Seruling Samber Nyawa Chapter 30

Tanpa menanti jawaban Gick-liong sudi atau tidak ikut dia, dengan langkah lemah gemulai langsung ia berjalan keluar.

Tadi Giok liong sudah melihat bagaimana telengas cara nona muda ini turun tangan kepada para bajingan yang usil mulut itu, tahu dia bahwa nona lembut ini juga pasti bukan sembarang tokoh silat biasa.

Tapi bagaimana juga ia tidak mengerti cara bagaimana gadis rupawan ini bisa mengenal akan namanya.

sebetulnya ini soal sepele, betapa cepat kabar yang tersiar di kalangan Kangouw berpuluh kali lebih cepat dari rambatan api yang membakar ladang belalang, sebagian besar kaum persilatan hampir seluruhnya sudah mengetahui akan munculnya seorang tokoh muda yang berjuluk Poilot emas sumber nyawa, pendekar gagah murid To-ji Pang Giok yang sangat kenamaan dan disegani pada masa-masa yang silang sebagai tokoh nomer satu dari Ih-lwe-su-cun.

Bagi angkatan yang lebih tua banyak orang mengetahui bahwa benda pusaka seruling samber nyawa peninggalan Janhun cu dulu sudah terjatuh ditangan To ji Pang Giok.

Betapapun susah payah ke!ayak ramai ingin merebut seruling ampuh itu, toh mereka tidak dapat menemukan jejak Pang Giok yang sesungguhnya.

Sekarang bertepatan dengan bakal terjadi keonaran besar yang membahayakan ketentraman hidup kaum persilatan bermunculan pulalah para iblis durjana yang jahat serta telengas itu.

Untung pula muncullah Kim-pit-jan-hun (potlot emas samber nyawa) Ma Giok-liong.

Bukankah gampang saja bagi para takoh-tokoh angkatan tua yang mengetahui duduk persoalan yang tersembunyi itu mengutus kaki tangannya untuk menyirapi kebenaran serta jejak seruling yang ampuh mandraguna itu.

Hanya Ma Giok-liong seorang yang masih diketahui karena pengalamannya yang kurang luas serta kurang dapat berpikir panjang secara mendalam.

BegituIah dengan cepat otaknya berputar, akhirnya ia ambil putusan.

"Terlalu lama aku berdiam ditempat ini pasti tidak menguntungkan jiwaku. Terpaksa aku harus ikut dulu nona ini meninggalkan tempat ini, untuk menentukan langkah selanjutnya."

Karena pikirannya imi, segera ia merogoh pecahan uang perak terus ditaruh diatas meja, memutar tubuh lantas hendak tinggal pergi. Sebuah suara dingin berkata.

"Kau tetap tinggal disitu!"

Kiranya Han-kang-it-ho Pek Su-in buka suara. Dingin-dingin saja Giok-liong memandang sekilas, dalam hati ia mengumpat dengan gusar.

"Orang-orang disini mengapa rata-rata tidak tahu sopan santun dan aturan."

Karena berpikir demikian, ia mandah mendengus hidung terus angkat langkah mengikuti gadis rupawan berpakaian ungu itu menuju ke luar pintu. Ham-kang-it-ho menjadi dongkol, dampratnya.

"Bocah ini terlalu takabur, Hm!"

Seiring dengan gerungannya ini, jari tengahnya sedikit diselentingkan, kontan selarik angin keras yang bersuit nyaring melesat mengarah punggung Giok liong, Giok-liong menjadi pusar, baru saja ia hendak membalik badan.

Tahu-tahu terasa angin berkesiur membawa bau harum disusul bayangan ungu berkelebat suara gadis berpakaian ungu itu telah berkata disampingnya.

"Pek Su in, berani kau bertingkah!"

Jari-jarinya yang halus juga sedikit diangkat kesiur angin kencang itu lantas lenyap sirna berganti suara "blang"

Yang keras, kekuatan selentikan jari kedua belah pihak beradu ditengah jalan dan sama-sama hilang tanpa bekas.

Wajah Ham-kang-it-hi Pek Su-in yang pucat dingin itu sedikit mengunjuk rasa kejut, tapi hanya sebentar saja lantas kembali seperti semula, tanyanya dingin.

"Ci hu-sin-kim itu apamu ?"

Gadis berpakaian ungu tersenyum simpul, sahutnya.

"Kau belum berharga menanyakan."

Setiap kali berkata suaranya terdengar nyaring merdu dan lemah lembut, tapi arti katanya cukup membuat Ham-kang it-ho menjadi malu dan serba runyam saking gemesnya air mukanya menjadi kaku, geramnya.

"Budak, yang bermulut tajam ..."

Merah jengah kedua pipi gadis berpakaian ungu itu, sahutnya tertawa.

