kiong Ki.

Mendengar ocehan Ci-hu-giok-li tadi, ia lantas terkekeh, katanya.

"Budak keparat, kau sendiri yang bilang."

"Tentu, selamanya kaum Ci-hu tiada yang pernah berbohong."

"Baiklah..."

Seiring dengan seruannya ini, tiba-tiba lengan tunggalnya seolah-olah mulur menjadi lebih panjang secepat kilat serentak ia kirim delapan belas kali pukulan mengarah seluruh tempat-tempat penting yang mematikan di seluruh tubuh Ci-hu-giok-li.

Ci-hu giok li tertawa ringan, kabut ungu lantas mengembang dimana pinggangnya meliuk gemulai tiba-tiba ia melejit masuk kedalam bayangan pukulan musuh, beruntun kedua tangannya yang putih halus itu bergerak-gerak dengan kecepatan yang susah diukur sekaligus ia lancarkan ajaran tunggal keluarganya untuk bergebrak secara kilat.

Sementara itu, tadi waktu Giok-liong meluputkan diri dari angin pukulan Bo pak-it-jan, baru saja ia berhenti bergerak dan belum sempat berdiri tegak, mendadak terasa sejalur angin kencang langsung menutuk tiba di jalan darah Bing-bun niat di punggung.

Bertepatan dengan itu terdengar suara bentakan yang nyaring pula.

"Pek Su in. membokong dari belakang kau tahu malu tidak?"

Agaknya suara bentakan pemuda baju kuning itu.

Tapi tiada banyak kesempatan bagi GioK liong untuk banyak pikir, tiba-tiba ia membungkukkan badan berbareng kedua kakinya menjejak tanah sambil mengerahkan tenaga murninya, seketika badannya melambung tinggi dua tombak.

"Siut"

Angin kencang yang mendesis itu persis melesat lewat di bawah kakinya. Giok-liong menjadi murka, bentaknya.

"Serangan bagus."

Air mukanya seketika menjadi merah membara, dimana kedua kakinya saling tendang, badannya lantas melambung lebih tinggi lagi dua tombak.

Berbareng dengan berkelebatnya sebuah bayangan diiringi suara jengekan dingin, tahu-tahu Pek Su-in sudah mengejar datang, tangan kanannya diayun berulang-ulang langsung mencengkeram kearah pinggang Giok-liong dimana terletak kantongan yang menyimpan bekalnya.

Giok-liong tertawa terbahak bahak, se-runya.

"Oho, inikah yang dinamakan tokoh kenamaan dari Pek-hun-to, hitunghitung hari ini aku yang rendah sudah berkenalan."

"Wut"

Tiba-tiba menendang kesikut kanan Pek Su-in yang terjulur maju ini.

Pek Suin terperanjat, sungguh tak duga olehnya bahwa pemuda ini kiranya berkepandaian tinggi, badan masih terapung ditengah udara tapi dapat balas melancarkan serangan kearah musuh.

Tapi dia sendiri juga bukan tokoh silat sembarangan dalam seribu kerepotannya, tangan kanannya dibalikkan terus merangsang ketumit Giok-liong di tempat jalan darah Cu-ping hiat.

Tapi baru saja"

Tangannya membalik belum sempat mengarah sasarannya, kaki kanan Giok-liong sudah ditarik balik.

"Wut"

Sekarang ganti kaki kiri yang menendang datang.

Ham-kang-it ho Pek Su in mendengus hidung keras-keras, tangan kanannya juga cepat ditarik balik, ganti tangan kiri yang disodorkan kedepan, seketika timbul gelombang angin membadai menerpa keras sekali kearah Giok-liong mengarah tulang kering di kaki kiri.

Kalau serangan ini tepat mengenai kaki kiri Giok-liong maka kakinya itu pasti akan hancur dan menjadi cacat.

Mendadak Giok-liong bersuit panjang, kedua tangannya dipentang lebar sehingga tubuhnya melejit tinggi lagi bersama itu pinggangnya sedikit ditekuk untuk jumpalitan ditengah udara.

Kedua tangannya lantas bergetar mempetakan bayangan pukulan yang memenuhi ditengah udara terus menyerang kearah Pek-Su-in.

Kejut Pek Su-in bukan alang kepalang, sambil menghardik keras ia kerahkan seluruh tenaga murninya ketelapak tangannya terus menyambut keatas.