"Kalau kau tidak terima, baiklah nanti tengah malam kita bertemu di Thiang-sun-po, sepuluh li diselatan kota ini,"

Setelah itu ia berpaling kearah Giok-iiong sambil tersenyum, katanya.

"Mari kita pergi."

Saking gusar wajah Ham-kang-it-ko sampai mengunjuk nafsu membunuh, sebelah tangannya menekan pinggir meja, sahutnya menyeringai.

"Tepat pada waktunya pasti aku orang she Pek akan memenuhi harapan nona."

"cras"

Pinggir meja itu hancur menjadi bubuk tertekan oleh tenaganya yang dahsyat sampai berhamburan di lantai. Lalu ia melotot kearah Giok-Iiong serta tantangnya.

"Buyung, nanti malam kau juga harus datang."

Rasa dongkol hati Giok-liong masih belum lenyap, diapun tidak mau kalah garang sahutnya temberang.

"Tuan mudamu senantiasa akan mengiringi kau"

Sambil berkata sengaja atau tidak sekilas ia memandang kearah pemuda berbaju kuning yang duduk dipinggir jendela itu.

Terlihat olehnya pemuda baju kuning itu sedikit manggut kepadanya, sebetulnya memang Giok-liong merasa simpatik terhadap pemuda ini, iapun belas sedikit manggut sambil tersenyum.

Saat itulah Bo-pak it-jan yang sejak tadi duduk mematung tanpa bergerak itu mendadak membalikkan sepasang matanya yang aneh, sorot gusar yang meluncurkan kilat tajam dari kedua matanya itu, ia meIingking tajam.

"Anak jadah she Ma lekas kemari mengharap Lohu."

Sejenak Giok-liong tercengang, namun dilain saat segera ia membungkuk memberi hormat, sapanya.

"Adakah petunjuk apa-apa dan Lo-cian-pwe ?"

Mendadak Bo-pak-it-jan Sa Ko terkekeh-kekeh aneh, serunya.

"Kau tidak boleh pergi."

Sekarang Giok-liong sudah paham dan isyaf apa yang bakal terjadi dalam warung makan ini, maka hatinya menjadi sedikit tabah, namun tak urung tercetus juga pertanyaannya.

"Kenapa ?"

"Sebab Lohu tidak mengijinkan kau pergi !"

"Jikalau Wanpwe harus segera pergi bagaimana ?"

"Heheheheheeeeeh! Kccuaii kb,u sudah tidak ingin hidup!"

"Kalau begitu Wanpwe harus segera pergi."

Mendadak gadis berbaju ungu itu tertawa nyaring, telunjuknya yang runcing dan halus putih ifu menunjuk kearah Bo-pak-it-jan, serunya lantang.

"Sa Ko, kalau lain orang takut kepadamu. Aku Ci-hu giok-li tidak mempan akan gertakanmu itu."

Bo-pak-it-jan (sicacat dari gurun utara) Sa Ko membelalakkan kedua biji matanya yang aneh itu, serunya setelah bergelak tertawa.

"Mengandal kau budak kecil yang masih berbau bawang juga berani mengeluarkan kata sombong? Hehehe, betapa juga Lohu hari ini harus menahan buyung she Ma ini!"

Sikap Ci hu-giok-li tetap tenang serta katanya lagi tertawa.

"Sebaliknya aku tidak ijinkan kau menahan dia."

Tatkala itulah pemuda baju kuning yang cakap ganteng itu perlahan-lahan bangkit berdiri serta ujarnya lemah lembut.

"Lo cian-pwe hendak menahan orang, sedang baju ungu ini hendak melepas orang! Lantas bagaimana pendapat Ma kongcu sendiri."

Ham-kang-it-ho (bangau tunggal dari sungai Ham) berdiri sambil menjengek dingin timbrungnya.

"Lebih baik kita bsramai bertemu di Tiang-sun po pada lengah malam nanti."

Si cacat dari gurun utara segera mendengus, katanya.

"Baiklah, jikalau siapa diantara kalian tidak datang tepat pada waktunya, cepat atau lambat pasti Lohu akan puntir batang lehernya sampai mampus.". sorot pandangannya setajam ujung pedang menatap setiap hadirin dengan ancaman yang serius, teristimewa ia tatap wajah Giok-liong dengan lekat! "Marilah kita berangkat."

Tambahnya kepada Giok-liong sambil mengerling penuh arti.

Tanpa bersuara segera Giok-liong mengintil di belakang terus keluar dari warung makan itu, Diiuar pintu banyak orang tengah merubung datang mengintip ingin melihat keramaian, tapi mereka tidak berani maju mendekat.

Maka begitu melihat mereka berdua berjalan keluar segera mereka berlari bubar keempat penjuru.

Tapi cukup hanya selayang pandang saja lantas dapat diketahui oleh Giok - liong bahwa diantara sekian banyak orang menonton itu ada beberapa pasang mata berkilat yang berkelebat diantara mereka, waktu ditegasi lagi, pandangan berkilat itu sudah menghilang tercampur baur diantara sekian banyak orang yang berlari bubar itu.

Selanjutnya pemuda baju kuning, Ham-kang-it-ho dan Bo- Pak-it-jan juga berkelebat keluar, sekejap mata saja bayangan mereka sudah menghilang entah kemana.

Hanya pemuda baju kuning itulah sebelum pergi menampilkan sorot pandangan penuh prihatin kearah Giokliong, sayang Giok-liong tidak tahu akan hal ini.

Sementara itu Ci-hu-giok-li berpaling ke arah Giok-liong.

Serta katanya.

"Marilah kita cari penginapan untuk istirahat dulu!"

Dengan heran Giok liong tatap wajah orang, balas tanya, Bukankah nona ada urusan penting yang minta aku ikut untuk menyelesaikan?"

Ci-hu-giok-li tersenyum memikat, ujarnya "Memang biarlah nanti seteleh sampai di penginapan baru kita rundingkan lagi."

Bergegas ia berlari kesamping rumah untuk menuntun kuda tunggangannya itu.

Baru sekarang Giok-liong melihat tegas, bukan saja kuda tunggangannya ini tinggi besar dan gagah sekali, bulunya memutih bersemu ungu, benar benar merupakan seekor kuda jempolan yang jarang ada.

Dibawah lehernya tergantung sebuah kelintingan warna ungu, juga entah terbuat dari benda apa, seiring dengan goyang gontai kepala kuda berbunyilah keliningan itu nyaring.

Melihat Giok liong terlongong memandangi kuda tunggangannya, Ci hu-giok-li menjadi geli, katanya Iambat.

"inilah Ci-liong-ki yang khusus dipilihkan oleh ayah untukku. Namamu yaitu Ci-liong ( naga ungu). Kekuatannya memang hebat, sehari dapat menempuh seribu li, kalau malam dapat berlari sejauh delapan ratus li. Benar-benar seekor kuda yang jempol."

Tahu bahwa dirinya dipuji oleh majikannya, sang kuda segera angkat kepala manggut-manggut saking girang sorot matanya mengunjuk rasa gembira.

Begitulah sambil berjalan berendeng mereka menyusuri jalan raya sehingga menimbulkan perhatian orang disepanjang jalan.

Sungguh harus dipuji sikap Ci-hu-giok-li yang tetap riang dan wajar tanpa malu-malu suaranya tetap nyaring tanpa ragu-ragu atau rikuh.

Tidak berapa jauh mereka maju ke depan tibalah mereka didepan sebuah penginapan yang cukup besar.

Langsung mereka minta disediakan umpan yang terbaik bagi kudanya, lalu langsung mereka memasuki kamar.

Baru saja duduk, lantas Giok-liong tidak sabaran lagi bertanya.

"Ada urusan apakah yang hendak nona rundingkan dengan aku yang rendah?"

"Aku bernama Kiong Ling ling, selanjutnya kau panggil aku Ling-ling saja."

"Oh, ya, Nona Kiong ada urusan apa"

Kiong Ling-ling membanting kaki, katanya cemberut.

"Kau ini bagaimana, apa tadi yang telah kukatakan?"

"Nona mengatakan bahwa aku yang rendah boleh panggil nona Ling-ling saja."

"Sudahlah, jika kau ingin tahu apa yang hendak kukatakan, untuk selanjutnya tidak perlu lagi menggunakan istilah nona atau noni apa segala."

Giok liong menjadi uring-uringan, batinnya.

"Waa, lucu bin ajaib. Terang kau sendiri yang minta aku ikut kemari, katanya ada urusan yang minta bantuanku untuk menyelesaikannya, Akibatnya sekarang menggunakan alasan ini untuk mengancam aku..."

Tapi begitu melihat sikap Kiong Ling-ling yang polos serta lincah jenaka itu, hatinya menjadi lemas, katanya.

"Baik, baik, Ling ling ada urusan apa yang hendak kau katakan kepadaku?"

Mendengar orang betul-betul patuh akan permintaannya memanggil singkat namanya betapa girang dan terasa syuur hatinya, wajahnya nan ayu jelita bak bunga mekar di-musim semi tersimpuI oleh senyuman manis yang memikat hati, sahutnya dengan lambat-lambat .

"Sebetulnya ..."

"Sebetulnya ada apa ?"

"Sebetulnya kedatanganku ini berusaha merebut suatu benda milikmu."

Giok liong berjiigkrak kaget, serunya tak tertahan.

Posting Komentar