"Blang"

Kontan terdengar ledakan dahsyat menggetarkan butni, krikil dan pasir beterbangan menari-nari dahan-dahan putus merontokan dedaunan sekeIilingnya.

Jantung Pek Su-in berdebar keras, terasa kepalanya pusing tujuh keliling segumpal hawa panas lantas menerjang naik dari pusarnya, badannya juga lantas terbanting turun cepat sekali.

Tapi sekuat tenaga ia berusaha bertahan, setelah mendehem keras-keras ia menyedot hawa panjang, kakinya menginjak tanah terus sempoyongan delapan langkah jauhnya baru bisa berdiri tegak.

Giok-liong sendiri meskipun menubruk musuh dari atas, tapi juga tidak banyak mengambil keuntungan, karena daya benturan yang keras ini, badannya terpental balik ketengah udara lebih tinggi lagi.

pandangannya menjadi berkunangkunang susah payah ia coba kendalikan tubuhnya terus meluncur turun dua tombak di sebelah sana.

Tatkala itu, Pek Su in sudah dapat mengatur pernapasannya kembali.

Begitu melihat Giok-liong meluncur turun segera ia mendesis geram.

"Hm, akan kulihat sampai dimana kemampuanmu!"

Selicin belut tiba-tiba ia menubruk datang sambil menggetarkan tangan kirinya sehingga menjadi bayangan yang mengabarkan pandangan diselingi desis angin kencang terus menusuk ke arah dada Giok-liong.

Bersama itu, kelima jari tangan kanan di pentang terus mencengkeram pinggang Giok-Iiong.

Baru saja Giok-liong dapat berdiri tegak lantas merasakan angin kencang telah merangsang tiba, dalam kesibukaanya kontan ia lancarkan jurus Cin-chiu untuk membeli diri, seketika angin badai bergelombang membawa kabut putih berkelompok kelompok terus menggulung kedepan.

Tepat pada saat itu sebetulnya kelima jari Pek Su-in sudah menyentuh pinggang Giok-Iioig, sayang ia terlambat sedetik, Karena bila cengkeraman kekantong bekal di pinggang Giokliong itu terus dilaksanakan pasti jiwa sendiri bisa melayang kena jurus serangan Cin-chiu ini.

Apalagi iapun sudah kenal asal usul dari jurus serangan dahsyat Babna kagetnya, tersipu-sipu ia tarik balik tangannya dengan kaki kiri sebagai poros badannya mendadak berputar terus rebah celentang serta meluncur kesamping beberapa kaki, dimana kedua tangannya menyanggah tanah, selamatkan jiwanya dari mara bahaya, Tapi dia tidak berhenti bergerak begitu saja begitu luput dari serangan lawan badannya lantas membalik seraya mendorongkan tangan kanan menjojoh pusar Giok-liong.

Giok-liong mandah tertawa ejek, saking dongkol tanpa kepalang tanggung jurus kedua ketiga dari Sam jicui hun chiu yaitu Hoat-bwe dan Tiam-ceng beruntung dilancarkan seketika timbul gelombang badai yang dahsyat, kuntum mega putih mengembang ikut menggulung kedepan, Terpaksa Ham-kangit- ho Pek Su-in harus kerahkan seluruh tenaga serta kepandaian tunggal simpanan dari perguruannya yaitu Pek hun-jicap-pwe-sek.

Kontan terjadilah perang tanding kekerasan yang hebat sekali.

Tidak lama kemudian kedua lawan ini sudah terbungkus kedalam kabut putih saban-saban terdengar desis keras serta samberan angin menderu yang membawa kabut putih, terlihat bayangan pukulan tangan berlapis-lapis, saling tindih dan serang, sehingga batu pecah berantakan pasirpun beterbangan.

Dahan pohon serta rumput disekitar gelanggang pertempuran menjadi tumbang dan roboh berserakan.

Begitulah dalam waktu singkat sulit ditentukan siapa yang bakal menang atau asor dalam pertempuran dahsyat ini.

Maklum kedua lawan ini sama-sama kuat dan lagi kalau yang satu memang berbakat dan sudah gemblengan dalam pengalaman hidup pahit getir sebaliknya yang lain juga seorang tokoh persilatan yang banyak pengalaman dan sudah tekun berlatih sekian tahun tanpa mengenal lelah, tak heran masing-masing susah dapat mengalahkan lawannya.

Dukungan & Donasi

Bantu kami terus update dengan memberi dukungan melalui:

BCA 7891767327
Trakteer
Post a Comment